foto bersama Mahasiswa Asal Manggarai |
Satu hal yang dibanggakan menjadi orang manggarai adalah, orang manggrai itu terkenal dengan keramahan, keramah-tamahan ini mencerminkan
budaya yang berlaku di manggarai.seperti halnya budaya di indonesia pada umumnya di manggarai ada beberapa faktor yang mendukung alasan mengapa orang manggarai itu ramah diantaranya dapat dilihat dari aspek hubungan kekerabatan antar sesama yang di uraikan seperti berikut ini.
1.berdasarkan hubungan perkawinan
budaya yang berlaku di manggarai.seperti halnya budaya di indonesia pada umumnya di manggarai ada beberapa faktor yang mendukung alasan mengapa orang manggarai itu ramah diantaranya dapat dilihat dari aspek hubungan kekerabatan antar sesama yang di uraikan seperti berikut ini.
1.berdasarkan hubungan perkawinan
Sistem
kekerabatan berdasarkan hubungan perkawinan dapat dipahami sebagai hubungan
seorang individu dengan istri yang juga menghubungkan saudara-saudari kandung
kedua-belah pihak. Secara umum ada dua istilah yang menekankan aspek perkawinan
dalam budaya Manggarai yaitu:
a.Wa’u/ase kae
Wa’u/ase ka,e adalah keluarga kerabat yang
terbentuk berdasar keluarga patrilineal (garis keturunan ayah), baik yang hidup
dalam satu kampung maupun yang hidup terpencar-pencar karena pendidikan, tugas,
dll. Dalam keluarga bahwa semua anak laki-laki disebut ata one atau ata
wone dalam bahasa manus (orang dalam).
Anak laki-laki disebut ata one /ata wone, karena tergolong keluarga patrilineal. Setelah anak lak-laki kawin, ia tetap tinggal pada kampung kelahirannya, kampung orang tua kandungnya sendiri. Ada juga anak laki-laki yang setelah kawin tinggal pada kampung kelahiran istrinya tetapi ia tetap disebut ase ka,e/wa’u oleh anggota patrilinealnya (saudara laki-laki lain di marga orang tua kandungnya.
saudara yang setelah menikah menetap di rumah istrinya/pada marga orang tua kandung istri disebut ase ka,e ata ka,eng olo/ase kae ata ka,eng pe,ang tapi di manggarai timur ini di sebut ata ka,eng wone anak rona (keluarga kerabat patrilineal yang tinggal di luar).
Anak laki-laki disebut ata one /ata wone, karena tergolong keluarga patrilineal. Setelah anak lak-laki kawin, ia tetap tinggal pada kampung kelahirannya, kampung orang tua kandungnya sendiri. Ada juga anak laki-laki yang setelah kawin tinggal pada kampung kelahiran istrinya tetapi ia tetap disebut ase ka,e/wa’u oleh anggota patrilinealnya (saudara laki-laki lain di marga orang tua kandungnya.
Hubungi kami di WA 082342994060 untuk pemasangan Iklan |
saudara yang setelah menikah menetap di rumah istrinya/pada marga orang tua kandung istri disebut ase ka,e ata ka,eng olo/ase kae ata ka,eng pe,ang tapi di manggarai timur ini di sebut ata ka,eng wone anak rona (keluarga kerabat patrilineal yang tinggal di luar).
b.Woe nelu
Woenelu adalah keluarga kerabat yang
terbentuk atas dasar hubungan perkawinan antara kedua keluarga kerabat, anak
rona (keluarga kerabat pemberi istri) dan anak wina (keluarga
penerima istri). Istilah woe nelu adalah gambaran kedekatan hubungan antara
keluarga anak rona dengan anak wina. Hubungan ini tidak bersifat
temporer (salang tuak), melainkan bersifat kekal (salang wae).
Dalam
masyarakat Manggarai, ada tiga cara yang mengatur sistem perkawinan, yakni:
a. Perkawinan Tungku/tuku(bahasa
manus)
Perkawinan
jenis ini juga disebut crosscousin unilateral. Tungku/tuku adalah
bentuk perkawinan dengan tujuan mempertahankan hubungan woe nelu,
hubungan antara anak rona dengan anak wina yang sudah terbentuk
akibat perkawinan cangkang.
Laki-laki dan perempuan yang melakukan kawin tungku biasa disebut laki one dan wai leleng one.Pemuda yang laki one dapat berarti pria yang kawin tungku, juga berarti perkawinan terjadi di dalam atau di sekitar kampung asalnya.Demikian pula terhadap wanita yang wai leleng one. Berbicara tentang paca untuk orang yang laki one dan wai leleng one tergantung pada jenis tungku.
