Prosesi Torok antara dua juru bicara dalam prosesi adat masuk minta di Manggarai, Foto Adat Budaya Kempo |
***Catatan Antonius Rahu***
Corona adalah salah satu topik perbincangan yang tidak
pernah habis-habisnya dibicarakan publik, tidak siang, tidak malam, tidak di
rumah, di pasar di pondok sawah pun topik utamanya pasti tentang corona.
Dimana ada dua tiga orang berkumpul pasti topik
pembicaraannya tentang corona, wabah ini rupanya sedang bergentayangan di
mana-mana, ibarat ilmu sihir Janto yang bisa membunuh orang tanpa kelihatan
wujudnya.
Masih duduk ketawa tiba-tiba dalam sekejap mata sudah
meninggal dunia, itulah kekuatan dari ilmu Janto yang hingga kini masih
diyakini orang Manggarai pada umumnya.
Karena keganasannya ini pulah yang jadi alasan corona jadi
momok yang menakutkan, keganasannya menimbulkan kepanikan serta kecemasan luar
biasa.
Diskursus ruang publik kini dipenuhi asumsi tanpa bukti,
bahkan sebagiannya lagi menyentuh pada level pengambilan kesimpulan yang
berujung pada tindakan anarki.
Selamat datang di zona seleksi alam 2020 zona dimana umat
manusia sedang merasa panik memikirkan hal yang paling esensial dalam hidupnya,
yakni tentang hidup dan mati.
Corona dan Seleksi Alam
Jerapah bisah lolos dari seleksi alam seteah beradaptasi dengan memanjangkan lehernya |
Sejak pertama kali kemunculannya di daratan China, penyakit
bernama lengkap Novel Corona Virus ini mungkin tidak terlalu diperhitungkan eksistensinya.
Saya termasuk orang yang sempat beranggapan bahwa ini
hanyalah flu biasa sebagagaimana dua virus sebelumnya flu burung dan virus MERS
yang tidak sempat menyebar ke penjuru dunia.
Namun rupanya hal itu tidak berlaku bagi Covid-19, buktinya
hanya butuh sebulan saja virus ini berhasil menyebrangi samudra Atlantik masuk
ke daratan Eropa hingga Amerika.
Begitu pulah dengan Asia yang begitu mudahnya dijajaki virus
ini, sementara tetangganya Australia juga belakangan dilaporkan mendapatkan
kunjungan covid-19 menyusul ditemukannya pasien terpapar covid-19 di negeri
Kanguru itu.
Di Indonesia sendiri tamu tak diundang dengan julukan
Covid-19 itu resmi disambut presiden Jokowi menyusul ditemukannya dua pasien
terkonfirmasi positif corona di Depok Jawa Barat.
Hanya butuh waktu kurang dari 15 hari tamu kehormatan asal
negeri tirai bambu itu berhasil mengobrak abrik 34 provinsi di tanah air.
Angka statistik orang
terpapar virus makin hari semakin bertambah, jumlah pasien terkonfirmasi
positif corona kian bertambah laju angka kematian tak mampu dihentikan.
Kepanikan dan ketakutan mulai terasa dimana-mana setelah
pemerintah mengeluarkan kebijakan pengalihan kegiatan perkantoran, sekolah
hingga kampus ke jalur daring.
Ditambah lagi dengan pemberlakuan aturan larangan mudik dan
semua moda transportasi darat, laut dan udara di tanah air semua pikiran
mengarah pada satu diktum tentang kematian yang sudah di depan mata.
Mengacu pada teori evolusi imbas dari sebuah seleksi alam
adalah kepunahan spesies di mana manusia masuk dalam kelompok ini.
Corona adalah seleksi alam dimana manusia sedang diuji dari
segala lini, tentang hubungannya dengan sesama makhluk ciptaan Tuhan, tentang
hubungan manusia dengan Tuhan dan tentang kemampuan beradaptasi dengan ganasnya
alam.
Jika manusia tidak kuat beradaptasi dengan perubahan yang
dibawah Corona ini maka cerita punahnya dinosaurus akan terjadi pada spesies
manusia.
Pertanyaanya mampukah kita beradaptasi dengan perubahan yang
dibawah corona ini? Jawabanya kembali pada diri kita masing-masing.
Jika kita taat mengikuti protokol kesehatan yang dianjurkan
pemerintah tentu kita semua akan lulus dari seleksi alam ini sama seperti
Jerapah yang terpaksa memanjangkan lehernya meski terlihat tidak cantik lagi
hanya untuk bisa bertahan hidup dalam
seleksi alam sebelumnya.
Tetapi jika tidak maka kita akan mengikuti jejak langkah
dinosaurus yang punah ditelan perubahan bernama seleksi alam.
Corona dan Pergeseran
Peradaban Manusia
Selama ini kita berpandangan bahwa Tuhan hanya ada di Gereja dengan Corona pandangan itu gugur |
Begitu ganasnya bahaya yang dibawah corona sang guru pemberi
soal dalam seleksi alam kali ini sampai-sampai perubahan mulai terasa dalam
kelompok sosial kemasyarakatan.
Sedikitnya ada perubahan cara hidup dan cara manusia
bersosialisasi usai dihantam pandemic corona ini. Jika sebelumnya manusia
dikatakan berdoa jika berada di Gereja, Masjid Kuil dan Pura, namun dengan
corona ini anggapan itu mulai hilang.
