Oleh Antonius Rahu
Agama dan Politik merupakan dua aspek penting yang
dapat mempengaruhi karakter manusia. Sejarah mencatat, tokoh, komunitas, dan
institusi keagamaan bisa berperan menjadi penjaga moral masyarakat serta
pengkritik kekuasaan
yang garang.
yang garang.
Bagaikan Serial Tom And Jerry
Agama bisa menjadi sumber energi luar biasa untuk
melakukan perlawanan terhadap rezim korup dan despotik.
Sikap Gereja Katolik terhadap konflik pantai pede, konflik tambang di Reo sampai tragedi rabu berdarah hanyalah sederet contoh sejarah dimana agama telah melakukan fungsi kritisnya sebagai medium kritik sosial sebuah masyarakat sekaligus sarana perubahan politik sebuah tatanan kekuasaan.
Sikap Gereja Katolik terhadap konflik pantai pede, konflik tambang di Reo sampai tragedi rabu berdarah hanyalah sederet contoh sejarah dimana agama telah melakukan fungsi kritisnya sebagai medium kritik sosial sebuah masyarakat sekaligus sarana perubahan politik sebuah tatanan kekuasaan.
Bukan hanya agama yang melakukan perlawanan terhadap
politik. Politik juga sering melawan, mengintimidasi, dan menghancurkan agama. Politik
sering kali menumpangi agama untuk memperoleh legitimasinya.
Dengan kata lain, hubungan sekaligus nasib agama dan politik akan ditentukan oleh otoritas mana yang paling kuat dan dominan dari keduanya serta bagaimana watak dan karakter para elit politik dan elit agama yang kebetulan berkuasa.
Jika politik menjadi “superordinat”, maka agama akan berpotensi menjadi “subordinat”. Begitu pula sebaliknya.
Dengan kata lain, hubungan sekaligus nasib agama dan politik akan ditentukan oleh otoritas mana yang paling kuat dan dominan dari keduanya serta bagaimana watak dan karakter para elit politik dan elit agama yang kebetulan berkuasa.
Jika politik menjadi “superordinat”, maka agama akan berpotensi menjadi “subordinat”. Begitu pula sebaliknya.
Tetapi di sisi lain, agama juga bisa berfungsi
sebagai “stempel” atau legitimator politik-kekuasaan. Di sejumlah negara,
dewasa ini agama dan politik banyak melakukan “perkawinan” dan menjalin
hubungan “simbiosis mutualisme”:
politik memberi jaminan proteksi keamanan masyarakat agama, sementara agama memberi “legitimasi teologis” untuk melanggengkan kekuasaan politik.
politik memberi jaminan proteksi keamanan masyarakat agama, sementara agama memberi “legitimasi teologis” untuk melanggengkan kekuasaan politik.
Dalam konteks ini, secara teori, maka hubungan
agama dan politik adalah sejajar (koordinat), bukan saling mendominasi dan
menguasai tetapi saling melengkapi dan menguntungkan satu sama lain.
Meskipun
dalam prakteknya tentu saja tetap terjadi “perselingkuhan” sana-sini dimana
agama atau politik mencoba “main mata” dan “berselingkuh” dengan pihak lain
diluar komunitas agama (misalnya kelompok adat, kaum pebisnis, sekuler-ateis,
dll) atau bahkan secara diam-diam saling menjegal dan mendelegitimasi otoritas
masing-masing.
Dalam hal ini agama dan politik merupakan dua hal yang saling mengisi kekurangan, akan tetapi terkadang saling menjatuhkan bagaikan serial televisi Tomm And Jerry.
Dalam hal ini agama dan politik merupakan dua hal yang saling mengisi kekurangan, akan tetapi terkadang saling menjatuhkan bagaikan serial televisi Tomm And Jerry.
Jeratan Politik
Diktum-diktum keagamaan (ajaran, diskursus, teks,
norma dan lain sebagainya) memang sangat lentur dan fleksibel sehingga mudah
untuk diseret-seret kesana-kemari sesuai dengan kepentingan pemeluknya.
Fenomena Ahok merupakan satu contoh nyata di mana
Politik berusaha menunggangi agama untuk mendapatkan legitimasi. Dengan dalil
“penistaan agama” para elit-elit politik yang bertarung dalam perhelatan pemilu
DKI Jakarta berusaha memobilisasi masa dan menggunakan lokomotif agama untuk
menjegal Basuki tjahya Purnama alias Ahok dari bursa calon Gubernur petahana yang memiliki tingkat
elektabilitas tinggi dalam beberapa survey yang dilakukan oleh lembaga survey.
