Budaya belis adalah
salah satu bagian dari warisan budaya yang ada di manggarai raya. Namun
warisan yang mahaluhur itu mendapat sorotan yang begitu tajam dari
masyarakat yang sedang bergulat dengan budayanya sendiri.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/che_1/belis-di-manggarai-flores-barat_5518bcfca333119a10b6592e
Budaya belis adalah
salah satu bagian dari warisan budaya yang ada di manggarai raya. Namun
warisan yang mahaluhur itu mendapat sorotan yang begitu tajam dari
masyarakat yang sedang bergulat dengan budayanya sendiri.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/che_1/belis-di-manggarai-flores-barat_5518bcfca333119a10b6592e
Budaya belis adalah
salah satu bagian dari warisan budaya yang ada di manggarai raya. Namun
warisan yang mahaluhur itu mendapat sorotan yang begitu tajam dari
masyarakat yang sedang bergulat dengan budayanya sendiri.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/che_1/belis-di-manggarai-flores-barat_5518bcfca333119a10b6592e
Budaya belis adalah
salah satu bagian dari warisan budaya yang ada di manggarai raya. Namun
warisan yang mahaluhur itu mendapat sorotan yang begitu tajam dari
masyarakat yang sedang bergulat dengan budayanya sendiri.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/che_1/belis-di-manggarai-flores-barat_5518bcfca333119a10b6592e
Budaya belis adalah
salah satu bagian dari warisan budaya yang ada di manggarai raya. Namun
warisan yang mahaluhur itu mendapat sorotan yang begitu tajam dari
masyarakat yang sedang bergulat dengan budayanya sendiri.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/che_1/belis-di-manggarai-flores-barat_5518bcfca333119a10b6592e
Budaya belis adalah
salah satu bagian dari warisan budaya yang ada di manggarai raya. Namun
warisan yang mahaluhur itu mendapat sorotan yang begitu tajam dari
masyarakat yang sedang bergulat dengan budayanya sendiri.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/che_1/belis-di-manggarai-flores-barat_5518bcfca333119a10b6592e
"ketika budaya belis di
susupi oleh faktor ekonomi, maka tujuan luhur dari belis itu tergantikan oleh
kalkulasi dagang (hitung-hitungan untung rugi) yang dilakukan oleh pihak anak
rona sehingga belis pun mengalami peningkatan dan tak jarang belis menjadi
ajang jual beli anak perempuan"
Berbicara tentang perkawinan di manggarai maka kita akan mendengar sebuah istilah yang sudah tidak asing di telinga kita yakni mas kawin atau yang sering di sebut Belis ada juga yang menyebutnya dengan istilah paca/pasa (manggarai timur).
Kata“belis” adalah sebuah istilah dalam
budaya Manggarai yang tidak bisa dipisahkan dari ritual adat (sakral) Manggarai
dalam proses perkawinan, selain proses nikah menurut konsep agama.
Karena dalam
budaya manggarai menganut sistem budaya patrilineal (mengikuti garis
keturunan ayah), maka sudah barang tentu mas kawin adalah salah satu bentuk
penghargaan dan penghormatan terhadap keluarga kaum perempuan.
Jika dilihat
asal muasal kata “belis” ini, dapat disimpulkan bahwa sebuah acara yang
bermaksud membudayakan penghargaan terhadap perempuan dan perkawinan itu sendiri.
Tak ada catatan tertulis sejak kapan kebiasaan ini
dimulai. Tetapi Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia (UI), Robert M.Z
Lawang mengatakan, tradisi ini bermula dari wabah penyakit cacar yang
melanda Manggarai pada era 1930-an.
Penyakit ini, kala itu, tergolong penyakit
mematikan. Setiap hari, kata Robert, banyak korban berjatuhan. Sampai-sampai,
orang tidak mau menguburkan jenazah karena takut tertular. Populasi orang Manggarai saat itu, menurun drastis.
Dalam situasi seperti ini, perempuan dianggap sebagai benih (ni’i) berharga
yang bisa melanjutkan dan mempertahankan keberadaan keluarga (wa’u).
Perkawinan dalam adat dan budaya Manggarai belumlah
valid jika proses pernikahan hanya sampai diproses nikah agama, lalu
disempurnakan oleh ritual korban (material) berupa belis yang wajib dipenuhi
oleh pihak laki-laki.
Padahal sejatinya, belis diberlakukan untuk menghargai
kedua pihak. Baik pihak keluarga laki-laki maupun pihak keluarga perempuan
berjumpa dengan “penghargaan tertinggi” yaitu cinta lewat ritual belis.
Tetapi
maknanya bukan barter. Sebab belis merupakan awal pertalian kekeluargaan yang
terjalin antara kedua pihak keluarga yang tersirat dalam ungkapan "salang
wae toe salang tuak" istilah ini menggambarkan hubungan kedua keluarga
besar dari pihak perempuan (anak rona) dengan keluarga besar dari pihak
laki-laki (anak wina) akan terus berlanjut.
