- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Molas Manggarai dan Belis 200 juta

    Penulis: Antonius Rahu | Editor:Tim Redaksi
    02 September, 2017, 21:19 WIB Last Updated 2019-12-19T09:50:25Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1

    Berbicara tentang perkawinan menurut adat orang Manggarai tidak terlepas dari masalah Belis, belis merupakan salah satu unsur penting dalam sistem adat dan budaya di Manggarai. Belis di Manggarai sangat mahal disesuaikan dengan situasi dan kondisinya.


    Pernikahan merupakan hal yang pasti dilakukan oleh seorang Manusia, ketika menginjak usia dewasa, sudah menjadi kodrat alamnya kita pasti akan menemukan jodoh kita masing-masing.

    Bagi saya jodoh merupakan sesuatu pemberian Tuhan yang sampai saat ini masih dirahasiakan, entah siapa dia, dan dari mana jodoh itu berasal, saya tidak terlalu memikirkannya saat ini.

    Nantilah kalau sudah siap  jodoh itu pasti akan datang dengan sendirinya, hal yang paling penting dilakukan saat ini adalah mempersiapkan masa depan saya kelak. ehm ehm ehm......maaf akibat dari jomblo yang kelamaan ini wkwkwkw.

    Berbicara tentang jodoh, pernikahan dan sederet tetek bengeknya itu, kali ini saya mau membahas lagi tentang sistem pernikahan dalam budaya Manggarai.

    Bagi kami orang Manggarai, menikah merupakan hal yang sangat penting dilakukan. Oleh karena itu, sebelum pernikahan itu dilangsungkan, kedua keluarga besar dari laki-laki dan perempuan akan mempersiapkan segala sesuatunya dengan sangat matang.

    Dalam tulisan saya kali ini, saya akan lebih fokus pada budaya Belis dalam adat Manggarai.

    "Perempuan Manggarai itu memang cantik-cantik brow....tapi ingat harus punya dua ratus juta dulu kalau mau nikah sama mereka,"kata sahabat saya yang bukan berasal dari Manggarai.

    Mendengar ucapan tersebut, sejenak saya berpikir, apa yang disampaikan sahabat saya ini di satu sisi menyakitkan hati saya sebagai orang Manggarai, yang tahu betul budaya dan adat Manggarai.

    Disisi lain, apa yang dikatakannya memang ada benarnya, ketika saya amati realitas yang saya lihat sendiri di masyarakat.

    Ketika melihat besaran belis atau mas kawin yang saat ini dikenakan untuk laki-laki yang ingin meminang molas Manggarai, Dalam benak orang luar memang menikah dengan molas Manggarai (gadis cantik asal Manggarai) itu sebuah beban.

    Bayangkan kalau dua ratus juta itu dibayar tunai, mau cari dimana uang sebanyak itu?

    Mungkin itu pertanyaan orang luar tentang sistem adat belis di Manggarai. Akan tetapi jika kita mengacu pada budaya yang sebenarnya, angka dua ratus juta itu hanyalah kiasan.

    Setelah saya pelajari adat dan budaya belis itu berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun, dan sampai saat ini saya yakin belum terlalu paham dengan budaya belis ini, hasilnya mengerucut pada beberapa poin yang akan saya jabarkan berikut ini.

    1. Belis Merupakan Penghargaan terhadap Perempuan
    Menurut Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia (UI), Robert M.Z Lawang, tradisi belis ini bermula dari wabah penyakit cacar  yang melanda Manggarai pada era 1930-an. 

    Penyakit ini, kala itu, tergolong penyakit mematikan. Setiap hari,kata Robert, banyak korban berjatuhan. 

    Sampai-sampai, orang tidak mau menguburkan jenazah karena takut tertular. Populasi orang Manggarai saat itu, menurun drastis. 

    Dalam situasi seperti ini, perempuan dianggap sebagai benih (ni’i) berharga yang bisa melanjutkan dan mempertahankan keberadaan keluarga (wa’u).

