***Catatan Alves Ramli S.P***
28 Desember 2019 tepat pada hari pergantian tahun adalah hari kenangan dan akan dikenang selalu dalam album kenangan saya.
Pasalnya di hari itu saya menyaksikan secara kasat mata ada lelaki yang toko wa to,o kole (jatuh bangun) di desa asal saya yaitu Golo Nimbung, Kec. Lamba Leda, Manggarai Timur.
Ia berusaha mengumpulkan ase kae (keluarga) dalam rumahnya guna mewujudkan impiannya yaitu mendapatkan kala rana (sang gadis), parahnya lagi di hari itu hujan lebat mengguyur desa kami.
Tau toh bagaimana kejamnya musim hujan di bulan Desember berganti januari. Beliau ini salah satu perantau di Kalimantan Selatan, tepatnya di Banjarmesum eh salah maksud saya di Banjarmasin.
Dia bekerja di salah satu perusahaan obat herbal. Jabatannya saya kurang tahu, pokoknya dalam jabatannya ada kata kepala entahlah kepala yang dimaksud itu apa.
Setelah kami semua kumpul yah terhitung ada puluhan orang begitu, langkah pertama yang diambil ialah bapaknya memegang sebotol sopi dan sebungkus rokok Djitoe, sembari bicara dalam bahasa adat Manggarai, tuturnya seperti ini;
“ io……salang tara manga ranga, neki weki, padir wa,i rentu sa,i. ai manga kat nanang le mata, maring le nai, ngoeng loke maring tara, de ngasang anak dite (sebut nama anaknya) agu kala rana le pang pocoranaka, le ngaung laci arus, jadi neho tegi daku ngasang ema diha mai ga ite sangged ngasang ase kae kut teti cama mendo daku hoo, kapok."
Kata kata adat yang diungkapkan oleh bapak ini memiliki arti tujuan dikumpulkannya keluarga untuk mewujudkan impian dari anak laki-lakinya itu.
Dengan berakhirnya ucapan dari bapaknya itu, kami memutusakan salah satu orang tua dari keluarga besar untuk menjawab hal yang diungkapkan oleh ayah dari lelaki itu, yah Pak kepala desa waktu itu namnya Pak Frans.
Diapun menjawab dengan bahasa adat, “io….wali dia latang reweng dite ngasang ema de ngasang de ase dami, jadi woko nggitu reweng dite dami ngasang ase ka,e kali gah mendo dite cama neho mendo dami (berat sama sama dipikun, ringan sama sama di jinjing).
setelah semua hal yang dibicarakan selesai, semua keluarga mengumpulkan uang, maaf nominal saya tidak sebut, (heheheheh privasi keluarga).
Bagian keuangan sudah berhasil kami kumpulkan, kini kami pikirkan kembali soal Jarang (kuda) dan Mbe (Kambing) Manuk (Ayam) Tuak (Moke), Oto (Mobil), dan puji Tuhan segala persoalan itu kami bisa atasi, hanya tunggu hari H untuk Wee Ngo One Kilo de Ende Ema (pergi ke keluarga perempuan).
Tepat tanggal 31 Desember 2019, setelah kalok bahasa setempat (Upacara adat pergantian tahun) selesai, kami bergegas kembali ke rumah dari lelaki itu dan mempersiapkan diri menuju Ende Ema de Inewai (Menuju keluarga dari perempuan itu) di Pocoranaka Timur.
Oh ia sebelum take off tolong control saku alias kantong masing-masing, ungkap Tongka (Juru Bicara) keluarga yang ikut pun sorak menjawab siap dan aman.
Semua hal yang harus dibawah telah kami siapkan, oto kol (bis kayu ) stay depan pintu rumah, hujan semakin lebat kecemasan kami kian tumbuh bersama keraguan kadang rapuh dilanda hujan.
Tau toh kami punya cara style, hehhehe parfum Cacablanca dan Minyak Rambut merk Pomade sudah menempel gaessss.
Ata tu,a ende (Ibu-ibu) dong dua hari sebelunya rutin gunakan Racikan Rono Nio (Parutan Kelapa tua). Hhahaae apa yah, bahasa Indonesia dari rono Nio?
Hari semakin sore hujan pun belum berhenti, keegoisannya semakin merajalelah, nah kebetulan sekali ada salah satu ata tu,a ema (lelaki tua) memiliki ilmu penangkal hujan.
