- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Sejarah Beo Mbata Manus Manggarai Timur

    Penulis: Antonius Rahu | Editor:Tim Redaksi
    06 Oktober, 2016, 00:02 WIB Last Updated 2017-03-01T16:43:20Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1


    Beo Mbata di potret dari golo robo

    Sinar mentari pagi samar-samar menusuk kulit bumi. Pagi yang cerah berubah sayu dalam cahaya pantulan di lembah Mbata. Hanya bayangan meruncing, lalu merayap perlahan dan lenyap.

    Mbata terlalu kokoh memunggungi sinar itu. Hingga ia pun mengalah setelah bulu-bulu cahaya itu meninggi, memecah bayang. 

    Sementara, Deretan pegunungan melingkar bagaikan dinding penghalang sekaligus pelindung. Itulah Mbata sebuah nama yang selalu mengingatkanku akan masa kecil.

     Mbata adalah sebuah perkampungan (beo) yang terdiri dari beberapa kampung kecil. Dahulu konon katanya menurut cerita Almarhum Nenek Rosalia Ja,ung yang masih terngiang di benaku hingga saat ini. 

    Mbata adalah sebuah areal perkebunan (warga setempat menyebutnya uma) milik orang Ngusu. Karena jarak antara Ngusu dan Mbata lumayan jauh, apalagi di tambah dengan tanjakan Golo Robo yang ekstream maka orang Ngusu yang memiliki uma di Mbata sering bermukim untuk sementara waktu sampai musim panen tiba, (kegiatan bermukim ini disebut mbong) di Mbata.

    Lama kelamaan mungkin karena alasan sumber makanan yang tersedia cukup, ditambah lagi dengan tanahnya yang subur, maka semakin banyak orang Ngusu yang bermukim di Mbata. 

    Dalam perkembangan selanjutnya bukan hanya orang Ngusu yang mendiami daerah ini, melainkan orang luar juga. 

    Memang tidak ada catatan yang jelas mengenai kapan tepatnya daerah mbong ini dinaikan statusnya menjadi perkampungan atau beo Mbata, akan tetapi beberapa bukti yang cukup autentik seolah menceritakan fakta yang sebenarnya. 

    Jika di perhatikan dengan saksama, kepemilikan areal perkebunan kopi yang berhektar-hektar luasnya dari wae Bron hingga Zong, yang kini menjadi ikon dan kebanggaan orang Mbata hampir 70 persen milik orang Ngusu. Sisanya 30 persen milik orang Mbata. 

    Demikian juga jika di lihat dari kepemilikan areal persawahan sebut saja Beka, Wae Sle dll. 

    Memang harus di akui populasi orang Ngusu yang masih memiliki sawah di Beka kian menurun salah satu alasanya adalah karena jaraknya yang jauh, ini kemudian menjadi alasan bagi orang Ngusu untuk menjual tanahnya.
    angkutan umum yg melewati beo mbata
    Jika di lihat dari status kepemilikan wilayah lodok, maka Mbata merupakan daerah di bawah kekuasaan orang Ngusu dengan lodok Gilongnya, di mana otoritas tertinggi adalah orang-orang Ngusu. 

    Sebut saja Meka Ngga sebagai tu,a Teno. Ini lagi-lagi menghantarkan kita pada sebuah kebenaran asumsi bahwasanya Mbata merupakan daerah mbong nya orang Ngusu yang kemudian dinaikan statusnya menjadi beo Mbata karena jumlah orang yang mbong di Mbata sudah memenuhi syarat untuk di jadikan Beo. 

    Apa lagi beberapa syarat dari berdirinya Beo bagi orang Manggarai adalah adanya perkebunan sebagai sumber makanan (uma atau lodokn pe,an), adanya wae teku (sumber mata air) seperti wae waka wu,an dan wae si,or/wae sle dan jumlah orang yang bermukim di suatu tempat memenuhi persyaratan.

    Dengan penduduk yang semakin bertambah, kini Mbata yang dulunya menjadi daerah mbong berubah menjadi perkampungan atau Beo dengan perkembangan yang sangat pesat. 

    Hal tersebut didukung dengan berdirinya beberapa fasilitas public seperti sekolah, Puskesmas dan sebagainya menjadikan Beo Mbata semakin ramai. 

    Apa lagi kini Mbata sudah dialiri listrik PLN dari Borong, maka saya yakin Mbata yang dulunya merupakan daerah mbong kini berubah menjadi beo yang sangat pesat perkembanganya. 

    Meskipun Beo Mbata yang berada di balik gunung namun ada memori masa lalu yang masih tersimpan. Memori yang selalu menimbulkan adanya kerinduan dalam hati. 

    Kerinduan untuk kembali merajut masa lalu yang terkubur, kerinduan untuk menuntun ase-ase saya yang masih perlu dicerdaskan, dan kerinduan untuk melihat senyuman lopo Dortea Dai dan mekas Saltus Baru. 

    Merasakan nikmatnya minum kopi tanpa Gula (kopi pa,it) dan tete Ndate, kerinduan untuk menyapa mekas mama agu lopo nina, serta ase-ka,e di Mbata.
    Antonius Rahu


    Penulis adalah Mahasiswa tingkat Akhir jurusan pendidikan Matematika di IKIP PGRI Bali, alumnus SDK Mbata tahun 2004, SMP N 1 Ruteng 2007, dan SMA N 1 Ruteng tahun 2010.
    Komentar

    Tampilkan

    ads