- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Potret Mahasiswa Manggarai di Bali, dari Jadi Security Hingga Tukang Masak

    Tim Redaksi | Editor: Antonius Rahu
    20 Februari, 2020, 14:00 WIB Last Updated 2020-02-20T07:01:36Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1
    Foto Ilustrasi Mahasiswa/Congkasae.com

    [Congkasae.com/Lejong] Pagi itu cuaca kota Denpasar begitu cerah ketika Congkasae.com tiba di salah satu hunian (Inde Kos) yang terletak di kawasan Denpasar Timur.

    Beberapa orang anak muda tampak duduk melingkar dengan gelas Kopi di tengah  rupanya mereka sedang asik bermain gitar di depan kamar hunian mereka.

    Hari itu adalah hari Minggu, jadi semua warga inde Kos tersebut kebanyakan libur. Congkasae.com pun mulai melemparkan senyuman ke mereka yang dibalas dengan sahutan selamat pagi oleh salah satu dari antara mereka.

    “Ka’e selamat pagi cari siapa?” Sahut pria berkulit sawo matang itu.

    Setelah mengutarakan niat kedatangan kemari, Congkasae.com pun diarahkan ke salah satu kamar berukuran 3m x 4m lengkap dengan kamar mandi dan dapur dalam (tidur di luar teras, hahaha bercanda).

    Hari ini Congkasae.com hendak menemui Maria Angelica salah seorang Mahasiswi tingkat akhir di salah satu kampus swasta di Bali.

    “Selamat pagi ka’e selamat datang di Bali,” sahut Angel, sapaan akrabnya ketika menyambut kedatangan congkasae.com.

    Angel adalah satu dari sekian banyak mahasiswi Manggarai yang melanjutkan pendidikan di Denpasar, salah satu kota dengan populasi orang Manggarai yang terbilang cukup banyak, mungkin bisa dibuatkan puluhan mbaru gendang haha.

    Di inde kos itu perempuan kelahiran Manggarai Timur itu tinggal sendirian, sepintas perlengkapan serta prabot rumah tangganya dibilang cukup lengkap bila dibandingkan hunian kelas Mahasiswa kebanyakan.

    “Jadi saya tinggal di sini sudah cukup lama, sejak semester dua ya hitung-hitung biar irit biaya ongkos ke tempat kerja ka’e,” sahut Angel yang dibarengi senyum manis.

    Kepada Congkasae.com ia berbagi kisah hidup yang disebutnya penuh dengan kejutan, “Saya awalnya datang ke Bali ini beberapa tahun lalu, itupun awalnya hendak mencari kerja, karena orang tua saya hanya mampu menyekolahkan saya setingkat SMA,”katanya sembari menyeruput kopi di hadapannya.

    Angel menyebut awal kedatangannya di Bali penuh dengan tantangan, apa lagi ia meninggalkan Manggarai Timur di tengah larangan bapaknya yang mati-matian hendak menjodohkan Angel dengan Nadus (Bukan Nama sebenarnya) seorang pria di kampungnya yang juga masih anak dari pamannya.

    “Dia (Nadus) memang suka saya kaka, tapi saya tidak mau, karena saya tidak cinta dan saya masih muda, saya ingin menimba pengalaman dulu sebelum menikah,”urainya.

     Angel ingat betul ketika pertama kali ia datang ke Bali, menumpang kapal Tilong Kabila dengan rute Labuan Bajo- Denpasar (Benoa) hampir 80 % penumpangnya adalah warga Manggarai yang hendak ke Bali.

    Sesampainya di Bali, ia memutuskan tinggal bersama dengan temannya yang kebetulan sudah 6 bulan tiba lebih awal dan bekerja di salah satu pabrik roti.

    “Kami sama-sama cari kerjanya saya di sini awalnya sengsara ka’e jalan kaki, bawa lamaran ke mana-mana, waktu itu dia adalah satu-satunya orang yang saya kenal di Bali, saya tidak memiliki kenalan lain apa lagi keluarga, kalau sekarang sudah banyak malahan,”tambahnya.

    Setelah sekian lama menenteng lamaran ke sana kemari, siang itu tiba-tiba ponsel Nokia Gimbot dengan layar kuning milik Angel berdering.

    Sebuah nomor kontak tanpa nama tertera di layar ponselnya, ternyata itu adalah seorang pemilik toko Dupa yang menjual perlengkapan upacara adat keagamaan, yang meminta Angel untuk menghadiri sesi wawancara kerja.

    “Saya senang sekali waktu itu ka’e artinya jalan kakinya saya sudah mulai membuahkan hasil,”kisah perempuan berparas cantik ini.

    Alhasil Angel pun diterima kerja di toko itu dengan gaji awal sebesar Rp 1.300.000/ bulan, uang gaji itu dibilang Angel cukup untuk menghidupinya selama sebulan tanpa sisa satu sen pun.

    “Apa lagi saya harus tinggal sendiri, bayar listrik kos dan kebutuhan makan ka’e sengsara mbeot (merantau) ke sini,”tambahnya.

    Setelah 6 bulan bekerja di toko itu, Angel pun mulai berkenalan dengan komunitas Manggarai yang ada di Denpasar.

    Dari sana ia peroleh banyak informasi lowongan pekerjaan yang kelak membantunya hingga  bisa kuliah.

    Saat ini dia bekerja di salah satu perusahan skala menengah yang bergerak di bidang jasa catering makanan untuk hotel.

