- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Curahan Hati untuk Monsinyur Van Bekkum

    Penulis: Antonius Rahu | Editor:Tim Redaksi
    14 Juni, 2017, 22:39 WIB Last Updated 2018-01-23T04:24:37Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1
    Uskup Van Bekkum Kanan

    [Congkasae.com/Lejong] Monsinyur Wilhelmus Vann Bekkum adalah uskup pertama di keuskupan Ruteng yang akhirnya diemerituskan tanpa dikatahui alasan yang jelas.


    Monsinyur Wilhelmus Van Bekkum, saya adalah putera asli kelahiran tanah Congka Sae (julukan untuk Manggarai), saya memang tidak pernah melihat wajah asli Monsinyur Van Bekkum.

    Karena ketika Monsinyur wafat tahun 1998, saya masih bocah, saya hanya mengingat wajah Monsinyur dari poster yang dipajang di ruang tamu rumah kami di Manggarai Timur.

    Poster itupun kini sudah lenyap dimakan usia, entah kemana rimbahnya saya tidak tahu. Monsinyur Wilhelmus, meski kita tidak pernah bertemu akan tetapi saya adalah pengagum berat Monsinyur.

    Ketika kedua orang tua saya mengirimkan saya ke kota Dingin Ruteng untuk belajar beberapa tahun lalu, saya paling sering mengunjungi makam Monsinyur di depan gereja Katedral Baru.

    Di akhir pekan, ketika melewati jalur depan katedral baru Ruteng, saya selalu menyempatkan diri untuk melihat makam Monsinyur. Saya merasakan ada kedekatan antara saya dan Monsinyur.

    hal itu saya lakukan karena saya banyak mendapatkan cerita tentang kehidupan Monsinyur dari almarhum nenek saya.

    Ketika saya masih duduk di kelas 2 SDK Mbata, Nenenk saya sering mendongeng tentang semangat dan sosok Monsinyur sebelum saya lelap di atas ranjang, dan bertemu dengan mimpi.

    Monsinyur Wilhelmus, sebagai putera kelahiran Manggarai, tentu saya malu dengan diri saya sendiri yang akhir-akhir ini jarang melantunkan dere serani di gereja-gereja ketika misa berlangsung.

    Saya juga malu karena saya belum bisa membawakan doa dalam bahasa Manggarai, pada hal itu merupakan salah satu usaha dan kerja keras Monsinyur yang seharusnya dilestarikan.

    saya juga tidak tahu Monsinyur, apakah buku dere serani itu kini masih dicetak atau tidak, karena ketika saya berkunjung ke daerah saya di Manggarai Timur, akhir tahun lalu, saya sudah tidak melihat buku tersebut.

    Monsinyur, saat ini saya tidak berada di Ruteng, seandainya saya di Ruteng, mungkin saya sudah mencurahkan isi hati saya di kubur Monsinyur.

    saya akan bercerita banyak tentang situasi dan kondisi di Manggarai kepada Monsinyur.

    Namun sayangnya saya jauh dari Manggarai, hanya melalui tulisan ini saya luapkan rasa rindu saya.

    Monsinyur doakanlah kami umatmu, meski kami terkadang lupa dan tidak peduli dengan kebaikan dan jasa Monsinyur semasa hidup.

    Semoga kami semakin sadar akan jasa besarmu, tentang dere serani, ngaji yo ema dami, aku imbi, tabe maria, ngaji teser, dan sederet nyanyian dan doa lainya.





    Komentar

    Tampilkan

    ads