***Catatan Alvitus Minggu***
Pilkada merupakan praktek riil Demokrasi prosedural
menuju demokrasi substansial. Hal ini tergambar dalam konteks pilkada Mabar
yang secara nyata di depan mata kita telah hadir 4 paket paslon
Bupati yang sebentar lagi akan dilepas ke dalam arena kompetisi politik melalui
pesta demokrasi yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember tahun 2020.
4 paket tersebut merupakan putra/putri terbaik Manggarai
Barat. Adapun 4 paket calon yang dimaksud, yaitu Paket Pantas-Riski, Maria
Geong-Misi, Endi-Weng dan Andri-Gapul yang tentu saja sudah resmi, 4 paslon akan
bertarung di pilkada Mabar 2020.
Keputusan itu berdasarkan hasil rapat pleno
sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Nomor
65/PL.02.3-BA/5315/KPU-Kab/IX/2020 tertanggal 23 September 2020. Patut kita apresiasi
dan merasa bangga terhadap ke 4 paket itu.
Sebab mereka telah bersusah payah dan berdarah-darah
memperjuangkan tahap demi tahap akan mereka lalui untuk mendapat rekomendasi
dari partai politik.
Namun sebagai orang Manggarai Barat kita juga
mempunyai tanggung jawab moral terhadap berbagai proses pelaksanaan pilkada
Mabar sebab ada diantara 4 paslon patut yang diduga merupakan titipan kelas kapital.
Oleh karena itu, perlu kita mengkritisi karena bukan
tidak mungkin akan merasa terganggu dengan proses pelaksanaan pembangunan di
Manggarai Barat di kemudian hari.
Bahkan hal yang mungkin terjadi proses politik dan
demokrasi yang berjalan di manggarai Barat bisa dibayangkan akan dikendalikan
oleh kelas kapital.
Inilah yang perlu kita hindarkan bersama dalam
pilkada Manggarai Barat. Kalau itu yang terjadi maka resikonya bupati yang
terpilih akan sulit untuk bergerak bebas bahkan berpotensi dominan didikte oleh
kelas kapital.
Akhirnya bupati selalu tersandera oleh berbagai
kepentingan kelompok. Maka akan berpengaruh terhadap pembangunan politik di
Manggarai Barat.
Dalam teori politik kekuasaan itu terdapat dua macam
yaitu kekuasaan yang terlihat dan tak terlihat.
Kekuasaan yang terlihat merupakan kekuasaan pemimpin
yang dipilih berdasarkan hasil pemilu yang sah dan bersifat mengikat semua
warga negara.
Sedangkan kekusaan yang tak terlihat merupakan
kekuasaan yang berbasis pada kekuasaan ekonomi yang tentu selalu berada di
belakang kekuasaan pemimpin politik yang sah.
Keduanya saling berhubungan satu sama lain yang tak
dapat dipisahkan. Pada umumnya kebijakan politik dan ekonomi yang dilakukan
oleh pemimpin yang sah mayoritas selalu menguntungkan kepentingan kelas kapital
merupakan riil politik.
Untuk menetralisasi keadaan politik maka presiden
ataupun kepala daerah yang terpilih berusaha selalu mengimbangi antara
kepentingan kelas kapital dengan kepentingan masyarakat demi menjaga
keberlangsungan sistem politik dalam suatu negara.
Hal itu terjadi sebagai akibat intervensi oligark
dan oligarki terlalu dominan dalam dunia politik dan ekonomi sehingga dampaknya
demokrasi idealnya dikendalikan oleh kelas kapital.
Masyarakat hanya diposisikan sebagai penikmat gaung
demokrasi atau masyarakat hanya menerima ampasnya demokrasi. Sedangkan
substansi demokrasi hanya dinikmati oleh kelas tertentu yaitu kelas kapital.
Kita khawatir dalam situasi pemilihan kepala daerah Manggarai
Barat yang condong pragmatis dan transaksional sebagai akibat intervensi kelas
kapital yang akan berdampak pada perkembangan politik dan demokrasi Manggarai
Barat ke depan.
Kita tetap berwaspada jangan sampai pilkada
Manggarai Barat memberi celah kepada kelompok oligark (kelompok yang berbasis
pada kekuatan finansial) dan oligarki (kekuasaan politik hanya jatuh
disegelintir elit) untuk bermain di walayah politik uang.