    Awalnya dia ditugaskan di bagian cuci perabot masak, lama kelamaan berkat ketekunannya ia naik kelas jadi cook helper (tukang bantu masak) setelah bekerja hampir tiga tahun sebagai cook helper ia kembali dipercaya sebagai salah satu staff tukang masak.

    “Nah dari situ saya punya gaji juga sudah lumayan mencukupi, apa lagi atasan memperbolehkan saya membawa sepeda motor pulang ke kos, saya pikir kalau malamnya sepulang kerja saya bengong, saya harus isi kegiatan yang bermanfaat,”kisahnya.

    Iapun mulai mencari informasi di internet terkait sistem perkuliahan di beberapa kampus swasta di Bali, yang ternyata memang menyediakan kelas malam.

    Sampai pada akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, “saat saya daftar kuliah, saya tidak beritahu orang tua di kampung, mereka mengira saya hanya kerja saja di sini (Bali) setiap Natal saya selalu kirim uang untuk mereka itu hanya memastikan bahwa saya di sini baik-baik saja,”tambahnya.

    Barulah pada semester V ia mengabari orang tuanya memberi tahu jika dirinya sudah kuliah semester V.

    “Sebenarnya saya tidak mau beritahu sampai saya diwisudah tapi saya tidak kuat untuk keep this secret sendirian, jadi saya pikir mereka (oran tua) juga berhak tahu,”katanya.

    Awalnya menurut Angel, keluarga tidak percaya jika ia sudah melanjutkan pendidikan setingkat perguruan tinggi, apalagi biaya pendidikan dan biaya hidup di Bali yang dikenal mahal.

    Namun orang tua baru percaya setelah dikirimi foto-foto serta kegiatan nya selama di kampus,”yang jelas mereka yang di rumah semua merasa terharu, mereka nangis dengan apa yang telah saya lakukan di sini (Bali),”kisah Angel sembari menambahkan bahwa orang tua adalah hal yang jadi prioritas dalam hidupnya.

    Ketika disinggung soal pacar seperti anak muda kebanyakan, Angel tersenyum lebar dan mengatakan sejauh ini masih single.

    “Bukan berarti tidak laku ya kaka, hahaha saya hanya fokus di Kuliah dulu nanti lah kalau sudah selesai baru dipikirkan,”ucapnya Angel sambil meminta Congkasae.com merahasiakan fotonya.

    “Saya tidak mau tenar sebenarnya cuman karena kaka yang datang ya makanya saya pikir mungkin  ada hal lain yang perlu ditiru dari saya,”tutup Angel.

    Nasib serupa juga dialami Laurensius Jefrianus Amat, Jika Angel menjadi tukang cuci prabot, bedanya Jefrianus berprofesi sebagai tukang jaga alias Satpam di salah satu Hotel di Denpasar.

    Beruntungnya Jefri dikirim orang tuanya ke Bali dengan maksud hendak melanjutkan pendidikan di Denpasar, ia awalnya dikuliahkan orang tuanya.

    Namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama, setelah beberapa bulan memasuki masa paceklik di Manggarai Timur.

    Hal tersebut berimbas pada jumlah uang yang dikirimkan orang tuanya, Jefri pun merasa bahwa statusnya sebagai mahasiswa tak lama lagi akan berakhir.

    Untuk tetap mengenyam pendidikan sampai semester akhir, Ia pun mulai mencari pekerjaan yang bisa digeluti selama itu masih halal.

    Pada suatu ketika pada bulan Juli tahun tahun lalu, ia memberanikan diri untuk mengajukan lamaran kerja sebagai security di hotel Mahajaya Bali.
     Laurensius Jefrianus Amat, Foto Congkasae.com

    Jefri tidak memiliki bekal apa-apa ketika melamar menjadi satpam di hotel tersebut, hanya ilmu bela diri Pencak Silat PSHT yang ia kuasai.

    "Ya... berkat kemampuan saya menguasai keterampilan ilmu bela diri pencak silat PSHT, bos pun tidak berpikir panjang dan langsung memutuskan untuk menerima saya bekerja di sana," ungkap Jefri kepada Congkasae.com.

    Upah yang diterimanya selama bekerja di hotel ini tidak besar, namun ia menilai uang tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup serta biaya kuliahnya.

     "Saya sengaja mengambil sift pagi dari jam 07.00-pkl 15.00 ,karena waktu kuliah saya kebanyakan sore hari dari pkl.18.00-21.00.  Ya... memang lumayan capeh, tetapi inilah usaha saya agar nantinya saya bisa meraih impian besar untuk menjadi serjana," tambah Jefri.

    Ketika jadwal kerja dan kuliahnya bentrok, Jefripun harus membujuk temannya untuk bertukaran shift agar pekerjaan dan kuliahnya tetap berjalan.
    Jefri bersama temannya di salah satu Kampus di Bali, Foto Congkasae.com

    Jefri pun berharap, Tuhan selalu memberikan kesehatan kepada kedua orang tua tercinta. Semoga juga pekerjaan dan pendikannya selalu berjalan seimbang sampai ia dikukuhkan sebagai seorang serjana.

    Penulis: Marselino Ando
    Penyunting Akhir: Antonius Rahu

    Noted: Kalian punya kisah inspiratif seperti ini? Kirim kisah inspiratif anda ke email kami [email protected] atau hubungi kami via tombol pink di kanan bawah website ini.
    Komentar

    Tampilkan

    ads