- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Sanksi 20 Batako di SMAN I Poco Ranaka Dinilai Tidak Tepat Sasaran

    Penulis: Antonius Rahu | Editor:Tim Redaksi
    25 April, 2025, 10:39 WIB Last Updated 2025-04-25T03:46:39Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1

     

    Sanksi 20 Batako di SMAN I Poco Ranaka, Dinilai Tidak Tepat Sasaran
    Para siswa di SMAN I Poco Ranaka sebelum mengikuti kegiatan belajar

    Sanksi Setor 20 buah Batako untuk siswa yang malas ke sekolah di SMAN I Poco Ranaka dinilai tidak tepat sasaran dan jauh dari kata mendidik.

    [Congkasae.com/Kereba] Kepala SMA Negeri I Poco Ranaka memberlakukan aturan sanksi tegas kepada siswanya yang absen ke sekolah. Sanksi itu berupa kewajiban kepada siswa yang melanggar aturan sekolah untuk menyetor 20 buah batako kepada sekolah.


    Kepala SMA Negeri I Poco Ranaka Ferdinadus Fifardin mengatakan sanksi itu diterapkan sekolah lantaran ia merasa telah kehabisan cara dalam mendidik anak yang malas ke sekolah.


    "Aturan ini sudah beberapa bulan diterapkan hal ini muncul karena berbagai cara sudah tidak mempan lagi termasuk memanggil orang tua murid, malah diabaikan,"kata Kepala SMA Negeri I Poco Ranaka yang terletak di Mano itu Kamis 24 April 2025.


    Ia mengaku selama ini sanksi tersebut tak menimbulkan protes dari orang tua siswa, dan mengaku semuanya berjalan secara normal.


    "Sejauh ini tidak ada satupun orang tua yang datang komplain di sekolah terkait kebijakan ini. Nah sekarang baru sadar, kalau memang ini dari siswa, atau hanya karena terjadi pada orang yang lapor ke media, kenapa tidak dari awal,"ujarnya.


    Di sisi lain salah seorang siswa sekolah tersebut mengakui aturan penyetoran 20 buah batako itu dinilai mengada-ada dan dilakukan tanpa adanya sosialisasi kepada seluruh siswa.


    "Tidak pernah diumumkan di kelas atau saat rapat orang tua murid, tiba-tiba teman-teman yang alpa disuruh bawa batako,"kata salah seorang siswa sekolah itu kepada lenteranews.


    Ia mengatakan sanksi batako yang diterapkan di sekolahnya itu sangat berlebihan lantaran tak semua siswa di sekolah itu berasal dari Mano.


    "Kami yang tinggal jauh harus beli batako sendiri, harga batako 5000 dikalikan 20 batako sudah 100 ribu,"kata siswa itu.


    Ferdiandus Fifardin Kepala SMA Negeri I Poco Ranaka membantah keterangan siswanya itu dengan mengatakan bahwa sosialisasi sudah dilakukan sebelum aturan sanksi batako itu diterapkan di sekolahnya.


    "Kita sudah sosialisasikan aturan ini sebelum diterapkan termasuk menyampaikan ke anak anak untuk disampaikan ke orang tua,"ujarnya. 


    Ferdinandus menuding salah satu media online yang memberitakan kasus ini untuk menjelaskan letak ketidakmanusiawiannya seperti yang disampaikan dalam pemberitaan.


    "Media juga mesti menjelaskan letak ketidakmanusiawian aturan ini di mana, biar antara isi berita dengan judul berita tidak parsial,"katanya.


    Ia mengatakan esensi dari sanksi batako yang diterapkan di sekolah tersebut diharapkan mampu mendisiplinkan siswanya.


    Sanksi itu kata, Fifardin, bukan bermaksud untuk membebani siswanya sendiri,"Kami tidak mengharapkan batako kami mengharapkan kehadiran anak di sekolah, esensinya di situ. Sebenarnya ini bukan hukuman tetapi lebih kepada konsekuensi,"kata kepala sekolah Ferdinandus Fifardin.


    Media ini sudah menghubungi Kepala Dinas Pendidikan provinsi Nusa Tenggara Timur, Ambrosius Kodo namun belum direspons.


    Di sisi lain ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengingatkan para guru untuk menghindari sanksi hukuman fisik kepada siswa yang melakukan pelanggaran.


    "Karena ujung-ujungnya pasti kekerasan fisik nanti,"kata Listiarti seperti dikutip detik.com.



    Ia mengatakan sanksi yang diberikan kepada siswa yang melakukan pelanggaran di sekolah harus diberikan secara relevan dengan pelanggarannya.


    "Jangan siswa yang melakukan pelanggaran diberi sanksi membersihkan wc, itu tidak tepat dan tidak memberikan efek jera,"katanya.


    Sanksi lain yang dinilai tidak tepat sasaran dan tidak menimbulkan efek jera kata ketua dewan pakar FSGI itu yakni hukuman membersihkan kelas atau meja yang kotor hanya karena siswa mengotori satu meja saja.


    "Itu akan menimbulkan rasa sakit hati pada anak karena ia hanya ngotorin satu meja. Yang benar sebenarnya pendekatan disiplin positif adalah anak itu diminta bersihkan meja yang ia kotori saja,"katanya.


    Sementara itu kepala SMA Negeri I Poco Ranaka Ferdinandus Fifardin mengatakan telah kehabisan cara dalam mendidik siswanya lantaran malas ke sekolah.


    Ia menyebut telah menempuh beragam cara dalam mendidik peserta didik di sekolah itu mulai dari sanksi biasa hingga pemanggilan orang tua murid.


    Namun sanksi itu tak memberikan efek jera kepada siswanya.


    "Malas ke sekolah, datang dari rumah tapi tidak sampai di sekolah, bolos, masah bodoh, kurang beretika, akankah semua ini hanya mutlak tanggung jawab sekolah atau menjadi tanggungjawab kita bersama sebagai penikmat dari generasi ini kemudian?" tanya Fifardin.


    Di sisi lain kepsek Fifardin mengapresiasi semua pihak yang telah menaruh perhatian penuh untuk SMAN I Poco Ranaka.


    Ia juga tak membeberkan jumlah batako yang telah terkumpul dari siswa yang melanggar aturan di sekolahnya termasuk kegunaan batako yang dikumpulkan itu.


    BACA JUGA

    Polemik Proyek Geotermal Poco Leok, Masyarakat Terbelah Kedalam Dua Kubu


    Tampung Napi 3 Kabupaten Rutan Labe Ruteng Over Kapasitas


    Pembangunan Hotel di Atas Laut Labuan Bajo Tuai Polemik

    Komentar

    Tampilkan