[Congkasae.comTravel] Pernah berlibur ke puncak Ranaka? hmmm.....pasti sebagian dari kalian belum ya kan? ya kan? hahaha.
Padahal tempat ini merupakan salah satu lokasi terbaik yang bisa dijadikan referensi untuk liburan akhir pekan kalian terutama bagi kalian yang menyukai dunia adventure.
Terletak di atas ketinggian 1200MDPL, Puncak Ranaka memang selalu diselimuti kabut tebal serta cuaca yang dibilang cukup ekstrim.
Kadang mendung, kadang cerah begitu pula suhu udaranya yang berubah dengan sangat cepat, meski demikian tempat ini menyimpan sejuta keindahan, bak molas Manggarai yang didandani songke lengkap dengan Bali Belonya.
Untuk bisa sampai ke puncak Ranaka, hanya bisa diakses melalui satu pintu masuk, yang terletak di kampung Robo, desa Ranaka, kecamatan Wae Rii.
Di pintu masuk ini anda hanya membayar tiket masuk kepada petuga BKSDA Ruteng, oh iya kawasan Puncak Ranaka ini termasuk dalam Kawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang dikelola oleh pemprov NTT di bawah kementrian kehutanan Republik Indonesia.
Orang sering menyebutnya dengan istilah Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng, salah satu obyek wisata yang juga dikelola oleh BKSDA adalah danau Rana Mese yang terletak di Manggarai Timur.
Back to the main topic, usai membayar tiket masuk, kalian diperbolehkan masuk ke kawasan puncak Ranaka.
Jalanan yang berkelok-kelok diselingi dengan panorama alam Manggarai yang bersembunyi dari balik helai daun sensus yang berjejer di sepanjang jalan membuat batin kalian tak tenang.
Ingin rasanya mata melototi ngarai yang diselingi pepadian yang menguning meski kendaraan sepeda motor yang saya tumpangi terus dipacu menaklukan jalanan yang hampir 99% menanjak.
Semakin tinggi keberadaan kita maka kecantikan alam Manggarai akan semakin sempurna terlihat, deretan pegunungan yang diselingi dengan kabut tipis dari jauh tampak terlihat.
Saya membayangkan ibarat lukisan yang terpampang di ruang kelas saya ketika masih duduk di bangku SD dulu, namun bedanya yang ini nyata di depan mata.
Setelah menempuh perjalanan hampir 20 menitan, tibalah saya di sebuah pondok kecil yang diseting khusus sebagai tempat perhentian bagi para pelancong.
Betapa kagetnya saya ketika melihat hamparan perbukitan yang diselimuti oleh material bekas letusan, yang terpampang jelas di depan mata.
Ternyata itu adalah gunung Nampar Nos anakan Ranaka yang meletus pada tahun 1969, saya yang hanya mendengar cerita mama tentang peristiwa letusan Nampar Nos seolah kembali terbawa ke masa lalu.
Dalam kisahnya mama mengatakan ketika Nampar Nos meletus pada pukul 15:00 seluruh Manggarai Raya dihujani debu vulaknik, matahari yang tadinya bersinar dengan terang sekejap berubah jadi malam yang mencengkam.
Orang-orang berlarian masuk rumah termasuk mama saya yang kala itu masih remaja, kata mama yang paling banyak meninggal kala itu adalah warga Robo, Desa Ranaka, kecamatan Wae Rii.
Sekitar 10 menitan saya berdiri mematung menyaksikan hamparan perbukitan Nampar Nos yang memukau sembari membayangkan betapa parahnya suasana di sekitar lokasi kala itu.
Dalam hati saya bergumam Nampar Nos jika boleh diberikan pil CTM kan ku belikan pil penenang itu biar engkau tertidur pulas dan tak pernah bangun kembali.
Dengan rasa penasaran akhirnya saya memutuskan untuk meneruskan perjalanan menuju puncak, kondisi jalanan yang hampir 60 persennya berlubang serta sempit karena tanaman sensus yang menutupi badan jalan menyulitkan saya untuk melaju kencang.
