- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Ketika Songke Lamba Leda Menggebrak Indonesian Fashion Week 2019

    Penulis: Antonius Rahu | Editor:Tim Redaksi
    07 April, 2019, 14:31 WIB Last Updated 2019-12-19T09:44:36Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1
    Kain Songke Foto Kompas

    [Congkasae.com/Kreba] Kain songke merupakan salah satu produk kerajinan yang telah diwariskan secara turun-temurun bagi warga Manggarai.

    Songke merupakan salah satu kain yang memiliki nilai sakral yang tinggi karena sering digunakan dalam upacara adat, sebut saja pesta Kenduri (kelas/paka di'a), Cear Cumpe, Laki atau Wai anak dan sederet upacara adat lainnya.

    Di Manggarai sendiri ada beberapa daerah yang menjadi basis industri kreatif rumahan ini, seperti di kecamatan Cibal, kami menyebutnya Songke Cibal dan di kecamatan Satar Mese, kami menyebutnya Songke Todo.

    Selain itu di Manggarai Timur juga terdapat tiga tempat yang menjadi pusat industri kreatif ini yakni Motif Congkar, Rajong dan motif Lamba Leda yang baru-baru ini menggebrak Indonesian Fashion Week di Jakarta.
    Contoh Motif Songke Lamba Leda Foto Pesona Nusa

    Hadirnya songke Lamba Leda dalam ajang fashion show paling bergengsi di Jakarta itu tak lepas dari usaha Dekranasda NTT yang mengikutsertakan Songke karya ibu-ibu rumah tangga di Manggarai Timur untuk dipamerkan dalam ajang Indonesian Fashion Week 2019 (IFW 2019).

    Mengutip laman Timorekspres, kegiatan IFW 2019 ini sudah digelar pada 27 hingga 31 Maret 2019 di Jakarta Convention Center (JCC).

    Kegiatan tersebut dihadiri oleh Dekranasda dari seluruh Indonesia, sementara dari Provinsi NTT diwakili oleh Songke Lamba Leda.

    Ketua Dekranasda Manggarai Timur Therseia Wisang mengatakan sebenarnya ada tiga motif  Songke yang dipamerkan dalam ajang bergengsi itu, yakni motif Congkar, motif Rajong dan Motif Lamba Leda.

    Namun karena keterbatasan kain, Manggarai Timur hanya mengutus Songke Lamba Leda untuk dipamerkan di IFW 2019.

    Dalam kesempatan tersebut, Dekranasda Matim juga mengutus beberapa desainer asal Manggarai Timur untuk hadir dalam IFW 2019.

    Para desainer asal Matim itu juga mendapatkan teknik desain dari para mentor yang telah disiapkan oleh panitia IFW 2019.

    Inovasi Para Penenun
    Sejak lama, songka Lamba Leda memang sudah banyak dikenal oleh masyarakat setempat. Jika anda mengunjungi pasar-pasar tradisional di Manggarai Raya, tiga motif Songke yang bersaing ketat di pasaran adalah Songke Lamba Leda, Songke Cibal dan Songke Todo.

    Keikutsertaan Songke Lamba Leda dalam ajang IFW 2019 ini diharapkan dapat menumbuhkan kreativitas para penenun di Manggarai Timur serta menjadi bukti bahwa Songke karya ibu-ibu di Manggarai Timur juga memiliki kualitas yang bagus.
    salah satu inovasi songke

    Dalam beberapa dekade terakhir para penenun di Lamba Leda sudah mulai melakukan inovasi terhadap produk yang mereka hasilkan.

    Inovasi tersebut diambil mengingat tingginya permintaan pasar terutama motif Songke yang dibuat dalam beberapa produk siap pakai seperti Songkok, stelan kemeja, Jas dan selendang.

    Hasilnya dijual secara langsung pada pembeli akan tetapi sejauh ini para penenun masih menggunakan pola lama dalam memasarkan produknya.

    Para penjual masih mengandalkan para penadah yang mematok harga yang cukup murah karena penada ini yang nantinya akan memasarkan hasil karya mereka ke seluruh pelosok Manggarai Raya.

    Dulang Prestasi Ditengah Minimnya Perhatian Pemerintah Setempat
    Hadirnya Songke Lamba Leda dalam ajang Indonesian Fashion Week 2019 ini bagai angin segar bagi para penenun di Manggarai, khususnya di Lamba Leda.

    Saya tidak dapat membayangkan betapa bahagianya ibu-ibu yang menghabiskan hari-harinya di depan alat tenun (dedang) hanya ditemani Kopi Pa,it dan tete Teko yang dimasak.

