- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Bahkan Ketika SBY pun Ikut-Ikutan Baper

    Tim Redaksi | Editor: Antonius Rahu
    11 Februari, 2017, 23:04 WIB Last Updated 2017-06-04T05:06:24Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1

    Oleh Antonius Rahu***
    PilguB DKI selalu menjadi sorotan publik semenjak dimulainya kampanye yang dilakukan oleh ketiga pasangan calon (Paslon) sejak akhir tahun 2016 silam.

    Konstelasi politik di ibukota tampak memanas ketika pada awalnya Sang gubernur petahana Basuki Tjahja Purnama yang semula dicalonkan melalui lokomotif Independen, akan tetapi pada akhirnya Partai banteng berhasil merangkulnya. bersanding dengan salah seorang kader partai tersebut yakni Jarot sayful hidayat.
    Atmosfir politik ibukota kian memanas ketika perhelatan politik demi meraih simpatisan rakyat sebagai pemegang amanat tertinggi di negeri yang menganut sistem demokrasi ini pun menimbulkan rivalitas politik.
    Rivalitas politik yang tidak sehat akhirnya menimbulkan adanya upaya untuk mencampur-adukan dunia politik dan keyakinan seseorang bak nasi campur.
    Sejenak saya merasa khawatir, karena negara ini dibentuk atas dasar perbedaan, dan upaya untuk mencampur-adukan politik dan keyakinan akan menimbulkan perpecahan dan runtuhnya tembok pluralitas yang sudah susah payah kita bangun bersama.
    Dalam hal ini saya tidak akan masuk dalam konteks siapa yang salah, dan siapa yang benar dalam persoalan ini, akan tetapi upaya mencampur-adukan politik dan agama merupakan implikasi dari rivalitas politik di ibukota.
    Rivalitas politik yang menimbulkan kemelut dan juga menyisahkan rasa Baper alias bawa perasaan akibat efek domino yang ditimbulkan oleh Pilgub DKI.
    Berbicara masalah Baper biasanya rasanya sangat tidak menyenangkan, makan tidak enak, tidur tidak enak, dan bahwasanya ini sering kali dialami oleh kaum mudah yang baru putus atau diputusin.
    Bahwasanya orang yang suka Baperan itu sangat riskan dan cepat tersinggung dengan isu yang seharusnya tidak perlu dikomentari.
    orang-orang yang sedang Baper biasanya sangat mudah mengunggah status atau twit-twit yang mengungkapkan keadaan yang dialaminya.
    namun, pasca pilgub DKI, hal tersebut menegasikan hipotesa bahwasanya baper itu hanya dialami oleh kaum mudah. Rasanya sulit untuk tidak ikut mengomentari apa yang terjadi pada Presiden keenam, Susilo Bambang Yudhoyono, belakangan ini. Twitnya selalu viral dan jadi bahan lelucon netizen di media sosial.
    Padahal isi twit SBY bukan humor sama sekali. Isi twit SBY justru kadang berisi doa seperti, “Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar “hoax” berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yg lemah menang?”
    Dalam twit lainnya, SBY juga memberikan dukungan kepada ketua MUI, KH Ma’ruf Amin, yang dalam sidang kedelapan kasus Penodaan Agama dicecar oleh kuasa hukum Ahok dengan tuduhan bahwa ada telpon pesanan fatwa MUI dari SBY kepada Ma’ruf Amin—dimana SBY juga merasa bahwa telpon tersebut disadap—dengan twit “Bpk Ma’ruf Amin, senior saya, mohon sabar & tegar. Jika dimata-matai, sasarannya bukan Bpk. Kita percaya Allah maha adil.
    dan yang terbaru adalah soal kegundahan SBY pada mahaiswa yang melaksanakan aksi demo di dekat kediamanya. Dalam twitnya SBY menulis "saudara-saudariku yang mencintai hukum dan keadilan saat ini, rumah saya di kuningan di grudug ratusan orang, mereka berteriak-teriak".
    tidak hanya berhenti disitu, pada twit berikutnya bahkan Beliau malah melibatkan Presiden dan Kapolri lewat akun pribadinya SBY menulis "saya bertanya kepada bapak presiden dan kapolri, apakah saya tidak memiliki hak untuk tinggal di negeri sendiri dengan hak asasi yang saya miliki?"
    pada twitnya kali ini sejenak saya bertanya dalam hati, apakah benar bapak SBY sedang menagalami Baper alias sedang baperan?
    pada akhirnya twit tersebutpun ramai di jejaring sosial, dan sontak menjadi meme- meme lucu para netizen.
    para netizen rupanya menanggapi santai twitan-twitan SBY, bahkan cendrung hal yang dikomentari oleh Netizen adalah hal-hal yang bukan menjadi isi curhatan SBY.
     Pada twitnya yang terakhir ini mwajar jika SBY merasa gundah lalu merajut di Twitter.  Bukankah itu memang karakter SBY selama ini? Kenapa netizen malah membully beliau dengan membikin meme-meme?
    Hubungi kami di WA 082342994060 untuk pemasangan Iklan
    Coba ingat baik-baik. SBY pertama kali bisa menjadi Presiden pada tahun 2004 silam, ya karena karakter SBY model begini ini. Pada awal tahun 2004,
    SBY adalah Menkopolhukamnya Megawati dalam Kabinet Gotong Royong. Dalam berbagai kesempatan SBY mengeluh karena tak diajak rapat oleh Presiden, dan akhirnya mengundurkan diri pada Maret 2004. SBY menampilkan diri ke publik sebagai pihak yang didzalimi oleh Presiden Megawati Soekarnoputri..
    Publik bersimpati. Simpati publik inilah yang kemudian mengantarkan SBY melenggang menuju kursi  presiden—bahkan dua kali berturut-turut. SBY adalah sejenis politisi yang pandai memanfaatkan situasi ini. Apalagi masyarakat kita memang masyarakat penggemar drama, baik drama korea atau drama India.
    Hubungi kami di WA 082342994060 untuk pemasangan Iklan

    Tapi itu dulu. Saya melihat masyarakat kita sekarang sudah jauh berbeda dibandingkan 10 tahun terakhir. Terutama digawangi oleh masyarakat yang melek teknologi—sering kita kenal sebagai netizen. Apa saja adalah guyonan, karena politik tidak perlu dibawa serius.
    Situasi terbaru ini barangkali yang tidak cukup dimengerti oleh SBY. SBY masih menggunakan sosiologi masyarakat Indonesia seperti 2004 silam. Yaitu model drama-dramaan. Dan akhirnya, seperti kawan-kawan lihat sendiri. SBY tidak menuai simpati dari twit-twitnya, justru sebaliknya, jadi bahan bully dan tertawaan.
    Ini mengingatkan saya pada apa yang pernah Charlie Chaplin katakan bahwa kehidupan adalah tragedi jika dilihat dari jarak dekat dan komedi jika dilihat dari jarak jauh. Bagi SBY ini adalah tragedi, tapi bagi kita, semua ini, Pilkada DKI, cukup sebagai humor saja.

    Penulis: Aktivis Forum Komunikasi Mahasiawa Wae Mokel bali (Forkomel Bali), Alumnus SMA N 1 Ruteng Flores, NTT, saat ini tinggal di Denpasar.


    Komentar

    Tampilkan

    ads