Buktinya beberapa kegiatan keagamaan yang melibatkan banyak
orang belakangan ini sudah dialihkan ke rumah, dan dilakukan secara individual.
Sebut saja perayaan paskah bagi umat katolik dan keristen,
ibadah solat tarawih dan idul fitri bagi teman-teman muslim yang terpaksa
dilakukan secara sendiri-sendiri dari rumah.
Corona mengajarkan umat manusia tentang cara pandang Tuhan
itu ada di Gereja, di Masjid di Pura itu keliru.
Corona mengajarkan kita bahwa Tuhan itu ada di dalam hati
kita, bait Allah yang dikatakan Tuhan Yesus itu sesungguhnya ada di dalam hati
kita masing-masing.
Kita tidak perlu jauh-jauh mencari Tuhan ke Gereja Dia yang
kita sujud dan kita sembah itu sedang bersemayam dalam diri kita.
Untuk soal nomor satu dalam seleksi alam kali ini rupanya
sudah terjawab, mari kita beranjak ke soal nomor dua dalam paket soal seleksi
alam yang diberi oleh Corona ini.
Adalah tentang waktu bersama Keluarga dan memuliakan Tuhan,
jika sebelumnya kita terlalu banyak menghabiskan waktu dengan orang lain di
luar lingkaran keluarga, maka dengan corona ini kita menjadi lebih banyak
berada di rumah.
Menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta sembari
memuliakan Allah, meski mungkin kita baru berdoa hanya karena merasa takut
dengan ancaman kematian akibat wabah ini.
Akan tetapi Tuhan sedang mengajarkan kita betapa berharganya
keluarga itu, dengan Corona ini Tuhan sedang
mengajarkan kita tentang arti kebersamaan dalam satu rasa memuji dan
memuliakan dia sang empunya kehidupan.
Corona adalah paket soal seleksi alam yang dikirim Tuhan
untuk kita manusia, sesuai dengan namanya seleksi tentu ada yang lulus dan ada
yang gagal.
Yang lulus adalah mereka-mereka yang taat asas, fleksibilitas
adalah dasar utama dalam melangkah, sementara mereka yang kakuh dan lamban
beradaptasi akan tereliminasi.
Menyisahkan nama dan batu nisan, itulah kejamnya seleksi
alam. Kita harus mencontohi Jerapah yang rela menghilangkan kemolekannya
setelah lehernya diperpanjang demi sebuah alasan paling esensial yakni tentang
mempertahankan spesies dari kepunahan.
Corona dan Sida Anak
Rona
Molas Manggarai |
Sida anak rona
yang diartikan sebagai kewajiban yang diberikan oleh pihak pemberi istri untuk
berpartisipasi dalam sebuah upacara adat di Manggarai tahun ini rupanya untuk
pertama kali dalam sejarah juga akan dihentikan sementara waktu.
Buktinya memasuki pertengahan tahun 2020 ini saya belum
pernah mendengar ada keluarga yang menikah, kumpul kope, kelas, dan sederet
pesta adat dan tetek bengeknya.
Corona juga merupakan cara Tuhan mengajarkan kita tentang
nilai esensi dari sebuah kehidupan, Corona seolah bercerita bahwa apa yang
selama ini kita lakukan itu adalah urusan fana, urusan duniawi.
Dengan kehadiran Corona kita sedang diberitahu bahwa
sesungguhnya pesta adat yang sarat akan hedonis, glamor dan cendrung memaksakan
keadaan itu menjadi tidak berarti di mata Tuhan.
Pesta kenduri alias kelas, kumpul kope, Menika, sida anak
rona adalah deretan kegiatan yang bernilai di mata sesama manusia akan tetapi
bahkan mungkin tidak berarti di mata Tuhan.
Karenanya Tuhan bilang ini sebaiknya dihentikan untuk
sementara waktu, ya,,,,selama ini kita terlalu sibuk mengejar status sosial di
dunia ini.
Kita lupa bahwa ada Dia sang pemberi kehidupan yang selalu
setia mendengar permintaan dan curhatan kita. Mungkin karena itu maka Tuhan
memberi Corona ini.
Akhir kata dari semua tulisan panjang tak bermakna ini mari
kita belajar pada Jerapah tentang bagaimana cara dia bisa bertahan hidup dari
seleksi alam sebelumnya.
Mari kita ikuti arahan pemerintah tentang pentingnya menjaga
kesehatan, tentang perlunya menyiapkan waktu khsusus bersama Tuhan sang empunya
kehidupan.
Tak bersalaman sementara waktu, menjauhkan diri dari
kerumunan, kurangi bepergian, selalu mengenakan masker dan perbanyak doa adalah
cara meluputkan diri dari seleksi alam bernama wabah corona ini.
Mari kita satukan suara selaraskan nada dalam setiap ujud di
ruang adorasi masing-masing agar menyudahi wabah ini.
Sebagaimana DIA yang kita kenal murah hati, panjang sabar,
jangan lagi kita bangkitkan amarahNYA dengan membenahi sikap menjalankan
perintahNYA serta menjauhi laranganNYA.
Biar kita luput dari wabah ini sebagaimana bangsa pilihanNYA
luput dari amukan amarah NYA seperti dikisahkan Yezhekiel 7 : 1-27. Semoga….!
Penulis merupakan anak
mudah yang suka jalan-jalan saat ini tinggal di Labuan Bajo Flores