Biarkan masyarakat yang mempunyai hak pilih secara
mandiri untuk menentukan pilihan politik kepada orang yang tepat menurut keyakinan
mereka.
Jangan sampai diintervensi dengan membalut jutaan
uang. Kalau ini yang terjadi dalam pilkada Manggarai Barat maka akan menjadi
racun bagi perkembangan demokrasi di Manggarai Barat.
Biasanya pada musim pilpres, pileg, dan pemilihan
kepala daerah oligark dan oligarki selalu berkeliaran di mana-mana untuk
mendukung paslon tertentu.
Tentu dengan segala macam cara mereka lakukan guna
memenangkan paslon yang mereka jagokan.
Tujuannya untk menjadi fasilitator kepentingan
ekonomi mereka di dareah. Bukan tidak mungkin hal itu juga terjadi dalam
pilkada Manggarai Barat tahun 2020.
Pilkada dari dulu menjadi wilayah kebiasaan oligark
dan oligarki sebagai tempat untuk melakukan praktek kotor melalui politik uang
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Wilayah kerja mereka sangat jelas bermain pada
tataran pragmatis dan transaksional melalui kandidat atau patron dan klien.
Merekalah yang menyiapkan barang dan jasa yang akan
siap untuk didistribusikan ke masing-masing klien.
Dalam rangka untuk memenangkan pertarungan politik.
Patron atau paslon merupakan pemberi barang dan jasa kepada klien.
Sedangkan klien merupakan penerima barang dan jasa
yang diberikan patron. Keduanya sedang terlibat dalam pertukaran kepentingan
politik dan ekonomi sebagai bentuk imbalan.
Kerangka kerja seperti ini merupakan praktek riil
teori klientilisme dalam dunia politik modern. Hal ini perlu kita antisipasi
bersama jangan sampai pilkada Manggarai Barat dibom uang yang tidak jelas arah
datangnya.
Hanya untuk memenuhi hasrat kepentingan pribadi
akhirnya mengorbankan kepentingan yang lebih luas.
Oleh karena itu kita sebagai masyarakat Manggarai
Barat mempunyai tanggung jawab moral berkewajiban untuk mengkritisi setiap
gerak-gerik langkah kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab.
Mencoba untuk merasuki tahap demi tahap terkait
pelaksanaan pilkada Manggarai Barat. Karena itu hindarilah pilkada Mabar untuk
tetap kita kristis dalam memilih pemimpin politik Manggarai Barat yang bukan
titipan kelas kapita.
Sebab resikonya jika kita memilih pemimpin politik
dari kelas kapital maka masyarakat Manggarai Barat akan mengalami penderitaan
kemiskinan untuk selamamnya karena uang yang beredar di Manggarai Barat secara
otomatis akan mengalir deras ke kelompok cukong atau kelas kapital maka yang
terjadi rakyat mengalami krisis finansial.
Tanggal 9 Desember tahun 2020 merupakan moment
penting untuk menentukan nasib masyarakat Manggarai barat selama 5 tahun ke depan.
Apakah
faktanya pasca pemilihan kehidupan masyarakat
Manggarai Barat jauh lebih baik daripada kehidupan sebelumnya.
Mudah-mudahan ini menjadi harapan bersama masyarakat
Manggarai Barat yang nantinya akan tergambar pada Bupati yang terpilih pada
pilkada Manggarai Barat mendatang.
Ide atau gagasan selalu melahirkan pro dan kontra
dan itu alamiah. Tanpa ide atau gagasan maka perubahan itu tidak mungkin akan
tercapai.
Oleh karena itu, kita berharap bupati yang terpilih
jangan berkarya dengan harta tetapi berkaryalah dengan segudang ide yang
cemerlang demi mewujudkan Manggarai barat yang makmur, sejahtera dan
bermartabat serta bisa memiliki daya saing yang tangguh untuk bisa bersaing
dengan kabupaten lain di wilayah nusantara.
Alvitus Minggu, S.I.P, M.Si
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Hubungan
Internasional dan Ilmu Politik Unuversitas Kristen Indonesia (UKI) dan
Universitas Bung Karno Jakarta.