Dengan memanfaatkan ormas-ormas agama para
elit-elit politik negeri ini tidak
segan-segan untuk memobilisasi massa (dan bahkan Tuhan) dengan menggunakan
sentimen-sentimen primordial agama dan etnisitas demi mencapai kepentingan politik-ekonomi
pragmatis.
Inilah yang di maksud dengan “politik agama”, yakni “pemerkosaan agama” oleh sejumlah kelompok agama demi kepentingan politik praktis sektarian.
Inilah yang di maksud dengan “politik agama”, yakni “pemerkosaan agama” oleh sejumlah kelompok agama demi kepentingan politik praktis sektarian.
Alih-alih menjerat dan mengadili Ahok, dengan
jeratan “penistaan agama” jeratan yang digunakanpun kini di pertanyakan.
Meskipun ahok sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun mengapa masih ada yang ngotot Ahok harus di tangkap? mengapa harus ada aksi demo 2-12?
Meskipun ahok sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun mengapa masih ada yang ngotot Ahok harus di tangkap? mengapa harus ada aksi demo 2-12?
Jawabanya memang hanya satu yakni dalam hal ini
public sedang di suguhkan dengan sebuah tontonan yang fulgar bagaimana politik
berusaha menghancurkan agama.
Para elit-elit politik di negeri ini sedang berusaha menjadi dalang atau sutradara yang bekerja di belakang layar, mendesain sebuah atraksi yang melibatkan masyarakat kecil (yang berdemo) sebagai wayang atau aktor.
Para elit-elit politik di negeri ini sedang berusaha menjadi dalang atau sutradara yang bekerja di belakang layar, mendesain sebuah atraksi yang melibatkan masyarakat kecil (yang berdemo) sebagai wayang atau aktor.
Hasilnya adalah aksi demonstrasi tanggal 4 november,
demonstrasi yang awalnya damai namun berakhir ricuh setelah pihak keamanan
berusaha untuk membubarkan masa yang berdemonstrasi.
Proses Hukum
Pilihan yang cukup rasional dan menjadi ending dari serial tayangan fulgar karya elit-elit
politik negeri ini yang saat ini tengah
di pertontonkan kepada public adalah melalui jalur hukum.
Hukum bisa
mendinginkan dan menyelesaikan persoalan kedua kubu (ahok dan demonstran) yang
tengah berseteru. Meskipun Ahok sudah beberapa kali menyampaikan permohonan
maafnya atas video yang dipersoalkan, namun proses hukum adalah salah satu opsi
yang sangat baik untuk di lakukan.
Basuki tjahja Purnama harus diproses secara hukum
sehingga secepatnya perseteruan ini akan usai. Jika memang terbukti basuki
Tjahja Purnama melakukan penistaan agama maka segera ditetapkan sebagai
tersangka.
Namun para demonstran juga harus bisa menerima manakalah hukum
mengatakan basuki tidak terbukti melakukan penistaan agama. Namun kenyataanya meskipun proses hukum sudah dan sedang di jalankan masih ada aksi demo 2-12 yang merepresentasikan adanya motif lain dari para elite politik di negeri ini.
Aksi demo 2-12 merupakan bukti nyata jika motif utama para pelaku adalah untuk menjegal Ahok dari bursa calon Gubernur sekaligus untuk mengganggu stabilitas politik serta keamanan Nasional ini tidak boleh di biarkan.
Demonstrasi merupakan bentuk penyampaian pendapat dalam sistem negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan namun, kebebasan itu ada batasnya.
Aksi demo 2-12 merupakan bukti nyata jika motif utama para pelaku adalah untuk menjegal Ahok dari bursa calon Gubernur sekaligus untuk mengganggu stabilitas politik serta keamanan Nasional ini tidak boleh di biarkan.
Demonstrasi merupakan bentuk penyampaian pendapat dalam sistem negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan namun, kebebasan itu ada batasnya.
Penulis: Mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan Matematika di IKIP
PGRI Bali
artikel ini sudah pernah di publikasikan di salah satu media online floreseditorial.com edisi 5 november 2016
artikel ini sudah pernah di publikasikan di salah satu media online floreseditorial.com edisi 5 november 2016