Catatan hari perempuan internasional |
Oleh Antonius Rahu***
Bicara masalah Perempuan, katanya erat
kaitanya dengan Gender. Di provinsi NTT terutama,
kaum perempuan selalu dinomor
duakan dari segi status sosial, meskipun perempuan NTT terkadang menjadi tulang
Punggung keluarga.Bertaruh nyawa demi memperbaiki kondisi perekonomian keluarga ikut ini saya uraikan beberapa hal yang dialami oleh kaum perempuan NTT.
Tulang
Punggung yang Tak Diakui
Dalam bidang pertanian lahan basah,
dapat dilihat bagaimana perempuan berjibaku memasok kecukupan pangan bagi NTT.
Pagi buta mereka sudah memoles molang (tabir surya tradisional) di wajahnya,
memasang caping di kepala dan menceburkan kakinya dalam lumpur sawah, praktis
sepanjang hari untuk menanam anakan padi. Kegiatan yang sama akan terulang
kembali saat mengetam padi.
Dengan empat kali membenamkan dirinya
di lumpur sawah dalam dua semester, seorang perempuan NTT sanggup memenuhi
kebutuhan beras untuk seluruh keluarganya sepanjang tahun.
Dalam industri pengolahan, perempuan
NTT telaten mengolah makanan kecil untuk dijual di kios atau di kantin-kantin
sekolah dan kantor, atau membuka warung makan di tempat-tempat stategis.
Dalam bidang tenun ikat, perempuan NTT
mengukir prestasi dengan menghasilkan bahan sandang yang dikenakan para kepala
negara dalam sebuah KTT di Bali.
Presiden SBY di beberapa kesempatan
dengan bangga mengenakan kemeja karya perempuan NTT. Sayang langkahnya belum
diikuti oleh Presiden Jokowi yang lebih nyaman dengan kemeja putihnya.
Sebagai penghasil devisa, NTT telah
mengirim 2.693 tenaga kerja formal dan informal yang bekerja di berbagai
negara, terbanyak di antaranya di Malaysia, Singapura dan Hongkong.
Dari jumlah ini 826 tenaga kerja
adalah perempuan yang banyak bekerja sebagai PRT. Banyak kisah miris telah
berulang kita dengar, baca dan saksikan sendiri – mulai dari Nirmala Bonat yang
wajahnya diseterika hingga Winfrida Soik yang terancam hukuman mati tetapi
akhirnya dibebaskan.
Dalam bidang yang lebih
"terhormat" (menurut kacamata publik) yaitu pegawai negeri sipil ada
50.626 perempuan dari 109.783 PNS yang ada di NTT. Dilihat dari jenjang
pendidikan, perempuan tidak kalah hebatnya. Salah satu perempuan hebatnya NTT adalah wakil
bupati Manggarai Barat Maria Geong.
Di masa Ben Mboi menjadi gubernur,
pendidikan dan keterampilan istri menjadi pertimbangan ketika seseorang PNS
dipromosikan menjadi pejabat publik.
Dari deskripsi di atas perempuan NTT
mempunyai potensi besar sebagai kekuatan pembangunan, tetapi potensi ini belum
dikelola secara optimal. Potensi ini juga menghadapi kendala-kendala.
Kendala dalam Pembangunan Perempuan NTT
Secara umum, dapat dikatakan bahwa
budaya patriarki menjadi penghalang kemajuan perempuan.
Budaya patriarki adalah budaya
menempatkan laki-laki sebagai sentral dalam seluruh worldview: pengambil
keputusan, pencari nafkah, penerus garis keturunan, benteng perlindungan dan
sebagainya.
Tetapi sama benarnya dapat dikatakan
bahwa "matriarki" juga menjadi penghalang kemajuan perempuan. Dengan
sengaja kata ini diberi tanda petik karena mempunyai makna khusus.
Ketika perempuan diberi akses yang
besar untuk sebuah jabatan publik atau pengambil keputusan penting, yang
terjadi bukan menguatnya soliditas melainkan rivalitas: perempuan tidak
mendukung perempuan, terutama ketika perempuan maju sebagai calon legislatif
atau calon kepala daerah.
Seluruh suasana ini masih bergelayut
di kepala para top eksekutif di daerah sehingga abai memperhatikan tingginya
angka kematian ibu dan bayi, kasus human
trafficking yang
terhalang oleh bertali-temalinya kepentingan oknum bahkan institusi polisi dan
pejabat publik, diprioritaskannya laki-laki dalam meraih jenjang pendidikan
yang lebih tinggi dst.
Akhirnya memang diperlukan suatu
kesadaran untuk memposisikan kaum perempuan setara dengan kaum laki-laki. Karena
perempuan NTT juga hebat-hebat, bahkan lebih hebat dari laki-laki.
Teruslah berkarya untuk kaum perempuan
asal bumi flobamora, kalian hebat, kalian luar biasa. Selamat Hari Perempuan
Internasional, God Bless
Penulis Merupakan Mahasiswa Tingkat Akhir di IKIP PGRI Bali, alumnus SMA N 1 Ruteng, aktif di organisasi kampus seperti KBMK, Forkomel Bali, dan IMADA Bali