    Sebuah kebanggaan yang amat luar biasa, karena karya mereka mulai mendapatkan perhatian dunia luar.
    Proses tenun atau dedang Songke Foto The Jakarta Post

    Jika saya lukiskan mungkin kebahagiaan mereka sama seperti sepasang suami isteri yang tengah menanti kelahiran jabang Bayi yang setelah 9 bulan dalam kandungan ibu, tanpa adanya USG untuk mengetahui jenis kelamin sang buah hati.

    Kebahagiaan mereka juga bisa diibaratkan dengan saya yang secara tiba-tiba mendapatkan kabar dari Moni sang Mantan Pacar yang telah pergi meninggalkan saya di saat-saat saya masih sayang-sayangnya sama Moni hehehe.

    Di tengah minimnya perhatian pemerintah akan nasib dan masa depan para penenun, mereka tak pernah surut dan letih untuk berkarya.

    Ini merupakan semangat yang patut ditiru dan dikembangkan untuk generasi penerus Manggarai Timur ke depannya.
    Oarang Manggarai tampak mengenakan Songke Foto Kompas

    Keberpihakan pemerintah terhadap nasib para peneun ini masih dipertanyakan, padahal sebetulnya ada beberapa kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah setempat untuk mendorong produktivitas mereka.

    Sebut saja yang paling sederhana adalah membuat peraturan bupati atau peraturan daerah yang mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) di kabupaten Manggarai Timur untuk mengenakan pakayan motif Songke pada hari-hari tertentu.

    Atau yang paling besar adalah mewajibkan anak-anak sekolah di Manggarai Timur dari semua jenjang pendidikan untuk mengenakan pakayan Songke di hari Jumat atau Sabtu.

    Jika ini dilakukan maka akan berdampak luas pada nasib para penenun di Congkar, di Rajong dan di Lamba Leda yang selama ini dikuasai oleh para penadah.

    Para penadah selama ini sesuka hati menentukan harga, karena mereka adalah pembeli satu-satunya. Padahal Songke Lamba Leda memiliki kualitas yang tak kalah bagus dari motif lainnya.

    Belajar Pada Pemda Flotim dan Pemprov Bali
    Mendengar kabar ini penulis kembali teringat pada kebijakan pemerintah daerah Flores Timur di bawah komando Bupati Antonius Hubertus Gege Hadjon.

    Di lingkungan pemda Flotim saat ini para Aparatur Sipil Negara wajib mengenakan pakayan adat Flores Timur pada hari-hari tertentu.
    salah satu contoh baju Songke Foto IG @ManggaraiFloresntt

    Dalam sebuah sesi wawancara dengan saya di Denpasar belum lama ini, bupati Anton mengatakan bahwa Perbup itu dikeluarkannya setelah melihat nasib para penenun yang tak dipedulikan oleh pemerintah.

    Alhasil Perbup pun dikeluarkan, para ASN mulai memburu pakayan adat di pasaran, akibatnya permintaan akan kain adat Flotim meningkat drastis.

    Denyut nadi para penenun tradisional kini mulai hidup kembali dan mereka bisa berkarya lebih bebas lagi. Sebuah kebijakan yang luar biasa.

    Atau kebijakan Pemerintah Provinsi Bali di bawah komando gubernur I Wayan Koster yang mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang aturan mengenakan pakayan adat di semua instansi pemerintahan maupun non pemerintahan di Provinsi Bali.

    Ini juga dilatarbelakangi oleh nasib para penenun tradisional yang ada di Provinsi Bali. Pemerintah benar-benar hadir untuk membela kaum kecil di tengah gempuran fashion dari luar.
    Cantiknya Molas Manggarai ketika deng Songke Foto Congkasae.com

    Pertanyaannya adalah adakah kemauan dan ikhtiar dari Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur untuk mendengarkan keluhan para penenun?

    Adakah pemerintah kabupaten Manggarai Timur sedikit saja melirik ketimpangan dan monopoli harga yang diberlakukan oleh para penadah selama ini?

    Bukankah kualitas kain yang dihasilkan para penenun itu sudah diakui oleh dunia luar? Lalu kapan Pemkab Matim mau mengeluarkan kebijakan yang sama?

    Saya sangat senang jika besok atau lusa, ada berita di media daring tentang perbup atau perda tentang aturan mengenakan kain adat Songke di lingkungan pemda Matim.

    Itu ibarat  saya yang masih galau ini tiba-tiba mendengar kabar dari Moni sang mantan pacar yang telah pergi meninggalkan saya hahahaha.
    Antonius Rahu

    Penulis merupakan pemerhati adat dan budaya Manggarai
    Komentar

    Tampilkan

    ads