Laki-laki dan perempuan yang melakukan kawin tungku biasa disebut laki one dan wai leleng one.Pemuda yang laki one dapat berarti pria yang kawin tungku, juga berarti perkawinan terjadi di dalam atau di sekitar kampung asalnya.Demikian pula terhadap wanita yang wai leleng one. Berbicara tentang paca untuk orang yang laki one dan wai leleng one tergantung pada jenis tungku.
1.Tungku
cu
Tungku cu adalah perkawinan yang terjadi
antara anak laki-laki dari saudari kandung dengan anak perempuan dari
saudara kandung. Karena begitu kuatnya penerapan dan pemahaman perkawinan jenis
ini, maka kalau anak wina hendak mengadakan tungku maka berarti
perkawinan tungku yang dimaksud adalah antara anak kandung dari saudari
perempuan dengan anak kandung dari saudara kandung laki-laki.
Perkawinan jenis ini dilakukan dengan tujuan agar harta kekayaan dalam keluarga tidak jatuh ke tangan orang lain. Namun saat ini Gereja katolik melarang keras diadakanya perkawinan jenis ini karena alasan genetika.
Perkawinan jenis ini dilakukan dengan tujuan agar harta kekayaan dalam keluarga tidak jatuh ke tangan orang lain. Namun saat ini Gereja katolik melarang keras diadakanya perkawinan jenis ini karena alasan genetika.
2.Tungku/tuku
neteng nara
Tungku/tuku
neteng nara
merupakan perkawinan yang ada hubungan darah antara anak dari perempuan sepupu
dengan anak dari saudara laki-laki sepupu.
3.Tungku/tuku
anak rona musi
Tungku
anak rona musi merupakan
perkawinan hubungan darah dengan keluarga pemberi istri mertua laki-laki.
Dalam segi adat Manggarai perkawinan ini bukan perkawinan tabu tetapi
perkawinan ini dianggap melangkahi anak rona dungka. Perkawinan jenis
ini sah secara adat.
b.Perkawinan
Cangkang
Cangkang adalah bentuk perkawinan
yang terjadi di luar suku atau perkawinan antarsuku. Dalam bahasa adatnya
disebut laki pe’ang (anak laki-laki yang kawin di luar suku) atau wai
pe’ang (anak wanita yang kawin di luar suku).
Orang yang laki pe’ang atau wai pe’ang membuka jalur hubungan baru dengan suku-suku lain. Dengan itu keluarga besar memiliki jangkauan hubungan yang lebih lebar dan luas dengan woe nelunya(woe nelu merupakan keluarga kerabat yakni anak wina dan anak rona).
Dari praktek orang tua dulu, orang yang laki pe’ang bukan sembarang orang. Biasanya dari kalangan keluarga yang mampu membayar belis karena berhubungan dengan harga diri dan martabat dari kedua belah pihak, antara keluarga pria dan wanita.
Orang yang laki pe’ang atau wai pe’ang membuka jalur hubungan baru dengan suku-suku lain. Dengan itu keluarga besar memiliki jangkauan hubungan yang lebih lebar dan luas dengan woe nelunya(woe nelu merupakan keluarga kerabat yakni anak wina dan anak rona).
Dari praktek orang tua dulu, orang yang laki pe’ang bukan sembarang orang. Biasanya dari kalangan keluarga yang mampu membayar belis karena berhubungan dengan harga diri dan martabat dari kedua belah pihak, antara keluarga pria dan wanita.
c.Perkawinan
Cako/perkawinan sako,o(bahasa manus)
Cako/sako,o adalah bentuk perkawinan yang
terjadi dalam suku sendiri. Biasanya dilakukan pada anak laki-laki dari
keturunan adik dan anak perempuan dari keturunan kakak. Kawing cako juga
berarti perkawinan anak saudara sepupu dalam garis patrilineal dan antara
sesama keluarga kerabat anak wina (keluarga penerima istri). Disebut
juga sebagai perkawinan cako cama tau.
Perkawinan cako biasanya orang tua mulai mencobanya pada lapisan ketiga atau lapisan keempat dalam daftar silsilah keluarga. Karena menurut adat Manggarai, tidak semua perkawinan cako direstui Mori agu ngaran (Tuhan Pencipta). Orang Manggarai percaya bahwa Tuhanlah yang menentukan apakan perkawinan itu direstui atau tidak.
Ada bukti bahwa perkawinan cako tidak direstui, bahwa kedua insan yang menikah itu mati pada usia muda sebelum memperoleh anak.Perkawinan cako cama salang artinya perkawinan yang dilangsungkan dengan sesama anak wina. Dalam konteks ini belis tidak dituntut sesuai dengan kemampuan kita.
