atraksi caci |
Mendengar kata ‘caci maki’, saya teringat akan budaya caci orang manggarai-Flores-NTT.
Dalam pentasan permainan/budaya caci ini, ada dua kubu yang bertarung berhadap-hadapan, dengan menggunakan alat serang yang disebut ‘larik’ ( cambuk yang terbuat dari kulit kerbau yang dilkeringkan).
Pihak sebelah menangkisnya dengan memakai ‘nggiling’ (perisai berbentuk bulat yang terbuat dari kulit kerbau, berdiameter kira-kira 60cm.)
Selain itu ada kayu melengkung yang terbuat dari rotan, hampir setengah lingkaran yg diangkat di atas kepala bersamaan dengan ‘nggiling’ di depan muka.
Yang satu mencambuk, yang lain siaga satu dengan perisai untuk menangkis serangan. Tidak boleh mencambuk saat lawan belum siap siaga menangkis.
Selanjutnya bertukar posisi, yang mencambuk giliran menangkis serangan. Mencambuk dan menangkis dilakukan bergantian selama pertarungan berlangsung 2 s.d. 3 hari lamanya.
Caci tampaknya mempertontonkan kekerasan, tetapi menjadi sajian yang indah dan seru karena dikemas dengan seni dan budaya.
Hubungi kami di WA 082342994060 untuk pemasangan Iklan |
Luka kena cambukkan selalu mungkin terjadi. Sakit, perih, dan berdarah-darah. Tetapi walaupun sakit terkena cambukan karena kita lemah menangkis di sisi tertentu, kita tidak boleh sekali-kali maki. Nah bahaya kalo keluar kata maki. Bisa rusak semuanya.
Berdebat dan berargumentasi sebenarnya juga mengandung filosofi seperti dalam caci ini. Orang Indonesia umumnya terkenal jago debat, lihai berargumentasi, lihai mencari cela kelemahan lawan bicara. Itu prestasi, itu keunggulan, asalkan jangan sampai menyertakan ‘maki’ di sini.
Kita perlu belajar berdebat dari budaya caci ini; posisi debat harus dengan yang selevel, yang siap menyerang dan menangkis, dengan catatan tidak menyertakan kata-kata maki, hinaan, celaan, dan sejenisnya kepada lawan.
Hubungi kami di WA 082342994060 untuk pemasangan Iklan |
Apa yang dicari dalam permainan caci? Kemenangan? Sebenarnya itu bukan yang utama, itu hanya hasil akhir saja. Yang terpenting adalah “lomes”, seni, keindahan dan kebersamaan.
Begitu juga dalam berdebat, bukan cari kalah-menang, tetapi seni berpikir dalam kebersamaan, dan kita bisa belajar dari orang lain utk bisa semakin cerdas dan matang dalam berpikir dan bertingkah benar.
Penulis:
Yon Lesek
pimpinan Redaksi penerbit Obor Indonesia tinggal di Jakarta
BACA JUGA