Seketika itu ia menggunakan jurus kunyuk menangkal hujan yang diwariskan oleh Wiro Sableng,
Yah entah itu karena mukjizat atau ampuhnya jurus dari ata tu,a ema itu hujan akhirnya redah total.
Sayangnya hari sudah disamar-samar oleh malam. Waktu menunjukan pukul 19.00 WITA. Supir dan Konjaknya (Kondektur) mengajak kami untuk masuk kadalam bus kayu itu, kami pun berangkat dalam perjalanan kami disuguhkan oleh Lagu inang amang tiba somba de anakme, hehehe.
Kalian pasti tau gaesss, cara musiknya oto kol di Manggarai, greget ngeriii.,,,,,karena hanya music yang bisa menemani jalan berlubang dan dikelilingi oleh Ngampang Dan Tengku (Tebing dan Jurang) gaessssss. Di Lamba Leda lu pu oto tidak music berarti lu pu oto siap tidak laku. Heheehe kejam ngeriii.
Kami sampai di Deno salah satu kampung di Kecamatan Pocoranaka pukul 22.00 wah, ngerikan gaess?
Dari Deno Sampai Ke Laci Arus, ruas jalanya juga termasuk greget guysss tidak pernah luput dari Jalan berlubang.
Kamipun tiba di Pa,ang (muka kampung) Laci Arus tepat pukul 23.30 WITA dan tiba di rumah calon mertua lelaki itu pada pukul 00.00 WITA.
4L (lelah,letih, lesuh dan lapar) merasuki kami semua. Kamipun di sambut baik dan dihidangkan oleh berbagai macam hidangan, mulai dari kopi dan kue ala Kampung Laci Arus hingga ke Santapan makanan lain, berupa Nasi Putih dan Daging Babi Gaessss, dengan itu 4L pun dengan sendirinya menghilang Gaesss, hehhehe.
Senangnya luar biasa gaesss, tapi jangan lupa ada hal terpenting dari semua itu gaesss. Makan malam selesai, kedua tongka pun mulai beraksi dari pihak perempuan dikategorikan sebagai tongka tegi (Jurubicara pihak perempuan) dan dari pihak laki laki namanya tongka tei.
Pembicaraan di awali oleh tongka dari pihak perempuan sembari bicara ia memegang satu cerek tuak putih dan sebungkus rokok.
Setelah hal yang ia bicarakan selesai maka akan dijawab oleh tongka tei dari pihak laki-laki sembari bicara ia mengeluarkan sepeser uang dari kantongnya, digandengi oleh sebotol bir dan sebungkus surya sambil mengatakan io hoo tura cai dami, serahkan uang, bir dan rokok itu ke pihak perempuan.
Berbagai ritus dilakukan maaf tidak bisa dibahas satu persatu. Perlu diketahui hal yang kita bahas dari tadi namanya bukan Belis itu baru langkah awal yaitu masuk minta kami orang Lamba Leda (Cepa Tu,a) hehehhehe, bingung yah? Tenang saya akan tulis lagi di episode selanjutnya.
Segala ritus sudah sampai pada penghujung dan hari sudah masuk pagi, segala yang dibicarakan tidak ada yang dirumitkan dan dipersoalkan.
Paluk Kila (Tukar Cincin) sudah dilakukan pengakuan sama sama suka dari laki laki, pun sudah didengungkan dan akhirnya sang perempuan siap siap hidup di keluarga laki-laki.
Pada pukul 08.00 WITA, kami kembali disuguhkan berbagai macam hidangan dari keluarga perempuan, yang lebih dari itu semua ialah Kopi pa,it dise ata Pocoranaka Timur (Kopi pahit suguhan orang Pocoranaka Timur). Hhehehehe, kopi asli gaesss.
Tidak hanya sampai di situ gaess pukul 10.00 WITA kami bergegas pulang, sembari itu pihak keluarga perempuanpun siap menghantar anak gadis mereka ke pihak keluarga laki-laki.
Sampai di keluarga pihak laki-laki dilanjutkan oleh ritual rook alias pentang pitak pertanda ada keluarga baru yang disahkan menjadi bagian dari keluarga lelaki.
Dengan begitu maka sahlah sudah hubungan mereka berdua, tinggal pikir satu langkah lagi yaitu Kaba Paca dan Japi Rame Kawing
Burung Irian
Burung Cendrawasih
Cukup Sekian
Dan Terimakasih.
Tabe itu
Alves Ramli
Penulis saat ini menetap di Kota Malang Jawa Timur.
Baca Juga: