***Oleh Erdus Anggal***
Sumber Daya Manusia unggul Indonesia maj, begitulah slogan singkat dan tidak asing untuk mengawali tulisan ini.
Indonesia adalah salah satu Negara di dunia yang tergolong minat membaca dan menulisnya yang sangat minim.
Khusus untuk kategori anak-anak kelas IV sekolah dasar (SD) dan berada pada peringkat ke-41 diantara 45 negara maju dan negara berkembang yang didata oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS, 2011).
Hal ini menggambarkan kendala besar suatu Negara dalam mencetak generasi yang unggul dalam sumber daya manusia.
Jika hal ini dibiarkan larut dalam waktu tanpa adanya pembenahan secara menyeluruh baik dari Negara, instansi civitas akdemika, organisasi peduli pendidikan maka hal ini akan bertambah buruk.
Sebuah terobosan baru penting dilakukan dengan mengimbangi kerja sama antara masyrakat dan pemerintah, instansi sekolah dengan pemerintah, anak muda yang peduli pendidikan dengan pemerintah.
Ada banyak cara dilakukan secara teknis yang akan membangun minat baca dan menulis generasi Indonesia mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa.
Dalam dunia anak-anak dan remaja akan sangat baik dan bijak ketika selalu melakukan literasi.
Menurut Indriyani, Zaim dan Ramadan. 2019 secara sederhana literasi diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan menulis.
Walaupun literasi berkembang secara pesat, artinya tidak sekeder membaca dan menulis. Seperti yang disampaikan Cakti Indra Gunawan dkk.2019 dalam buku Revolusi Pena bahwa literasi ada macam-macam seperti literasi perpustakaan, literasi hukum, literasi computer, literasi media, literasi teknologi, literasi ekonomi, literasi informasi, berfikir kritis, peka terhadap lingkungan, bahkan peka terhadap politik.
Entalah defenisi literasi seperti apa inti literasi memiliki efek yang baik dalam kehidupan pendidikan.
Dalam pendidikan desa atau pelosok negeri kegiatan literasi masih sangat strategis digunakan manakala pemahaman teknologi belum mempengaruhi anak muda.
Bukan berarti teknologi itu tidak baik tetapi kadang perkembangan teknoli juga yang menyebabkan minat baca anak muda berkurang lantaran banyak suguhan game online dan lain sebagain yang tidak semestinya dikonsumsi.
Literasi pendidikan desa dapat dimulai dari kegiatan ekstarkulikuler sekolah yang menyisipkan waktu melakukan literasi dalam sepekan.
Desa memiliki perpustakaan desa atau gubuk baca dengan memanfaatkan pengangguran atau anak muda yang tidak melanjutkan pendidikan seperti lulusan SMA sebagai mentor.
Sebuah program wajib tahunan dari pemerintah kabupaten atau provinsi dalam menyelenggarakan kegiatan yang menggerakan minat baca dan menggerakan pendidikan.
Kegiatan literasi tidak terlepas dari fasilitas atau sarana buku dan juga orang sebagi mentor dalam kegiatan atau penggerak roda literasi.
Kebutuhan kedua unsur ini seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Maka kerja bersama dari berbagai pihak sangat diperlukan dalam mewujudkan generasi Indonesia yang unggul dan berkompeten.
Unggul dan kompeten generasi muda akan dengan mudah bersaing dalam kasus demografi 2028-2045 sperti yang dibicarakan tahun sebelumya.
Kalau saya katakana pendidikan adalah senjata paling ampuh mengubah dunia dan literasi adalah pelurunya.
Itu artinya besarnya pengaruh literasi dalam mengubah karakter, Intelektual dari anak muda sebagai generasi Bangsa Indonesia.
Membuat kegiatan membaca menjadi sebuah budaya bagi anak muda Indonesia menjadi sepak terjang yang mulia.
Karena ketika budaya membaca dilakukan anak muda dengan sendirinya menjadi sebuah kebutuhan dirinya dan menjadikan pribadi orang itu cerdas dan mandiri dalam berpikir, cepat tanggap, rasional dan lain sebagainya.
Akhirnya semoga tulisan ini menjadi awal bagi kita dan saya pribadi sebagai anak muda yang peduli pendidikan dalam membangun Indonesia dan melukis matahari Bangsa dengan budaya Literasi.
Erdus Anggal adalah Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian
Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.
Isi dari tulisan ini menjadi tanggung jawab penulis.