- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Tentag Indahnya Alam Manggarai Flores

    Penulis: Antonius Rahu | Editor:Tim Redaksi
    26 September, 2018, 05:51 WIB Last Updated 2018-09-25T23:01:17Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1
    Hamparan Persawahan di Manggarai

    [Congkasae.com/Wisata] Liburan kali ini benar-benar mengesankan bagi saya, pasalnya setelah bertahun-tahun tinggal di luar Manggarai, untuk pertama kalinya  saya kembali menginjakkan kaki di tanah kelahiranku yakni Manggarai.

    Lama meninggalkan tanah kelahiran rupanya membuat saya merasakan hal yang aneh, ketika kembali ke tanah kelahiran.

    Keanehan-keanehan itu tentu saja berawal dari perubahan pola hidup masyarakatnya termasuk karena pesatnya pembangunan daerah yang dilakukan dalam beberapa dekade terakhir.

    Hal tersebut rupanya membuat saya kaget sekaligus kagum dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Kekaguman saya bertambah ketika melihat indahnya tanah kelahiran yang sangat mempesona.

    Siang itu udara di Kota Ruteng cukup panas, saya memilih menghabiskan hari pertama liburan kali ini dengan berjalan sembari menikmati pemandangan alam di luar kota.

    Saya langsung menuju ke kampug Kenda, sebuah kampung yang terletak di sebelah utara kota Ruteng (arah ke Reo).

    Setelah beberapa menit mengendarai sepeda motor, saya sampai di perempatan terakhir di kawasan Karot, saya langsung menuju ke Bilas, jalan yang mulus dan berkelok-kelok membuat saya semakin penasaran.

    Sementara di sebelah kiri dan kanan jalan mata kita dimanjakan dengan pemandangan alam berupa hamparan sawah luas yang diselingi oleh beberapa rumah penduduk.

    Udaranya yang sejuk juga menyebabkan suasana asri pedesaannya langsung terasa, beberapa kali saya menepikan kendaraan saya hanya sekedar untuk memotret pemandangan alam yang sangat menawan.

    Perjalanan saya teruskan, setelah beberapa menit, suasana pun berubah, kini hamparan bukit-bukit kecil nan hijau yang diselingi perkampungan warga terpampang jelas di depan mata.

    Dari kejauhan terlihat kepulan asap dari rumah-rumah warga, sesekali terdengar teriakan para petani yang memanggil anjing kesayangan mereka.

    Sementara di sisi kiri dan kanan jalan terdapat hamparan persawahan yang tampak sudah dialih-fungsikan menjadi lahan sayur-sayuran.

    Beberapa petani terlihat tengah mencangkul lahan pertanian mereka, sementara beberapa diantaranya tampak melakukan penyiaman sayuran yang tumbuh subur.

    Saya kembali mengarahkan kendaraan saya ke tepi jalan untuk berhenti sejenak dan berbincang-bincang dengan salah seorang petani yang sepertinya tengah beristirahat sejenak.

    Saya langsung disambut dengan senyuman hangat pria paruh baya yang tampak sedang menikmati secangkir Kopi dengan sebatang rokok di tangannya.

    "Nanang ngo nia ta anak?[Hendak ke mana anak?]" kata pria paruh baya itu menyapa saya dengan ramah.

    Saya pun mengutarakan maksud dan tujuan perjalanan saya, yakni hendak menikmati liburan saya. Percakapan kami pun dimulai dalam bahasa Manggarai.

    Dari hasil pembicaraan kami ada beberapa poin penting yang saya dapatkan yakni terkait kehidupan warga kampung dan profesi yang mereka geluti selama beberapa dekade terakhir.

    Indahnya alam dan ramahnya orang-orang di kampung ini membuat saya enggan beranjak dari tempat duduk saya.

    Apalagi udaranya yang sangat sejuk ditambah dengan hamparan perbukitan kecil yang diselingi persawahan memanjakan mata.

    Tak terasa hari sudah mulau gelap, sang Fajar pun perlahan-lahan kembali ke peraduannya. Para petani Sayur pun begegas ke rumah mereka, sementara saya bergegas kembali ke Ruteng.

    Dalam perjalanan pulang saya teringat akan keindahan alam yang ada, terutama tentang keramahan para petani yang menyambut saya.

    Beberapa kali saya mengarahkan pandangan saya ke belakang, rasanya enggan meninggalkan tempat itu.

    Sampai pada akhirnya pandangan itu lenyap di halau oleh rumah-rumah warga yang berjejer di pinggir jalan. Suasana pun berubah jadi pemukiman padat penduduk. Saya baru sadar bahwa saya sudah memasuki wilayah Karot Ruteng.

    Saya pun memacu kencang kendaraan saya, deretan lampu jalan seolah berlarian ke belakang namun ingatan saya masih tentang keindahan alam dan keramahan penduduk desa.***
    Komentar

    Tampilkan

    ads