***Catatan Alves Ramli***
Catatan Dibalik Sengketa Lahan di Manggarai
Tulisan ini bercokol pada aneka persoalan berkaitan
dengan hak milik atas tanah yang diberi dan diwariskan oleh orangtua di
Manggarai.
Zaman ini ada kecenderungan memperebutkan kembali Lingko Pati dan Lingko Widang. Hal ini
disebabkan hak milik atas tanah tidak memiliki kekuatan hukum secara
administrasi.
Dalam kacamata penulis lingko pati dan lingko widang
tidak cukup diberi atau diwariskan begitu saja, tetapi perlu memiliki kekuatan
hukum secara administratif.
Melalui tulisan ini penulis akan menguraikan apa itu pati lingko dan lingko widang.
Selanjutnya, akan membahas pengamatan penulis bertalian dengan urgensi
kepemilikan atas tanah, sah secara hukum.
Dengan demikian, di kemudian hari tidak menimbulkan
“perebutan” kembali oleh pihak keluarga manapun terlebih pihak ata one anak laki-laki
Uraian
Singkat Lingko Pati dan Lingko Widang
Uraian ini ditulis dari pemahaman penulis sebagai
orang Manggarai dari suku Compang-Lamba
Leda-Golo Nimbung-Rongkam.
Lingko Pati
merupakan tanah warisan orang tua yang dibagikan kepada ata one (anak laki laki).
Proses pembagian Lingko
Pati ini biasanya dilakukan dengan cara mengumpulkan anak laki-laki dan
disaksikan langsung oleh Tu’a Teno (=Kepala
Adat) dan beberapa anggota keluarga dari pihak ayah.
Lewat proses tersebut tanah warisan itu kemudian sah
milik anak laki-laki yang bersangkutan. Dengan kata lain, warisan tersebut
berpindah tangan dari pihak pertama, yaitu orang tua kepada pihak kedua, yaitu
anak laki-laki.
Sedangkan Lingko
Widang merupakan warisan berupa tanah yang diberikan orang tua kepada ata pe,ang (anak perempuan).
Proses pemberian warisan tersebut dilakukan dengan
mengumpulkan anak laki-laki dan perempuan.
Kemudian orang tua akan meminta persetujuan dari anak
laki-laki. Setelah mendapat persetujuan dari anak laki-laki tanah yang akan
diberikan tersebut sah milik ata pe’ang (Saudari
perempuan).
Singkat kata, tanah warisan tersebut beralih dari
pihak pertama, yaitu orang tua kepada pihak kedua, yaitu anak perempuan.
Lingko Pati
Secara Antropologis
Secara antropologis, warisan orang tua Manggarai harus
didominasi oleh pihak ata one (anak
laki-laki) dan hal ini merupakan tradisi bagi orang
Manggarai yang menganut sistem budaya patrilineal (Mengikuti garis keturunan
ayah).
Akan tetapi ada pengecualian untuk kasus-kasus
tertentu, misalnya jika dalam sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki
barulah semua lingko/tanah orang tua akan diwariskan sepenuhnya kepada anak
perempuan.
Kendati demikian proses itu harus melalui syarat utama
yaitu anak perempuan beserta suaminya harus tinggal di rumah orang tua perempuan
dalam bahasa Manggarai disebut ka,eng one.
Pentingnya Lingko Widang Berkekuatan Hukum
Dalam banyak kasus tanah di Manggarai, lingko widang
seperti ini menjadi masalah utama perang tanding memperebutkan tanah di
kemudian hari.
Faktor utama terjadinya hal ini dikarenakan oleh
ketidakjelasan tanda hak milik tanah widang pada pihak ata pe,ang (perempuan) atau tidak ada legalitas mengenai kekuatan hukum secara administratif.
Apabila di kemudian hari pihak keluarga laki-laki berupa anak cucu menggugat lingko widang (tanah pemberian) kepada
pihak ata pe,ang (perempuan), maka besar kemungkinan bahwa tanah widang
tersebut akan dikuasi lagi oleh pihak ata one (=laki-laki).
Di akhir tulisan ini penulis berpesan kepada seluruh
orang tua di Manggarai agar tetap mengupayakan pengadaan legalitas hukum secara administrative.
Hal itu penting dilakukan agar tanah widang yang dimaksud memiliki hak
tanda milik dan tak dapat diganggu gugat oleh pihak manapun termasuk ata one (laki-laki).