Ketika Anhar Gonggong berbicara di depan acara
Seminar dan Dialog Budaya dalam rangka kegiatan Festival Keraton Nusantara
IX-2014 yang berlangsung di Paruga Na’e Kota Bima, tanggal 8 September 2014
silam, beliau dengan berapi-api menjelaskan bahwa kebudayaan harus dipelajari.
Di dalamnya, banyak jenisnya.
Salah satunya adalah tradisi lisan pada zamannya
yang merupakan kristilisasi pemikiran positif masyarakat pendukungnya.
Menurut Anhar Gonggong,yang sejarawan itu, kebudayaan harus dimaknai secara utuh melalui sejarah, sebab nilai yang terkandung dalam kebudayaan dianggap tidak pernah menanamkan bibit konflik terhadap masyarakat.
Itu pernah ada di zaman kerajaan/kesultanan tempo dulu.
Menurut Anhar Gonggong,yang sejarawan itu, kebudayaan harus dimaknai secara utuh melalui sejarah, sebab nilai yang terkandung dalam kebudayaan dianggap tidak pernah menanamkan bibit konflik terhadap masyarakat.
Itu pernah ada di zaman kerajaan/kesultanan tempo dulu.
Iya, itulah sebabnya pada zaman lalu, banyak yang
datang ke pusat kerajaan/Kesultanan untuk belajar ilmu yang positif, dan
setelah kembali ke kerajaannya dia aplikasikan nilai-nilai tersebut di
kerajaannya, demi langgengnya kebersamaan di dalam kerajaan termasuk hubungan
dengan masyarakat dalam kerajaan/kesultanan.
Namun untuk sekarang, fakta riil menunjukkan bahwa
orang lebih berusaha memperoleh kecrdasan saja tanpa memperhitungkan apakah
ilmunya sudah tercerahkan atau terpahami oleh warga masyarakat, nampaknya tak
terpikir oleh orang yang menyatakan dirinya pintar.
Nah, ketika itu terjadi, berarti, ada kendala yang terjadi. Oleh karena itu, perlu ada solusi, sebagai langkah praktis mengantisipasi masalah.
Nah, ketika itu terjadi, berarti, ada kendala yang terjadi. Oleh karena itu, perlu ada solusi, sebagai langkah praktis mengantisipasi masalah.
Anhar meminta peserta seminar, agar lebih cerdas
dan lebih jernih memahami dan memaknai kebudayaan di daerahnya, sehingga bisa
memberikan manfaat besar bagi kemajuan kebudayaan daerahnya dan pada
gilirannya, kerajaan/kesultanannya diakui pihak lain.
”Langkah tersebut mampu meminimalisasikan munculnya potensi konflik”, ujarnya dalam meanggapi komentar peserta terkait sering terjadinya konflik di berbagai tempat saat ini.
”Langkah tersebut mampu meminimalisasikan munculnya potensi konflik”, ujarnya dalam meanggapi komentar peserta terkait sering terjadinya konflik di berbagai tempat saat ini.
Pencerahan Gonggong, memotivasi saya untuk
mencermati kembali tradisi lisan di kampungku.
Saya melihat fakta yang diutarakannya, ya kena juga di daerahku. Maka, sejak itu, saya menggali tradisi lisan yang nyaris tenggelam dimakan zaman.
Buktinya, hadirnya sebuah buku bertajuk, " MENGGALI SERPIHAN INDANG WARISAN LELUHUR KEMPO-MANGGARAI (Serpihan berupa catatan perjalanan).
Saya berkeyakinan bahwa tradisi lisan di wilayah Kehamentean Kempo-Manggarai Barat,cukup banyak, dan ini berarti tidak ketinggalan dengan daerah lain di Nusantara ini.
Tradisi lisan yang banyak mengandung nilai ini, tidak akan berguna manakala ditinggalkan oleh generasinya.
Saya melihat fakta yang diutarakannya, ya kena juga di daerahku. Maka, sejak itu, saya menggali tradisi lisan yang nyaris tenggelam dimakan zaman.
Buktinya, hadirnya sebuah buku bertajuk, " MENGGALI SERPIHAN INDANG WARISAN LELUHUR KEMPO-MANGGARAI (Serpihan berupa catatan perjalanan).