    Oleh karena begitu berharganya seorang molas Manggarai, maka setiap orang yang ingin mempersunting molas Manggarai harus memberikan sesuatu sebagai bentuk penghargaan kepada kaum perempuan.

    Jika pada zaman dulu, belis diserahkan berupa hewan, atau mendi (budak), saat ini tentu saja sudah tidak relevan lagi. Maka belis itu diganti dengan sejumlah uang dan hewan ternak, dari ayam, kambing, sapi, kerbau, kuda dll. Tergantung permintaan keluarga perempuan.

    2.Mengapa Belis itu Nilainya Sangat Mahal?
    Setidaknya saya punya dua alasan yang bisa saya berikan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Alasan yang pertama yakni, adanya unsur kesengajaan dari pihak keluarga perempuan, untuk menjebak keluarga laki-laki dengan maksud tertentu.

    Balik lagi pada sejarah belis menurut Robert M.Z Lawang tadi, perempuan itu "ni,i" yang sangat berharga nilainya. Dalam situasi dan kondisi orang Manggarai saat itu dengan populasi yang hampir punah, maka masing-masing suku atau wa,u ingin menambah jumlah anggota wa,u nya.

    Cara yang paling efektif agar suatu wa,u tidak punah adalah dengan membangun hubungan yang kontinu dengan pihak-pihak yang mau meminang molas Manggarai.

    Dengan nilai belis yang amat sangat besar itu, maka nantinya pihak laki-laki tidak akan pernah mampu membayar besaran belis yang ditetapkan.

    Atas dasar itu, maka pihak laki-laki nantinya akan menyerah dan mengatakan "ai bom salang tuak bo lite ga, salang wae" yang artinya menggambarkan hubungan yang terus berlanjut antara kedua keluarga besar ini.

    Dari sanalah lahirlah istilah "anak wina" yang merupakan sebutan untuk keluarga laki-laki dan "anak rona" yang merupakan sebutan untuk keluarga perempuan.

    Untuk mengikrarkan hubungan anak wina dan anak rona ini, maka dibuatlah aturan adat antara keduanya yakni kewajiban anak wina dan kewenangan anak rona sehingga hubungan keduanya tidak akan putus dan wa,u tetap eksis.

    Alasan yang kedua yakni belis dinilai sebagai bentuk penghargaan terhadap kaum perempuan, penghargaan berarti nilainya sangat berharga, dan diberikan secara sukarela tidak ada paksaan.

    3. Sida Bukan Bentuk Cicilan Belis
    Ada sebagian kaum yang menilai bahwa Sida, atau batang merupakan bentuk cicilan dari belis yang belum dibayar. Akan tetapi menurut saya, itu kurang tepat, karena dalam prakteknya sida tidak pernah mengenal kata "Lunas" artinya sida akan terus berlanjut sampai generasi kedua.

    Sida merupapakn pengikat rasa persaudaraan antara anak wina (keluarga suami) dengan anak rona (keluarga isteri).

    4. Belis Seharusnya Tidak Dibayar Semua
    Akhir-akhir ini dalam prakteknya saya melihat ada sebagian kaum di Manggarai yang menafsirkan nilai Belis ini secara lurus.

    Artinya, jika diputuskan 200 juta, maka anak wina harus bawa semua jika tidak maka tidak jadi menikah bahkan keduanya harus mengakhiri hubungan pertunangannya.

    Pada hal jika kita melihat belis dari awalnya, bukan bermaksud untuk menyetarai perempuan Manggarai dengan nilai uang dan hewan atau Materi.

    Belis merupakan pemersatu kedua keluarga besar, belis merupakan penghargaan terhadap kaum perempuan, belis merupakan warisan leluhur yang memiliki nilai luhur dan tujuan mulia.

    Penulis: Antonius Rahu

    Komentar

    Tampilkan

    ads