sketsa wajah manusia kerdil asal flores sumber jurnal nature.com |
spesies dari genus Homo, yang memiliki tubuh dan volume otak kecil, berdasarkan serial subfosil (sisa-sisa tubuh yang belum sepenuhnya membatu) dari sembilan individu yang ditemukan di Liang Bua, Pulau Flores, pada tahun 2001. Kesembilan sisa-sisa tulang itu (diberi kode LB1 sampai LB9) menunjukkan postur paling tinggi sepinggang manusia moderen (sekitar 100 cm).
Para pakar antropologi dari tim gabungan Australia
dan Indonesia
berargumen menggunakan berbagai ciri-ciri, baik ukuran tengkorak,
ukuran tulang,
kondisi kerangka yang tidak memfosil, serta temuan-temuan sisa tulang hewan dan
alat-alat di sekitarnya Usia seri kerangka ini diperkirakan berasal dari 94.000
hingga 13.000 tahun yang lalu.
Liang Buah, tempat ditemukannya sisa-sisa
kerangka ini, sudah sejak masa penjajahan menjadi tempat ekskavasi arkeologi
dan paleontologi.
Hingga 1989, telah ditemukan banyak kerangka Homo sapiens dan berbagai mamalia (seperti
makhluk mirip gajah
Stegodon,
biawak, serta tikus besar) yang
barangkali menjadi bahan makanan mereka. Di samping itu ditemukan pula
alat-alat batu seperti pisau, beliung, mata panah, arang, serta tulang yang
terbakar, yang menunjukkan tingkat peradaban penghuninya.
Kerja sama penggalian Indonesia-Australia dimulai
tahun 2001 untuk mencari jejak peninggalan migrasi nenek moyang orang Aborigin
Australia di Indonesia. Tim Indonesia dipimpin oleh Raden Pandji Soejono dari Puslitbang
Arkeologi Nasional (dulu Puslit Arkenas) dan tim Australia dipimpin oleh Mike Morwood dari Universitas New
England. Pada bulan September 2003, setelah penggalian pada kedalaman lima
meter (ekspedisi sebelumnya tidak pernah mencapai kedalaman itu), ditemukan
kerangka mirip manusia tetapi luar biasa kerdil, yang kemudian disebut H.
floresiensis. Tulang-tulang itu tidak membatu (bukan fosil) tetapi rapuh
dan lembap. Terdapat sembilan individu namun tidak ada yang lengkap.
Diperkirakan, Liang Bua dipakai sebagai tempat pekuburan. Untuk pemindahan, dilakukan
pengeringan dan perekatan terlebih dahulu.
peneliti Mike Morwood di gua Liang Bua, tempat dimana mereka menemukan Homo floresiensis. sumber: nature.com |
Individu terlengkap, LB1, diperkirakan adalah
betina, ditemukan pada lapisan berusia sekitar 18.000 tahun, terdiri dari
tengkorak, tiga tungkai (tidak ada lengan kiri), serta beberapa tulang badan.
Individu-individu lainnya berusia antara 94.000 dan 13.000 tahun. Walaupun
tidak membatu, tidak dapat diperoleh sisa material
genetik, sehingga tidak memungkinkan analisis DNA untuk dilakukan.
Perlu disadari bahwa pendugaan usia ini dilakukan berdasarkan usia lapisan
tanah bukan dari tulangnya sendiri, sehingga dimungkinkan usia lapisan lebih
tua daripada usia kerangka. Pendugaan usia kerangka dengan radiokarbon sulit
dilakukan karena metode konservasi tulang tidak memungkinkan teknik itu untuk
dilakukan.
Pendapat bahwa fosil ini berasal dari spesies
bukan manusia ditentang oleh kelompok peneliti yang juga terlibat dalam
penelitian ini, dimotori oleh Prof. Teuku
Jacob dari UGM.
Berdasarkan temuannya, fosil dari Liang Bua ini berasal dari sekelompok orang
katai Flores, yang sampai sekarang masih bisa diamati pada beberapa populasi di
sekitar lokasi penemuan, yang menderita gangguan pertumbuhan yang disebut mikrosefali ("kepala
kecil").
Menurut tim ini, sisa manusia dari Liang Bua merupakan moyang manusia katai Homo
sapiens yang sekarang juga masih hidup di Flores dan termasuk kelompok Australomelanesoid.
Kerangka yang ditemukan terbaring di Liang Bua itu menderita microcephali, yaitu bertengkorak
kecil dan berotak kecil.
Victor Darung, 83, (kedua dari kanan) dan istri berpose bersama kepala pariwisata Manggarai Valentinus Sene (kanan ) di Rampasasa, Kabupaten Waeri yg mnjadi dasar bagi pemikiran Prof. Teuku Jacob |
Perdebatan yang terjadi sempat memanas, bahkan
sampai membuat Liang Bua dan beberapa gua di sekitarnya dinyatakan tertutup
untuk peneliti asing. Sepeninggal Prof. Jacob (wafat 2007), lokasi penemuan
kembali dapat diakses bagi penelitian.
Pada bulan September 2007, para ilmuwan peneliti Homo
floresiensis menemukan petunjuk baru berdasarkan pengamatan terhadap
pergelangan tangan fosil yang ditemukan. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa Homo
floresiensis bukan merupakan manusia modern melainkan merupakan spesies
yang berbeda. Hal ini sekaligus menjadi jawaban terhadap tentangan sejumlah
ilmuwan mengenai keabsahan spesies baru ini karena hasil penemuan menunjukkan
bahwa tulang Homo floresiensis berbeda dari tulang Homo sapiens
(manusia modern) maupun manusia Neandertal.
Dua publikasi pada tahun 2009 memperkuat argumen
bahwa spesimen LB1 lebih primitif daripada H. sapiens dan berada pada
wilayah variasi H. erectus. Publikasi pertama yang dimuat di Anthropological
Science membandingkan LB1 dengan spesimen H. sapiens (baik normal
maupun patologis) dan beberapa Homo primitif. Hasil kajian morfometri
ini menunjukkan bahwa H. floresiensis tidak dapat dipisahkan dari H.
erectus dan berbeda dari H. sapiens normal maupun patologis karena
mikrosefali.
Hasil analisis kladistika dan statistika
morfometri terhadap tengkorak dan bagian tulang lainnya dari individu LB1
(betina), dan dibandingkan dengan manusia modern, manusia modern dengan
mikrosefali, beberapa kelompok masyarakat pigmi di Afrika dan Asia, serta tengkorak hominin purba menunjukkan bahwa H.
floresiensis secara nyata memiliki ciri-ciri berbeda dari manusia modern
dan lebih dekat kepada hominin purba, sebagaimana dimuat dalam jurnal Significance. Meskipun demikian, kedua kajian ini tidak membandingkan H. floresiensis
dengan kerangka manusia kerdil Flores yang menderita mikrosefali.
Di
tengah-tengah kontroversi ini, dunia purbakala kembali heboh karena tanggal 8
Juni 2016 lalu dipublikasikan hasil temuan baru fosil di Journal nature yang
merupakan jurnal ilmiah paling bergengsi dunia yang diperkirakan usianya
500,000 tahun lebih tua dari temuan pertama sehingga fosil yang baru ditemukan
ini diperkirakan berumur 700.000 tahun.
Temuan terbaru berupa gigi manusia kedil Flores.Sumber: ABC, Kinaz Riza/Nature |
Perbandingan ukuran tubuh manusia kerdil Flores (homo Floresiensis) dengan spesies lainnya. |
sumber : di terjemahkan dari jurnal nature.com