Saya berkeyakinan bahwa tradisi lisan di wilayah Kehamentean Kempo-Manggarai Barat,cukup banyak, dan ini berarti tidak ketinggalan dengan daerah lain di Nusantara ini.
Tradisi lisan yang banyak mengandung nilai ini, tidak akan berguna manakala ditinggalkan oleh generasinya.
Berangkat dari fakta riil yang ada, seperti banyak
tradisi lisan yang tenggelam termakan arus zaman, maka adalah sebuah kebanggan
kalau ada upaya untuk menggalinya sekaligus melestarikannya demi anak cucu di
masa mendatang.
Jika tradisi lisan ini terkumpul kembali, apalagi kalau sudah dibukukan, tentu anak cucu warga masyarakat Kempo ke depannya merasa bangga, karena sejarah mencatat, leluhurnya telah menghasilkan budaya positif yang patut ditiru sekaligus dicontohi demi kemaslahatan hidup.
Jika tradisi lisan ini terkumpul kembali, apalagi kalau sudah dibukukan, tentu anak cucu warga masyarakat Kempo ke depannya merasa bangga, karena sejarah mencatat, leluhurnya telah menghasilkan budaya positif yang patut ditiru sekaligus dicontohi demi kemaslahatan hidup.
Dan tentu, harapan Prof.DR. Anhar Gonggong
terealisasi jadinya, terutama terkait dengan potensi konflik di tengah
masyarakat diminimalisasikan karena warga masyarakatnya memahami sejarah
terkait tradisi positif di daerahnya seperti “indang”(nasihat) yang merupakan
salah satu hasil tradisi lisan leluhur warga Kempo, dapat dimengerti dengan
baik dan dikonsumsikan dalam keseharian.
Ini pun akan terealisasi, manakala warga masyarakat Kempo menyadari bahwa upaya mengembalikan tradisi lisan, yang termakan arus zaman tadi, memang butuh kesadaran tinggi.
Ini pun akan terealisasi, manakala warga masyarakat Kempo menyadari bahwa upaya mengembalikan tradisi lisan, yang termakan arus zaman tadi, memang butuh kesadaran tinggi.
Sebab fakta riil, di negeri ini, khususnya di
wilayah Kehamentean Kempo terjadi krisis identitas, serta lemahnya solidaritas
dalam bermasyarakat. Ini berarti pula, tradisi lisan warisan leluhur dalam perkembangannya
dewasa ini bukan tanpa kendala dan hambatan.
Dalam perjalanan sejarah, tradisi dan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Kempo yang merupakan bagian integral Manggarai Raya itu, memang dibutuhkan penanganan/pengelolaan khusus , antara lain program revitalisasi.
Dalam perjalanan sejarah, tradisi dan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Kempo yang merupakan bagian integral Manggarai Raya itu, memang dibutuhkan penanganan/pengelolaan khusus , antara lain program revitalisasi.
Sehingga warga masyarakat menyadari perlunya
semangat untuk hadirkan kembali tradisi lisan memang perlu upaya kerja keras,
kerja cerdas, dan kerja ikhlas untuk mengatasinya dengan kebijakan yang
tepat.
Konkretnya, bencana budaya seperti yang disebutkan
di atas harus diatasi dengan membuat kebijakan kebudayaan yang menempatkan
manusia sebagai titik sentral dengan mempertimbangkan keragaman dan sekaligus
keunikan yang ada di masyarakat Kempo. Iya, revitalisasi harus dilakukan,
karena fakta riil menunjukkan bahwa penuturnya sudah mulai menghilang, dari
waktu ke waktu.
Sementara proses pewarisan yang ada , berjalan
secara alamiah, yakni diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya ,
baik dalam lingkup keluarga maupun di luar lingkup keluarga tidak berlangsung
dengan baik.
Akhirnya, perlu dihadirkan pertanyaan,” Mestikahkah kita tega melupakan kearifan lokal Kempo yang banyak mengandung nilai positif itu?”***)
Akhirnya, perlu dihadirkan pertanyaan,” Mestikahkah kita tega melupakan kearifan lokal Kempo yang banyak mengandung nilai positif itu?”***)
Bersambung
Penulis: Usaman D Ganggang Putra Kempo
Provinisi NTT, alumnus SMA N 1 Ruteng dan Undana Kupang kini berdomisili di Kota Kesultanan Bima NTB.
Baca Juga