- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    "Sesetopok" Upacara Peresmian Kampung di Tanah Manus Manggarai Timur

    Penulis: Antonius Rahu | Editor:Tim Redaksi
    20 Desember, 2017, 23:04 WIB Last Updated 2019-12-19T09:49:29Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1
    Para tetua adat sedang mendirikan simbol yang akan dijadikan compang

    Congkasae.com/Sosbud] Alunan musik gong dan gendang sayup terdengar dari ujung kampung sore itu,  sementara lantunan lagu tampak mengiringi musik tradisional Khas Manggarai Timur gong dan Gendang.
    Sesekali terdengar teriakan (pasi) dari beberapa orang yang langsung disambut dengan gemuruh tepuk tangan para penonton.
    Itulah suasana yang dialami Congkasae.com ketika berkunjung ke kampung Nonggu desa Rana Mbata kecamatan Kota komba, Manggarai Timur Flores NTT Minggu kemarin.
    Lantunan lagu dan iring-iringan gong dan gendang semakin jelas terdengar,  Ketika media ini meneruskan perjalanan menuju sumber suara di kampung Nonggu.
    Rupanya warga setempat tengah mengadakan ritual Sese Topok,  yakni sebuah upacara peresmian sebuah kampung khususnya bagi orang yang mendiami wilayah Manus dan wilayah Gunung Manggarai Timur.
    Bagi orang Manggarai Timur yang mendiami wilayah Manus dan Gunung,  sebuah pemukiman belum dinamai kampung (Beo) jika belum diadakan ritual sese topok.
    Meski memang secara kuantitas jumlah kepala Keluarga (KK)  yang mendiami suatu pemukiman sudah terpenuhi,  namun jika ritual sese topok tersebut belum dilakukan maka statusnya masih Mbong alias bukan kampung. 
    Sesetopok dimeriahkan dengan tarian caci

    Hal tersebut juga terjadi pada warga Kese dan Nonggu Manggarai Timur.  Meski sudah bertahun-tahun lamanya mereka mendiami wilayah pemukiman tersebut, namun warga Nonggu dan Kese masih berstatus warga Mbong (orang yang tinggal di areal perkebunan) dan bukan warga kampung atau beo.
    Untuk itu diadakanlah ritual sese topok,  yakni sebuah ritual adat amanggarai Timur yang bertujuan untuk menaikan status pemukiman Kese dan Nonggu dari status Mbong menjadi Beo.
    Dengan ritual sese topok inilah, warga Nonggu dan Kese secara resmi memiliki compang yakni sebuah mesbah untuk persembahan pada nenek moyang yang terletak di tengah kampung.
    Ritual sese topok kali ini melibatkan semua warga di pemukiman tersebut,  selin itu dihadiri oleh tua adat setempat baik dari gendang gilong maupun dari gendang Gunung.
    Mengingat Nonggu dan Kese memang termasuk dalam wilayah ulayat gendang Gunung,  akan  tetapi warga di dua kampung tersebut rata-rata berasal dari gendang Gilong.
    Menurut salah satu sumber dari gendang Gilong, Sese Topok memiliki  padanan kata rokas roga yang merupakan Go,et de embu agu embo (istilahnya leluhur)
    Etimologinya menurut sumber ini, Sese Topok terdiri dari kata Sese dan Topok.
    Pertunjukan caci di lapangan SDI Nonggu Matim

    Sese artinya ratakan,sedangkan topok yaitu sisa pohon kayu yg ditebang tingginya masih agak tinggi diatas tanah.
    Menurut dia,  ritual sese Topok itu tujuanya untuk meresmikan mengesahkan status sebuah pemukiman dari mbong menjadi beo(kampung).
    “Nonggu dan Kese selama ini secara hukum adat tidak layak disebut kampung seharusnya mbong. Tetapi karena kemarin mereka adakan acara sese Topok maka bukan lagi mbong statusnya, “kata sumber yang enggan disebutkan namanya ini.
    Dalam acara Sese Topok, menurut sumber ini,  harus diadakan kurban berupa pemotongan satu ekor kerbau di tempat kusus yang namanya lupung.
    “Lupung itu harus di rumahnya tu,a teno (tua adat) dalam hal ini,  yang  potong kerbau itu kalau bukan anak rona de tu,a teno bisa dilakukan oleh tua golo,”imbuhnya.
    Acara tersebut disaksikan beberapa anak rona, tu,a golo juga tu,a teno yang ada diwilayah tersebut.
    Tua adat memberikan pengarahan sebelum memuali tarian caci

    “contohnya di Nonggu kemarin ada 6 tu.a teno yang hadir yaitu, Tu,a teno Gunung dari desa Gunung yang mrupakan anak rona dari tu.a teno gunung yang ada di Rana Mbata,”katanya.
    Pantauan media ini ratusan warga Nonggu dan Kese terlibat langsung dalam ritual ini.
    Ritual diawali dengan acara Roi Wae (barong Wae) yang digelar satu hari sebelum hari puncak.
    Hirarki acaranya sama seperti acara hgan woja, (syukur panen/penti) yaitu Roi wae, dilanjutkan dengan Renggas atau ronda, acara dilanjutkan dengan karong wae sai wone rewa mbaru de teno atau lupung.
    Acara dilanjutkan dengan dendek dan sae (menari) yang dilanjutkan dengan caci.
    Acara tersebut berlanjut hingga malam berupa hgan woja( penti), dan tu,a wua sro saun yang dilanjutkan dengan mbata hingga keesokan harinya.

    Pada pukul 15:00 keesokan harinya dilanjutkan dengan acara pemotongan hewan kurban nerupa satu ekor kerbau sesetopok.
    Dalam acara ini disaksikan oleh para saksi terutama tu,a teno dan dihadiri oleh semua warga kampung maupun warga luar kampung yang diundang.
    Acara ditutup dengan penentuan lokasi compang.
    Ritual sese topok kali ini juga dihadiri oleh tua teno dari  wake, Ladok,Angin, Kae dan Puran.
    Selain itu tu,a teno gunung dari desa Gunung Baru juga tampak hadir sebagai tuan rumah.


    Komentar

    Tampilkan

    ads