Konon jalan ini terakhir dibenahi pada jaman pemerintahan bupati Gaspar Parang Ehok, itu artinya usianya sudah sepadan dengan usia saya saat ini.
Semakin ke puncak, kondisi jalan semakin parah, beberapa kali saya harus turun dari kendaraan untuk mendorong karena bebatuan yang terlepas dari ikatan aspal.
"Kondisi ini lebih parah jika memasuki musim hujan, karena licin,"kata sahabat saya yang juga ikut menemani.
Kendati harus beberapa kali turun naik kendaraan, namun semangat saya untuk terus menuju puncak semakin dipacu.
Hal itu terjadi karena suguhan pemanadangan alam yang disajikan sepanjang perjalanan, kalian bakalan menemukan tumbuhan-tumbuhan dengan bunga yang indah, serta strowbery hutan yang bisa dimakan, oleh orang Manggarai sering menyebutnya dengan nama wua conco.
usai melewati jalanan yang cukup melelahkan tibalah saatnya saya di puncak Ranaka, di puncak terdapat dua bangunan yang dulunya merupakan bekas kantor PT Telkom, namun saat ini sudah ditinggal begitu saja.
Tampak bangunan tua itu berdirih kokoh tak terurus, memasuki ruangan dalamnya yang tanpa pintu serta dipenuhi oleh tulisan-tulisan tangan usil.
Di ruangan sebelah timur gedung itu terdapat patung bunda Maria, kalian boleh berdoa sejenak di ruangan itu, sembari melepas kelelahan.
Di bagian timur bangunan tua itu tampak sebuah landasan menara salib yang saat ini sudah roboh diterpah angin kencang tahun 2004 silam.
Sementara di bagian baratnya terdapat kolam tanpa air, kalian boleh keluar dari pagar gedung itu, untuk menikmati keindahan alam ke arah Satar Mese.
Tumbuhan yang berada di puncak Ranaka terlihat kerdil, mungkin karena puncak itu tanahnya kurang subur, kalian juga akan menemukan aneka bunga liar dengan pucuk yang menawan.
Tidak ada pepohonan besar yang tumbuh di sekeliling gedung tua itu, hanyalah jenis kayu tertentu yang bertahan hidup, orang Manggarai menamainya dengan sebutan haju kenti, pucuknya berwarna merah kecoklatan.
Ini akan bagus jika kalian ke puncak ketika menjelang musim hujan, karena akan banyak pepohonan yang tadinya meranggas akan tumbuh tunas baru yang menampilkan warna-warna cantik, ibarat sedang berada di negeri Jepang.
Spot ini sangat cocok bagi kalian yang mau mengambil gambar untuk kepentingan preweding, atau hanya memburuh gambar untuk instagram atau facebook.
Untuk melihat ke arah Manggarai Timur, kalian harus ke arah timur kawasan gedung itu, sudah ada jalan kecil yang menuju ke arah belakang gedung di luar pagar.
Kalian cukup memanjat pohon kenti untuk menyaksikan keindahan Manggarai ke arah timur termasuk gunung Nampar Nos.
Pulangnya kalian bisa singgah di salah satu danau tertua yang ada di kaki puncak Ranaka, namanya danau Ranaka.
Di musim kemarau seperti ini volume air di danau itu semakin berkurang, jadi luas wilayah daratannya semakin bertambah.
Kalian bisa jalan-jalan menikmati keindahan alam di sekitar bibir danau sembari melihat jejak kaki hewan yang datang mengonsumsi air danau.
Jika beruntung kalian akan bertemu kawanan Babi Hutan (Motang) serta burung endemik Flores (Ngkiong) di danau yang sarat akan cerita legendanya itu.
Jangan lupa bawa camera untuk memotret setiap moment berharga ketika berada di sana dan pastikan kalian membawa jacket serta makanan secukupnya karena cuacanya cukup ekstrim serta tak ada Pedagang Kaki Lima di atas hehehe.
Penulis: Tonny Rahu