Pada jaman dahulu jika keluarga
besar pihak laki-laki tidak mampu memenuhi permintaan anak rona, maka terdapat
dua pilihan yang dapat di ambil oleh pihak anak wina yakni laki-laki hanya
boleh tinggal di keluarga pihak perempuan sampai tuntutan belis terpenuhi.
Pilihan kedua adalah boleh membayar seberapa adanya tapi dengan
catatan sisanya akan di bayar atau di penuhi secara bertahap oleh pihak anak
wina dalam bentuk sida atau batang dari anak rona ke pihak anak wina jika suatu
saat ada upacara adat yang di selenggarakan di keluarga besar pihak perempuan
(anak rona) dari sinilah lahir istilah "wae teku tedeng".
Namun di era modern sekarang ini, budaya ini
mengalami pergeseran. Makna budaya belis yang dulunya sebagai bentuk
penghargaan kepada pihak perempuan kini menjadi momok tersendiri bagi generasi
muda Manggarai yang hendak menikah.
Modal cinta, rasa kasih sayang, suka sama
suka tidaklah cukup untuk membawa hubungan ke plaminan, akan tetapi untuk
melengkapi itu semua adalah persiapan material yang kemudian dimaknai dengan
kata belis. Atau singkatnya model itu tidak cukup tetapi harus dibarengi dengan
modal.
Ketika budaya belis di susupi oleh faktor ekonomi,
maka tujuan luhur dari belis itu tergantikan oleh kalkulasi dagang
(hitung-hitungan untung rugi) yang dilakukan oleh pihak anak rona sehingga
belis pun mengalami peningkatan dan tak jarang belis menjadi ajang jual beli
anak perempuan.
Hal ini di buktikan dengan upaya tawar menawar harga belis dan
tak jarang hubungan kedua calon mempelai harus kandas di tengah jalan karena
pihak anak wina tidak sanggup membayar tuntutan belis yang di tetapkan oleh
pihak anak rona.
Saat ini nilai belis di manggarai ditentukan oleh
faktor pendidikan dan status sosial, semakin tinggi pendidikan seorang
perempuan, maka nilai belis yang di tetapkan pun akan smakin besar.
Sebagai contoh, belis untuk sorang perempuan dengan kualifikasi pendidikan S1
berkisar antara 75 juta - 100 juta. Jika saja pihak anak wina tidak
menyanggupinya maka hubungan kedua calon mempelai akan kandas di tengah jalan
atau bubar.
Pertanyaanya ini bentuk penghargaan atau transaksi jual beli anak
perempuan? Apakah belis yang sangat amat besar itu berimplikasi terhadap
peningkatan ekonomi pihak anak rona?
Melihat fakta yang terjadi sekarang ini harus
diakui bahwasanya budaya belis di manggarai telah mengalami pergeseran makna
dan itu sangat nyata sekali.
Yang kedua tidak terdapat variabel yang
menghubungkan antara jumlah belis yang di berikan ke pihak anak rona dengan
peningkatan kualitas hidup keluarga anak rona. (tetap saja miskin meskipun
belis yang di terima bisa mencapai 100 juta).
Maka pertanyaan berikutnya
menjadi bahan refleksi kita adalah ke mana larinya uang belis tersebut? akankah
belis di masa depan akan terus mengalami peningkatan? bagaimana seharusnya kita
menyikapi maslah ini?
Ketika belis di jadikan ajang menunjukan
drajat kluarga anak rona, maka nilainya pun tak terbayarkan, oleh anak wina dan
cendrung menjerumuskan pihak anak wina ke dalam lingkaran kemiskinan dan
kebodohan.
Suatu sistem budaya dan adat di manggarai yang hingga kini mengalami
pergeseran makna dan cendrung di manfaatkan untuk meraup keuntungan.
Alih-alih
mempertahankan budaya, ada maksud terselubung dibaliknya maksud yang menjadikan
setiap kaum perempuan di setarakan dengan barang yg memiliki nilai jual
tinggi...
inilah realita inilah adat yang terjadi secara terus menerus sampai
kapan? dari dulu hingga nanti....kecuali ada kesadran dari setiap generasi mudah
manggarai kesadaran untuk mengembalikan budaya belis ke tujuan awal belis itu
terbentuk.
tulisan ini sudah pernah di terbitkan di media online flobamoradewata dan floreseditorial edisi 9 dan 12 september 2016 BACA JUGA 1.Orang Manggarai Dan Prinsip Hidup Yang Di Anutnya 2. Molas Manggarai Dan Bedak Viva Nomor 5 3. makna "lalong bakok du lako lalong rombeng du kole" bagi seorang mahasiswa 4.mengapa orang manggarai itu ramah? 5.Asal- Usul uku Rangga Dan uku Paan di tanah manus manggarai Timur |
Budaya belis adalah
salah satu bagian dari warisan budaya yang ada di manggarai raya. Namun
warisan yang mahaluhur itu mendapat sorotan yang begitu tajam dari
masyarakat yang sedang bergulat dengan budayanya sendiri.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/che_1/belis-di-manggarai-flores-barat_5518bcfca333119a10b6592e