Ayah atau Bapak merupakan sosok yang menginspirasiku
hingga saat ini, terlahir dari keluarga yang serba minim alias
kondisi ekonomi hancur berantakan lantas tidak membuat aku putus harapan. Meskipun ancaman demi ancaman putus sekolah itu datang sili berganti, namun aku masih bisa melewati tantangan demi tantangan yang datang, aku masih bisa mengenyam pendidikan di sekolah favorit di kota dingin Ruteng (SMP N 1 Ruteng dan SMA N 1 Ruteng).
kondisi ekonomi hancur berantakan lantas tidak membuat aku putus harapan. Meskipun ancaman demi ancaman putus sekolah itu datang sili berganti, namun aku masih bisa melewati tantangan demi tantangan yang datang, aku masih bisa mengenyam pendidikan di sekolah favorit di kota dingin Ruteng (SMP N 1 Ruteng dan SMA N 1 Ruteng).
hal itu dilakukan salah satunya karena adanya sosok
sorang ayah atau bapak yang sampai saat ini menjadi panutan bagi saya, Namanya
mekas Ambo. Meskipun beliau bukan bapak kandung, melainkan Ema tu,a nya saya
akan tetapi besarnya dukungan beliau akan pendidikan saya menjadikan Beliau
sangat dekat dan saya telah menganggapnya sebagai bapak kandung.
Dulu saya masih ingat betul, pas baru tamat SD, saya
dianjurkan untuk melanjutkan pendidikan di Ruteng, alasanya biar jangan sering
pulang libur dan bisa berbaur dengan anak kota.
Enam tahun di sekolahkan di Ruteng, saya mendapatkan
banyak pengalaman Beliau sangat senang ketika saya pulang pas lulus SMA,
rautnya tampak senang saya masih ingat betul dia berdiri di depan pintu rumah
reotnya kami, sambil tersenyum lebar dia mengatakan “saya punya anak lulus atau
tidak?” Beliau bahkan yang pertama kali tanya, barulah kemudian bapa dan mama
saya.
Lama di kampong membuatnya resah, maklum waktu itu saya
diisukan akan putus kuliah, karena tidak ada dana untuk melanjutkan.
Beliau tampak gelisah, sesekali dia menganjurkan saya
untuk merantau “mbeot”, Ide cemerlangnyapun saya ikuti, ketika om saya datang
dari Bali, saya ikut ke Bali waktu itu tujuan awalnya merantau.
Beliau tampak senang, dan terus memotivasi kedua orang
tua saya untuk merelahkan saya pergi merantau.
Ada pesan yang Ia titipkan yang sampai saat ini aku ingat
betul yakni “asi di kole eme toe di kuliah, mbeot harus manga buktin”. Itu pesan
Beliau saat saya meninggalkan kampong.
Bertahun tahun malang melintang di Denpasar Bali, saya
tidak pernah pulang. Sampai pada tahun 2016 kemarin untuk pertama kalinya saya
pulang. Dia tampak senang dan bahagia ketika melihat saya sudah tumbuh dewasa,
pertanyaan pertama yang muncul di benaknya adala “ nana kapan bapa tu,a bisa ke
Bali, Ikut acara wisudanya nana?”
Sayapun hanya menjawab bulan agustus tahun depan, Beliau
tampak berseri-seri.
Janjipun kami buat, bahwasanya bulan agustus mekas Ambo
akan datang ke Bali mengikuti acara wisudahnya saya.
Itu yang membuat saya sangat bersemangat untuk kuliah dan
bekerja di Bali. Hujan angin bahkan badai sekalipun takan pernah menghalangiku
untuk kuliah dan kerja.
Karena saya harus diwisudah dan mekas Ambo dan bapa mama
saya harus datang, sampai pada suatu waktu saya mendengar kabar bahwa Mekas
Ambo jatuh sakit.
Sayapun selalu mengadakan do,a intense khusus di gereja cathedral
Denpasar di Ruang adorasi senin-jumat. Memintah rahmat penyembuhan untuk mekas
Ambo, orang terhebat saya.
Akan tetapi tampaknya kondisi kesehatanya memburuk,
sampai pada suatu soreh tepatnya kemarin, saya mendapat kabar bahwa mekas Ambo
sudah berpulang.
Saya mendapat kabar sepulang dari gereja mendoakan
kesembuhan baginya. Sesampai di kos saya ditelepon oleh kaka mengatakan mekas
Ambo sudah berpulang.
Dunia serasa tak adil, rasanya gelap dan semua usaha saya
selama ini sia-sia, karena salah satu sosok yang menginspirasi saya telah
berpulang.
Bapa Ambo yang selama ini menjadi pemberi semangat dalam
hidup saya telah tiada.
Seandainya bapa tahu kalau saya akan diwisuda 6 bulan
lagi, tidakah bapa bersabar sedikit saja? Menunggu saya pulang sebagai seorang
sarjana dan bapa Ambo menunggu saya dipintu masuk rumah reotnya kami.
Sambil bertanya untuk kedua kalinya “nana sudah tamat?”
Bapak Ambo tahu tidak kalau saya sudah siapkan uang tiket
penerbangan ke Denpasar di hari wisudahnya saya nanti?
Kenapa Bapa mengingkari janji?
Mengapa? Mengapa?
Saya sangat merasa terpukul sekali apalagi saya tidak
bisa pulang melihat mekas Ambo untuk yang terakhir kalinya pasalnya saya masih
dalam tahapan bimbingan skripsi untuk ujian bulan april mendatang.
Hanya air mata yang mengalir sambil sekali-sekali dan tulisan ini saya dedikasikan untuk mekas
Ambo.
Meskipun saya sedikit tidak terima dengan kejadian ini
namun apa boleh buat, Ajal telah menjemputmu, hanya tangisan kesedihan yang
saya alami hingga saat ini.
Selamat jalan mekas Ambo, Bahagia bersama para kudus di
Surga, ngaji daku latang Bapa Ambo.