Data Kematian Pekerja Migran asal NTT sejak 2023 sebanyak 151 orang, 2024 sebanyak 125orang, awal 2025 sudah mencapai 38 orang
[Congkasae.com/] Kasus kematian yang melibatkan para Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal provinsi Nusa Tenggara Timur terbilang cukup tinggi di Indonesia.
Pada awal tahun 2025 ini saja para Pekerja Migran asal NTT yang meninggal dunia dan hanya memulangkan jenazahnya ke NTT sebanyak 38 orang.
"Dari jumlah tersebut, mayoritas PMI non prosedural alias ilegal,"kata Kepala Balai Pelayanan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTT Suratmi Hamida Selasa 29 April 2025.
Ia mengatakan mayoritas PMI yang meninggal di luar negeri itu berasal dari beberapa kabupaten di Pulau Flores.
Ia merinci dari total 38 jasad pekerja Migran yang dilaporkan meninggal dunia itu hanya 4 orang yang diberangkatkan melalui jalur keberangkatan tenaga kerja luar negeri yang resmi.
Sementara sisahnya diberangkatkan melalui jalur alternatif tanpa dokumen keberangkatan yang legal alias ilegal.
"Kabupten dengan kasus kematian terbanyak yakni kabupaten Ende dengan total 11 kasus kematian, disusul Kabupaten Malaka 9 orang dan Flores Timur 8 orang,"katanya.
Ia mengatakan para pekerja migran yang meninggal dunia itu telah dipulangkan ke kampung halamannya di NTT.
Di sisi lain pemerintah juga telah berhasil memulangkan para pekarja Migran asal NTT yang mengalami masalah di luar negeri seperti ijin tinggal yang habis, termasuk mereka yang tak memiliki dokumen keberangkatan yang resmi.
Para pekerja Migran ini berhasil dipulangkan kembali ke NTT oleh pemerintah dalam kurun waktu Januari hingga April 2025 saja sudah ada 74 orang PMI asal NTT yang berhasil dipulangkan dengan selamat.
"68 orang diantaranya merupakan pekerja ilegal dan hanya 6 orang yang berangkat melalui jalur keberangkatan yang resmi,"kata Kepala Balai Pelayanan dan Perlindungan Migran Indonesia (BP3MI) NTT Suratmi Hamida.
Sementara sepanjang tahun 2024 pemerintah mencatat kematian PMI asal NTT yang meninggal dan hanya memulangkan nama ke kampung halaman sebanyak 125 orang.
"Selama 2024, terdapat 125 Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT yang meninggal dunia. Dengan rincian 94 laki-laki dan 31 perempuan,"katanya.
Sepanjang tahun 2023 pemerintah mencatat kematian PMI yang berasal dari NTT dengan angka yang cukup tinggi yakni sebanyak 151 orang.
Tingginya angka kematian yang melibatkan Pekerja Migran Indonesia asal NTT dipicu beragam faktor.
Kemiskinan dan Minimnya Lapangan Pekerjaan
Faktor kemiskinan dan kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan di NTT menjadi pemicu terbesar dari kasus PMI ilegal asal NTT yang berujung pada kematian.
Ketua Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia, Karsiwen mengatakan kepada Alinea.id bahwa masalah kemiskinan dan kurangnya lapangan pekerjaan mendorong warga di provinsi NTT untuk memilih menjadi PMI.
"Sayangnya tingginya minat warga NTT untuk bekerja keluar negeri itu tidak diimbangi dengan ketersediaan jasa penyalur tenaga kerja keluar negeri yang legal,"kata Karsiwen.
Akibatnya kata dia para pekerja ini memilih jalur keberangkatan yang tidak resmi alias ilegal asalkan bisa bekerja untuk menafkahi keluarga.
Padahal jalur keberangkatan yang mereka pilih merupakan jalur yang ilegal dan berisiko terjerat sejumlah kasus seperti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Sindikat TPPO dengan Iming-Iming Gaji Tinggi
Harus diakui bahwa sindikat perdagangan orang memanfaatkan kondisi kemiskinan dan kurangnya lapangan pekerjaan di NTT untuk melancarkan aksinya.
Hal tersebut menjadi pemicu dan alasan utama mengapa hingga saat ini para sindikat pelaku tindak pidana perdagangan orang masih berkeliaran secara bebas di NTT.
Hal tersebut juga diakui oleh Gabriel Goa, Ketua Dewan Pembina Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia.
Menurut Gabriel Goa, akar masalah utama dari maraknya kasus TPPO di NTT ada pada kemiskinan dan susahnya memperoleh pekerjaan bagi angkatan kerja.
Gabriel menyebut pemerintah kerapkali menepis isu kemiskinan di NTT dan menyebut provinsi ini kaya akan sumber daya alam akan tetapi fakta menunjukan banyaknya warga NTT yang mencari pekerjaan keluar negeri dengan jalur ilegal.
”Keluarga sebagai pintu masuk para calo merekrut calon pekerja migran. Bermodalkan uang sirih pinang, Rp 100.000–Rp 500.000 per kepala keluarga, para calo berhasil meluluhkan hati anggota keluarga. Melepaskan anak, keponakan, cucu, dan anak menantu ke luar negeri atau provinsi lain kepada calo bersangkutan untuk diberangkatkan,” kata Gabriel.
Hal ini kata Gabriel, menjadi awal kisah dari banyaknya warga NTT yang masuk dalam sindikasi perdagangan manusia yang berujung pada kasus kematian di luar negeri dan hanya memulangkan namanya ke NTT.
Minimnya Akses Informasi di Daerah Pedalaman NTT
Para pekerja Migran asal provinsi NTT banyak yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang akibat minimnya informasi terutama di wilayah pedalaman.
Akibatnya mereka mudah tergiur dengan tawaran gaji tinggi dan mudahnya memperoleh pekerjaan di negara tujuan seperti Malaysia, Taiwan.
Mayoritas pelaku kejahatan memanfaatkan orang lokal di wilayah pedalaman NTT sebagai perekrut di lapangan.
Sementara pelaku utama biasanya terputus dengan perekrut di lapangan, hal ini menylitkan penegak hukum dalam melakukan proses penelusuran.
BACA JUGA
Rabies di Ruteng, Anjing yang Bebas Berkeliaran Picu Lonjakan Kasus
Paus Fransiskus Wafat, Gereja Katolik Alami Tahta Kosong
Polemik Proyek Geotermal Poco Leok, Masyarakat Terbelah Kedalam Dua Kubu
Sanksi 20 Batako di SMAN I Poco Ranaka Dinilai Tidak Tepat Sasaran