oleh Antonius Rahu***
Beberapa waktu lalu saya membaca
sebuah koran nasional. Ada dua berita yang kontras bin miris. Pertama, ada
berita berjudul “Astaga, 6,2 Juta Warga Masih Buta Huruf
”, kemudian di
halaman yang sama ada juga berita berjudul “Gawat, Jutaan Guru Terancam
Nganggur. Kok Kenapa?”.
Usai membaca berita itu saya
termenung. Ini apa? Lelucon macam apa ini? Setelah dipikir-pikir, sepertinya
masalah utama yang menyebabkan keadaan miris itu adalah ‘nggak ketemu’.
Maksud saya bukan masalah atau
solusi yang tidak ditemukan di mana letaknya, tetapi tentang persoalan
memberi dan menerima yang tidak pernah dipertemukan. Sehingga ya begitu.
Hubungi kami di WA 082342994060 untuk pemasangan Iklan |
Solusi
semakin jauh mencapai titik-titik api permasalahan. Kemudian api masalah semakin
berkobar, asapnya kemana-mana.
‘Nggak ketemu’ ini bahaya. Lihat saja
pasangan yang sedang dimabuk asmara di sekitar kita. Tidak bertemu dalam waktu
sehari saja, tubuh mereka gemetaran, keringatan, gelisah, resah, stres dan mengganggu
konsentrasi, persis macam orang terkena penyakit anemia.
Pastinya ‘nggak ketemu’ akan
menciptakan keadaan yang semakin runyam. Istilahnya, seperti sawah yang tidak
bertemu air, jelas akan gagal panen
Entah kenapa permasalahan yang
terkadang bisa diatasi dengan cara sederhana, namun dibuat semakin rumit dan
penuh dengan perdebatan basi yang menguras waktu serta pikiran. Dua berita di
atas contohnya.
Jika ada kesempatan untuk
mempertemukan masalah buta huruf dengan masalah ancaman pengangguran bagi guru
ini, maka secara terang-terangan tindakan itu akan menjadi sebuah solusi.
Dengan demikian, sikap hidup bergaya simbiosis mutualisme jelas bisa diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Perhatikanlah alam semesta, misalnya
bunga sepatu dan lebah. Bunga sepatu dibantu dalam hal penyerbukan dan lebah mendapatkan
nektar. Adil.
Begitu juga dengan burung jalak dan kerbau, ikan badut dan anemon
laut, bunga dan kupu-kupu serta berbagai contoh lainnya yang terhampar di alam
semesta.
Pastinya jika hal bergaya simbiosis
mutualisme itu diterapkan, maka akan ada pertanyaan baru sebelum solusi ini
digerakkan, “Lalu siapa yang akan menggaji kami perbulannya?”. Klasik!
Begitulah kalau hidup di Indonesia.
Setiap perbuatan dan sikap selalu diukur dengan uang. Menurut saya, jika kita
benar-benar ingin jadi seorang guru, tidaklah sulit. Sekarang pun kita bisa
mengajar kok.
Datangi anak tetangga, anak jalanan atau siapa saja yang ingin
belajar, lalu mulailah mengajar. Simpel.
Namun masalahnya ada di pemikiran
kita yang selalu mempersoalkan tentang finansial, rezeki, ekonomi dan entah apa
lagi istilahnya. Padahal kita tahu kalau hal itu telah diatur oleh-Nya. Tapi
kenapa masih takut ya?
Jika pergerakan tak ada, maka keadaan
‘nggak ketemu’ ini semakin meluas. Maklumlah, beberapa orang di antara kita
masih memikirkan ‘nggak ketemu-nya’ antara pekerjaan dan penghasilan yang
diharapkan. Ujung-ujungnya, tidak ada satupun yang bertemu. Buntu!
Entahlah, seringkali kita salah
mengartikan tentang hal yang bernama profesi sehingga membuat jiwa kian jauh
dari hakikat diri.
Beberapa hal yang dihembus berbagai pihak tak
bertanggung-jawab pun juga acap menciptakan pro kontra yang semakin
menghilangkan makna dan hakikat sebuah profesi.
Bapak dan Ibu di Kementerian
Pendidikan, dinas terkait dan pihak-pihak lainnya yang aktif menangani masalah
pendidikan, bagaimana menurut Anda? Lihatlah, koran saja telah secara vulgar
menampilkan dua berita kontras, yang jika mau, solusinya ada.
Keadaan ‘nggak ketemu’ ini bukan
hanya terjadi pada dua berita di atas, namun juga terjadi pada banyak
permasalahan negeri atau juga pribadi.
Setidaknya jika benar-benar kita
mengamati dan mencermati, gaya hidup simbiosis mutualisme adalah ciri rakyat
Indonesia aslinya, setidaknya Bhineka Tunggal Ika pun kian kuat dan perkasa.
Mari!
penulis: Mahasiswa Tingkat Akhir Di IKIP PGRI BALI senang menulis, sejak duduk di SMA N 1 Ruteng, suka musik, traveling, cycling dan senang bersosialisasi
Baca Juga
1. Internet Dan Dampaknya Pada Budaya Lejong
2.Songke Dan Identitas Orang Manggarai
3.Molas Manggarai Dan Bedak Viva Nomor 5
4.Makna Lalong Bakok Du Lako, Lalong Rombeng Du Kole Bagi Mahasiswa
5.Mengapa Orang Manggarai Itu Ramah?
Baca Juga
1. Internet Dan Dampaknya Pada Budaya Lejong
2.Songke Dan Identitas Orang Manggarai
3.Molas Manggarai Dan Bedak Viva Nomor 5
4.Makna Lalong Bakok Du Lako, Lalong Rombeng Du Kole Bagi Mahasiswa
5.Mengapa Orang Manggarai Itu Ramah?