- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Ketika Muhamad Jahidin Bertopi Songkok di Ibu Kota

    Tim Redaksi | Editor: Antonius Rahu
    02 November, 2016, 23:31 WIB Last Updated 2022-07-12T10:09:09Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1

    “sebagai kaum muda Manggarai alangkah eloknya jika Jahidin mengenakan topi songkok dalam acara diskusi public seperti yang dilakukan oleh Ruhut Sitompul beberapa waktu lalu, dari pada mengikuti aksi demonstrasi yang hanya mewakili kelompoknya tapi bertentangan dengan pandangan orang Manggarai secara umum namun menyeret orang Manggarai kedalam pusaran konflik melalui atribut songkok yang dikenakan.”
    Antonius Rahu

    Oleh Antonius Rahu

    Ketika Bola panas bernama “penistaan agama” itu menggelinding dalam arena pilgub DKI maka, semesta pembicaraan publik pun kini berubah dari yang hanya sebatas politik sekarang merambah ke panggung agama.

     Awal mulanya hanya berasal dari pernyataan calon gubernur petahana Basuki Tjahja Purnama di kepulauan seribu, tentang surat Almaidah ayat 51 namun karena tensi politik di DKI kian memanas maka pernyataan ini pun ditafsirkan secara berbeda oleh beberapa kaum yang kemudian menimbulkan pro kontra dalam masyarakat.

    Pro kontra pun kian memanas buntutnya adalah adanya demonstrasi yang dilakukan oleh beberapa ormas muslim di DKI yang dipimpin langsung oleh salah satu ormas muslim terbesar yakni Front Pembela Islam atau yang sering dikenal dengan sebutan FPI. 

    Bericara tentang PILGUB DKI dan aksi demonstrasi ormas Muslim di ibu kota yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan, tepatnya kemarin rabu 3 november 2016 ada satu topik yang menarik perhatian publik terutama di kalangan orang Manggarai Raya, setelah di halaman depan media online floreseditorial.com menurunkan berita dengan judul “camat komodo mengecam warganya yang memakai topi songke Manggarai saat demo FPI di DKI”. 

    Berita ini langsung menyedot perhatian publik terutama di kalangan orang Manggarai Raya meklum salah satu oknum yang katanya mahasiswa pasca sarjana di salah satu universitas di Jakarta yang merupakan peserta demo tertangkap camera wartawan mengenakan topi peci bermotif songke atau yang sering di sebut songkok di Manggarai. 

    Dalam berita tersebut juga tidak dijelaskan mengapa oknum misterius tersebut mengenakan songkok saat mengikuti aksi demo di DKI bersama FPI beberapawaktu lalu. 

    Hal tersebut langsung menuai kecaman dari warga Manggarai Raya, bahkan caci maki yang dialamatkan kepada oknum yang kemudian diakui bernama Mohamad Jahidin pun menghiasi status di jejaring sosial warga Manggarai Raya. 

    Lalu mengapa orang Manggarai Marah? Mengapa orang Manggarai tidak marah setelah sebelumnya  Ruhut sitompul yang bukan orang Manggarai juga pernah mengenakan topi yang sama dalam diskusi politik di stasiun televisi swasta nasional?

    Orang Manggarai tampaknya kesal dengan ulah Mohamad Jahidin, karena  mengenakan songkok yang khas dengan adat Manggarai apa lagi pemakainya berada di tengah kerumunan ormas FPI yang sedang berdemonstrasi dan itu sangat tidak merepresentasikan bahkan bertentangan dengan pandangan warga Manggarai Raya secara umum. 

    Dalam surat pernyataan yang kembali diturunkan di media floreseditorial.com Jahidin menyampaikan maafnya kepada masyarakat Manggarai Raya. 

    Mohamad Jahidin berargumen “pemakaian songkok dalam aksi demonya bersama ormas FPI adalah bentuk pelestarian kekayaan budaya  Manggarai, penggunaan songkok tersebut bukan berarti memberikan dukungan dari masyarakat Manggarai Raya.” 

     Akan tetapi yang perlu diingat adalah atribut adat yang dikenakan oleh seseorang bisa saja merepresentasikan identitas orang tersebut dan bisa saja ini menggiring opini publik terutama di luar orang Manggarai bahwasanya orang Manggarai Raya  juga mendukung aksi demo yang dilakukan Jahidin dan teman-temanya di Ibu kota. 

    Yang perlu diingat kembali adalah Mohamad Jahidin mengikuti aksi demo tersebut mewakili kelompok dan dirinya sendiri, bukan mewakili masyarakat Manggarai Raya. 

    Akan tetapi Jahidin telah berusaha menyeret-nyeret orang Manggarai ke dalam pusaran konflik yang tengah menggelinding di pusat Ibu kota tersebut melalui pemakaian atribut songkok, hal ini bisa saja ditafsirkan sebagai bentuk dukungan masyarakat Manggarai Raya dalam aksi demo FPI di Ibukota. 

    Sebagai kaum mudah Manggarai sudah selayaknya kita menjunjung tinggi adat dan budaya kita, melalui penggunaan atribut adat seperti songkok, kain tenun songke dan sebagainya. 

    Itu memang patut diacungi jempol namun ada satu hal yang harus diperhatikan yakni pemakaianya harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi. 

    Apa yang dilakukan oleh Jahidin adalah pemakaian atribut adat yang tidak pada tempatnya dan ini sangat berbahaya bagi kerukunan umat beragama di tanah Manggarai. 

    Di sisi lain Jahidin mau menyeret masyarakat Manggarai ke dalam pusaran konflik yang kian memanas di ibukota. 

    Oleh karena itu, sebagai kaum mudah yang juga berasal dari Manggarai saya berpandangan bahwa alangkah eloknya, jika Jahidin mengenakan topi songkok tersebut dalam acara diskusi publik seperti yang dilakukan oleh Ruhut Sitompul beberapa waktu lalu.

    Hal ini sangat diapresiasi oleh masyarakat Manggarai, dari pada mengikuti aksi demonstrasi yang hanya mewakili kelompoknya tapi bertentangan dengan pandangan orang Manggarai secara umum namun menyeret orang Manggarai melalui atribut songkok yang dikenakan. 

    Sehingga tidak ada lagi kebencian dan rasa dendam di kalangan masyarakat Manggarai. 

    Dan menjadi mahasiswa Manggarai yang benar-benar membanggakan orang Manggarai bukan sebaliknya menimbulkan kegaduhan dan amarah.

    Penulis: Mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan Matematika di IKIP PGRI Bali berasal dari Manggarai.

    tulisan ini sudah pernah di publikasikan di media online floreseditorial edisi 4 november 2016
    Komentar

    Tampilkan

    ads