Berlaku ungkapan tama beka salang agu beka weki(yang terpenting terjadi hubungan kekeluargaan). Istilah-istilah yang ada pada sistem kekerabatan berdasarkan hubungan perkawinan ini adalah:
Perkawinan cako biasanya orang tua mulai mencobanya pada lapisan ketiga atau lapisan keempat dalam daftar silsilah keluarga. Karena menurut adat Manggarai, tidak semua perkawinan cako direstui Mori agu ngaran (Tuhan Pencipta). Orang Manggarai percaya bahwa Tuhanlah yang menentukan apakan perkawinan itu direstui atau tidak.
Ada bukti bahwa perkawinan cako tidak direstui, bahwa kedua insan yang menikah itu mati pada usia muda sebelum memperoleh anak.Perkawinan cako cama salang artinya perkawinan yang dilangsungkan dengan sesama anak wina. Dalam konteks ini belis tidak dituntut sesuai dengan kemampuan kita.
Berlaku ungkapan tama beka salang agu beka weki(yang terpenting terjadi hubungan kekeluargaan). Istilah-istilah yang ada pada sistem kekerabatan berdasarkan hubungan perkawinan ini adalah:
a.Anak rona dan anak
wina
Dalam konteks budaya Manggarai
yang dimaksudkan anak rona adalah pihak pemberi istri atau keluarga asal
istri, sedangkan anak wina merupakan sebutan untuk keluarga dari pihak
suami.
b.Kesa
dan ipar
Kesa/eza(bahasa manus) merupakan panggilan untuk
saudara dari istri, sedangkan ipar merupakan panggilan untuk saudari
dari suami.
c.Inang dan amang/lopo nina dan mekas mama(dalam bahasa manus)
Inang/lopo nina merupakan panggilan untuk
mama mantu, sedangkan amang/mekas mama merupakan panggilan untuk bapa
mantu.
d.Wina dan rona
Wina merupakan panggilan untuk
seorang istri oleh suaminya, sedangakan rona merupakan panggilan untuk
seorang suami oleh istrinya.
2. Berdasarkan Hubungan Keturunan
Sistem
kekerabatan berdasarkan hubungan keturunan merupakan hubungan seorang
individu dengan istri dan anak-anak kandungnya sendiri. Dalam masyarakat
Manggarai, ada beberapa istilah yang berhubungan dengan sistem kekerabatan ini,
yakni:
a.Ema
Ema merupakan panggilan untuk
seorang ayah oleh anak-anaknya.
b.Ende
Ende merupakan panggilan untuk
seorang ibu oleh anak-anaknya.
c.Nana
Nana merupakan panggilan untuk anak
laki-laki oleh orang tuanya.
d.Enu
Enu merupakan panggilan untuk anak
perempuan oleh orang tuanya.
3 . Sistem Kekerabatan Berdasarkan
Hubungan Darah
Sistem
kekerabatan berdasarkan hubungan darah merupakan hubungan seorang individu
dengan saudara-saudari kandungnya. Dalam masyarakat ada beberapa istilah yang
terdapat dalam sistem ini, yakni:
Nara
Nara merupakan panggilan untuk
saudara oleh saudarinya.
Weta
Weta merupakan panggilan untuk
seorang saudari oleh saudaranya.
Ase
Ase merupakan panggilan untuk
seorang adik oleh kakanya.
Kae
Ka,e merupakan panggilan untuk
seorang kakak oleh adiknya.
Secara
umum, beberapa istilah yang dikenal dalam sistem kekerabatan Manggarai antara lain anak rona (turunan keluarga mama), anak
wina (turunan keluarga saudara perempuan), amang/mekas mama (saudara
lelaki mama), inang/lopo nina (saudara perempuan bapak), ema koe/ema koa
(adik dari bapak), ema tua/ema gga,e (kakak dari bapak), ende koe/ende
koa (adik dari mama), ende tua/nde ngga,e (kakak dari mama), ema
(bapak), ende (mama), kae (kakak), ase (adik), nana
(saudara lelaki), dan enu (saudara wanita atau istri).
Dari beberapa bentuk kekerabatan yang di uraikan oleh penulis di atas semuanya itu menunjukan hubungan kekerabatan yang terjalin antara sesama orang manggarai, sehingga tidaklah mengherankan jika orang manggarai itu terkenal dengan keramahanya, ini sekaligus menjadi dasar bagi setiap orang dalam membina hubungan yang baik antara sesamanya.
penulis: Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan Matematika IKIP PGRI Bali
penulis: Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan Matematika IKIP PGRI Bali