[Congkasae.com/Wisata] Siang itu Matahari cukup terik dan udara cukup panas, Aku memacukan kendaraan dari kota Borong menuju Ruteng, Borong merupakan ibu kota kabupaten Manggarai Timur, Flores,NTT.
Kendaraan ku melaju kencang melewati jalanan yang berkelok-kelok dan tampak mulus.
Maklum Ruas jalan Ruteng-Borong termasuk jalan Provinsi dan menjadi urat nadi perputaran roda perekonomian di kawasan Flores bagian Barat.
Menurut rencana, hari ini Aku akan mengunjungi salah satu obyek wisata yang berada dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng, yakni sebuah danau purba yang cukup luas, namanya Danau Rana Mese.
Menurut informasi yang diperoleh dari warga sekitar, konon katanya danau tersebut memiliki sejarah yang cukup menarik untuk ditelusuri.
Danau Rana Mese juga konon katanya menjadi menarik karena di sana kita bisa melihat Ikan yang berakrobat dan merasakan sejuknya udara, sembari mendengarkan kicauan burung Ngkiong, Kokak dan Seset (Burung Khas hutan TWA Ruteng).
Setelah hampir satu jam berkendara, tibalah saatnya Aku memasuki kawasan Hutan TWA Ruteng. Udara sejuk langsung terasa di kulit, meski ada jacket tebal yang menyelimuti tubuhku.
Setelah berkendara hampir 1 Km dalam kawasan hutan, dari kejauhan ku lihat sebuah papan nama bertuliskan Obyek Wisata Danau Rana Mese terpampang di sebelah kiri jalan.
Ada gerbang besar bercat hijau aku pun membelokkan kendaraanku masuk ke dalam gerbang itu, ternyata di dalamnya terdapat beberapa bangunan yang berjejer, usianya sudah hampir tiga atau empat dekade.
Usai melewati pos penjagaan, para petugas mengarahkanku ke tempat parkir yang jaraknya tak jauh dari pos penjagaan.
Di sebelah utara tempat parkir terdapat taman kecil lengkap dengan beberapa kursi yang terpajang rapih.
Di sebelah timurnya terdapat jalan setapak menuju lokasi air terjun (Cunca), sementara di sebelah utaranya terdapat jalan setapak menuju danau Rana Mese.
Aku pun langsung melangkahkan kaki menuju danau Rana Mese, untuk melihat secara langsung kondisi danau purba itu.
Setelah berjalan beberapa menit, aku pun tiba di bibir danau yang cukup terkenal itu. Suasana hening dan sejuk langsung terasa.
Aku pun mendekati kawasan bibir danau untuk merasakan segarnya air di danau itu, aku membayangkan betapa agungnya ciptaan Tuhan.
Di sepanjang bibir danau tampak ditumbuhi beberapa pohon yang sangat rimbun, sementara di tengah danau ikan-ikan tampak melakukan akrobat ke udara, dari jauh ku dengar kicauan Ngkiong (Burung Endemik di Flores) yang seolah-olah menyambut kedatangan ku ke habitat mereka.
Aku langsung menyeruput air dari danau itu, airnya tampak segar dan dingin bak disimpan di lemari Es.
Aku pun duduk termenung di bibir danau, membayangkan betapa indahnya ciptaan Tuhan, lamunan ku semakin jauh tak ada seorang pun yang kutemukan di danau itu, hanya kicauan Ngkiong dan gemercik air yang ditimbulkan oleh akrobat ikan yang mengusik ketenanganku.
Aku pun bangkit dari tempat duduk ku dan segera beranjak ke arah timur. Dari jauh ku dengar gemercik air yang ternyata bersumber dari muara danau Rana Mese.
Di atas muara itu terdapat jembatan kecil menuju ke timur, aku pun melewati jembatan kecil itu dan menelusuri anakan tangga yang cukup banyak. Rasa penasaranku semakin memuncak, dalam hati aku bertanya, ke mana arahnya jalan setapak ini?
Setelah berjalan beberapa ratus meter ternyata jalan setapak itu menuju ke air terjun yang terletak di sebelah timur laut danau Rana Mese, warga setempat menyebutnya dengan istilah “Cunca”.
Di sana juga aku dapat merasakan nikmatnya mandi di air terjun dengan ketingian hampir 25 meter itu.
Ada juga spot foto yang sangat instragramable, pokonya benar-benar menakjubkan apa lagi bagi aku yang memiliki kegemaran untuk berselfie.
Udara di tempat ini juga sangat sejuk, air terjun ini dikelilingi oleh pepohonan yang sangat rimbun, di sebelah timur terdapat kamar kecil, serta satu pendopo lengkap dengan tempat duduknya.
Di depan pendopo itu ku lihat jembatan kecil menuju ke selatan, aku pun langsung menjadikan jembatan kecil itu sebagai tempat berselfie dengan latar air terjun.
Sesekali terdengar kicauan Kokak, Ngkiong dan Seset (Burung Endemik di Hutan TWA Ruteng) seolah menyambut kedatanganku ke tempat itu.
Setelah puas menyaksikan itu semua aku pun memutuskan untuk kembali dan melanjutkan perjalananku ke Ruteng.