- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Mengenal Ritual Barong Wae di Mbata Manggarai Timur

    Tim Redaksi | Editor: Antonius Rahu
    05 November, 2018, 16:40 WIB Last Updated 2019-12-19T09:54:39Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1
    Para tetua adat sedang membersihkan mata air Wae Si,or

    [Congkasae.com/Sosial BudayaOrang Manggarai merupakan orang-orang yang menetap di ujung barat pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. 

    Sebagai daerah yang beriklim tropis, dengan cura hujan yang tinggi, Sebagian besar warga Manggarai hanya menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian.

    Tak terkecuali bagi warga desa Rana Mbata, kecamatan Kota komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT.

    Bagi warga desa Rana Mbata, Sektor pertanian merupakan senjata utama dalam menghidupi keluarga dan memperbaiki masa depan anak-anak mereka.

    Untuk itu, bersahabat dengan alam, melalui beberapa ritual adat merupakan cara paling utama dalam merawat Sumber Daya Alam yang ada, sehingga tetap terjaga kelestariannya.

    Salah satu ritual yang lazim dilakukan oleh warga desa ini adalah ritual Hang Woja, yakni rentetan ritual yang digelar sebelum memasuki masa tanam.

    Secara etimologis, Hang Woja berasal dari dua kata yakni dari kata “Hang” yang berarti makan, dan “Woja” yang berarti Padi.

    Hang Woja dapat diartikan sebagai upacara untuk meminta petunjuk kepada Embu agu Embo (nenek moyang) agar diberikan panen yang berlimpah pada usaha yang dikerjakan selama satu kali masa tanam.

    Ritual ini lazimnya digelar pada bulan Oktober hingga November, sebelum masa tanam dimulai. Warga Desa Rana Mbata, Manggarai Timur percaya bahwa panen yang berlimpah tak terlepas dari adanya peran Embu agu Embo (nenek moyang) dalam menjaga tanaman yang ditanam.

    Untuk itu Nii atau Bibit yang ditanam perlu dipersembahkan kepada Jari agu Dedek (Tuhan) disamping embu agu embo (nenek moyang) dalam ritual Tepal, yang merupakan bagian dari ritual Hang Woja.

    Ritual Hang Woja diawali dengan kegiatan Roi Wae. Yakni kegiatan untuk membersihkan mata air minum. Mengganti beberapa peralatan yang dipakai berupa Sosor. Kegiatan ini hanya dilakukan oleh kaum pria saja.

    Roi wae teku diawali dengan Ker yakni bentuk komunikasi langsung kepada Jari Agu dedek dan Embu agu Embo menggunakan sarana ayam dan tuak.

    Roi Wae ini dilanjutkan dengan makan bersama di lokasi mata air tersebut, uniknya nasinya dimasak menggunakan bamboo yang dibakar (Kolo) sementara untuk sayurnya dimasak menggunakan bambu yang dibakar juga kami menyebutnya dengan istilah Ghoset.

    Usai makan bersama, kaum pria ini meninggalkan lokasi mata air sambil bernyanyi bersama kegiatan ini disebut “Kelong”.
    Kaum pria tampak meninggalkan mata air

    Mereka akan bernyanyi gembira sampai di compang (mesbah untuk persembahan) dan rumah Tu'a Teno.
    Di depan rumah Tu'a Teno, kaum pria ini akan menyanyi dan menari secara melingkar, kami menyebutnya dengan istilah Dendek.

    Dendek ini akan berhenti jika Tua Teno melakukan Kepok Sundung sekaligus mengajak mereka masuk ke dalam rumah sang pemilik tanah ulayat  yakni Tu'a Teno.

    Menurut Tu'a adat suku Rangga, Lorens Zanggu rentetan kegiatan dari roi wae hingga kelong dinamakan dengan istilah Barong Wae.

    Barong Wae ini merupakan ritual pembuka dari rangkaian prosesi Hang Woja.
    Lorens Zanggu

    "Jadi setelah Barong Wae ini dilanjutkan dengan Caci, hingga malam tiba,"katanya.

    Sementara itu, Tu'a Teno suku Gilong, Frans Rapas menilai ritual Barong wae ini sebagai salah satu bentuk ucapan syukur warga kepada Jari Agu Dedek (Tuhan) serta Embu Agu Embo (Leluhur) atas anugerah yang diberikan.

    "Orang Manggarai Percaya bahwa mata air sebagai sumber penghidupan merupakan anugerah dari Jari Agu Dedek (Tuhan), serta Embu Agu Embo (Leluhur)sehingga perlu diberikan persembahan kepada mereka,"tandasnya.

    Karenanya, menuut Frans Rapas, Ritual Barong Wae menjadi salah satu hal yang perlu dilakukan sebelum melakukan ritual Hang Woja.

    Hal ini sudah dilakukan oleh warga terutama bagi warga yang mendapatkan tanah ulayat dari gendang Gilong.

    Sementara itu, Tu'a Teno suku Wake Yosep Tasung mengatakan bahwa ritual Barong Wae ini mutlak dilakukan oleh warga yang berdiam di dalam tanah ulayatnya.

    "Kami setiap tahun, selalu melakukan Roi Wae ini, terutama sebelum Hang Woja ini dilakukan, Warga kampung percaya bahwa mata air sebagai sumber penghidupan perlu diupacarai sebagai bentuk penghormatan kepada Jari Agu Dedek, serta Embu Agu Embo,"terangnya.

    Ritual ini dilakukan pada pagi hari, dan dilanjutkan dengan Caci selama seharian. Warga kampung Mbata percaya bahwa di samping Jari Agu Dedek (Tuhan) ada peran Embu Agu Embo (Leluhur) dari setiap berkat yang diterima, berupa panen yang berlimpah.
    Jangan lupa nonton juga videonya


    Komentar

    Tampilkan

    ads