***Oleh Marianus Engel Bell***
Pilkada serentak 2018 yang dilaksanakan pada pemerintahan Jokowi-JK, Tidak terlepas dari peran para borjuasi eksis dalam konstelasi politik di setiap daerah. Peran borjousi merupakan hegemonisasi dalam merawat Demokrasi di Indonesia yang mengalami kemunduran konsolidasi demokrasi.
Demokrasi Borjuasi adalah Demokrasi yang hanya dimiliki oleh segelintir orang atau kapitalis, mereka ( kaum Kapitalis ) memiliki kebebasan untuk menguasai, memonopoli dan mengeksploitasi manusia, Sumber Daya Alam darat, laut dan Udara agar menumpukan kekayaan individual maupun kekayaan segelintir orang.
Sehingga tidak dapat memberdayakan masyarakat untuk memiliki hak pemenuhan hidup dan menyingkirkan mayoritas rakyat yang mati kelaparan dan jatuh dalam kemiskinan.
Demokrasi Borjuasi akan berlagak Politik pasar bebas, Hegemonisasi terhadap mayoritas rakyat untuk memiliki suara banyak dalam kepentingan kekuasaan ekonomi- Politik. Sehingga kaum borjuasi yang akan mendominasi masyarakat secara keseluruhan.
Demokrasi yang disodorkan untuk menguasai pemahaman-pemahaman masyarakat hanya berada pada momentum Pilkada/Pilpres dengan memberikan suara atau contreng dalam waktu 5 Tahun sekali mengambil kekuasaan sehingga ini merupakan wujud Demokrasi Borjuasi.
Karenanya, ini akan membatasi hak rakyat dalam demokrasi pada pengambilan kebijakan-kebijakan Formal yang tidak mengikutsertakan masyarakat dalam pengambilan keputusan, karena kebijakan-kebijakan yang diambil dalam sistem regulatif berada pada pemegang Kekuasaan dan yang menentukan palu keputusan berada pada kaum borjuis.
Pilkada serentak adalah momentum besar bagi Borjuasi lokal maupun borjuasi Nasional dan Borjuasi internasional dalam penguasaan sumber daya Manusia ( Upah murahan ) dan penguasaan sumber daya Alam.
Para borjuasi akan melakukan ekspansi politikalisasi dan ekonomisasi untuk mendapatkan akumulasi modal, di setiap daerah, mendukung Para elit-elit politik yang terlihat populis atau populer dengan penyokongan biaya aktivitas politik ( Kampanye, logistik,dll ).
Roda perpolitikan yang dijalankan akan sesuai selera para borjuasi, para borjuis dalam konstelasi Pilkada serentak memiliki andil yang cukup besar dalam kemenangan di pemilu nanti.
Demokrasi berjuasi juga akan menciptakan politik identitas, Pemaknaan bahwa politik identitas sebagai sumber dan sarana politik dalam pertarungan perebutan kekuasaan politik sangat dimungkinkan dan kian mengemuka dalam praktek politik kekinian.
Politik identitas biasanya digunakan oleh para pemimpin sebagai retorika politik, dengan sebutan mayoritas Agama, Suku, Etnis dan budaya yang menghendaki kekuasaan. Jadi, singkatnya politik identitas sekedar untuk dijadikan alat memanipulasi-alat untuk menggalang politik guna memenuhi kepentingan ekonomi dan politiknya, ini sebuah strategi taktik yang di lakukan kaum borjuasi untuk memenangkan pemilu.
Demokrasi Indonesia harus sungguh-sungguh berazaskan Pancasila, yaitu musyawarah/Mufakat, penggabungan dari Sila ke-4 dan ke-5 Socio Demokrasi.
Demokrasi yang bukan saja memilih pemimpin akan tetapi turut menyusun regulasi dan mengambil keputusan dalam kebijakan- kebijakan politik, dengan mengkoordinir seluruh komponen masyarakat.
Hal itu bertujuan agar mengakomodir kepentingan masyarakat sehingga kebijakan-kebijakan yang didasari atas kebulatan tekad dan memiliki hak yang sama.
Oleh sebab itu, keadilan sosial harus terbangun di atas fondasi politik atau dengan prinsip demokrasi sesungguh, yaitu Kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi serta kepribadian budaya ( gotong royong ).
Sedangakan socio-demokrasi, merupakan wujud dari Musyawarah/mufakat dan Keadilan sosial, bukanlah semata-mata hanya berada pada segelintir orang.
Akan tetapi kedaulatan harus berada pada kepentingan rakyat dan tata kelola ekonomi berdikari, kemajuan suatu bangsa jika tatanan politik berdaulat dan ekonomi yang mandiri tanpa memberikan hak kedaulatan rakyat kepada kaum borjuasi.
Untuk itu, Demokrasi harus dijalankan sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945. Agar Rakyat mempunyai hak yang sama dan dapat memenuhi kebutuhan hidup .
Penulis adalah aktivis LMND Kupang, saat ini menetap di kota Kupang
Redaksi tidak bertanggungjawab terhadap akibat yang ditimbulkan oleh penerbitan tulisan ini, tanggungjawab sepenuhnya ada di pihak penulis.