- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Pantas-Riski Vs Misi dalam Pilkada Mabar

    Tim Redaksi | Editor: Antonius Rahu
    08 Oktober, 2020, 12:04 WIB Last Updated 2020-10-08T05:13:36Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1

     

    Alvitus Minggu SIP MSi

    Oleh Alvitus Minggu, S.I.P, M.Si

    Di depan mata kita, telah hadir 4 pasangan Calon (Paslon)  bupati dan wakil bupati Mabar yang siap untuk ikut berlaga dalam pilkada pada tanggal 9 Desember tahun 2020. 


    Pilkada kali ini akan mengikutsertakan  4 paslon yaitu Pantas-Rizki, Misi, Edi-Weng dan Andri-Gapul. Keputusan itu berdasarkan hasil rapat pleno KPUD Manggarai Barat sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Nomor 65/PL.02.3-BA/5315/KPU-Kab/IX/2020 tertanggal 23 September 2020. 


    Paslon nomor urut I Pantas-Riski didukung oleh tiga partai politik yaitu Partai Demokrat, PPP dan PKS, sementara paslon nomor urut 2 paket Misi didukung oleh 4 partai politik yaitu PDIP, Perindo, Gerindra dan PKB. 


    Paslon nomor urut 3 Edi-Weng didukung oleh 4 partai politik yaitu Nasdem, Golkar, PKPI dan PBB, dan Paslon nomor urut 4 Andri-Gapul didukung oleh 2 partai politik yaitu Hanura dan PAN. 


    Jika dilihat dari sisi kontestan dua diantaranya merupakan wajah lama, yaitu Ferdi Pantas dan Maria Geong keduanya pernah bertemu dalam moment yang sama yaitu pada pilkada tahun 2015. 


    Kala itu, Ferdi Pantas berpasangan dengan Almarhum Yohanes Dionisius Hapan yang merupakan calon dari jalur independen dan mampu menenpatkan urutan kedua setelah paket Gusti Dula-maria Geong.


    Dengan memperoleh suara relatif cukup signifikan yaitu 24.745 suara. Ferdi Pantas unggul di dapil 2 meliputi Kecamatan Ndoso, Kuwus dan Macang Pacar. 


    Sedangkan Maria Geong maju sebagai calon wakil Bupati Agustinus Ch. Dula dengan mendapat suara terbanyak 29. 358 suara dan unggul di dapil 2 dan dapil 3 dan dimenangkan oleh paket Gusti Dula- Maria Geong dengan selisi 4.613 suara.


    Berkaca dari hal tersebut, Ferdi Pantas dan Maria Geong bukan tokoh asing dalam kancah politik Mabar. Beliau  sudah dua kali ikut pilkada yaitu tahun 2005 dan tahun 2015. 


    Sedangkan Maria Geong baru satu kali ikut pilkada yaitu tahun 2015. Dengan pengalaman itu kedua kandidat telah dikenal luas oleh masyarakat Mabar. 


    Bahkan sebagai modal sosial mengantarkan kedua kandidat ke arena pertarungan pilkada Mabar tahun 2020. Trend politik hari ini menunjukkan bahawa Ferdi Pantas dan Maria Geong lebih populer dibandingkan dengan beberapa tokoh lain. 


    Pengalaman Ferdi Pantas selama  dua kali mengikuti pilkada tidak pernah turun dari 20.000 suara. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap dirinya  relatif masih tinggi. 


    Sebuah realitas politik yang masih sangat diperhitungkan dalam kanca politik Manggarai Barat. Beliau merupakan tokoh senior baik dalam dunia birokrasi maupun dalam kanca politik Mabar. 


    Sebelum pensiun dari Aparat Sipil Negara (ASN) sempat mengelola 4 lembaga yaitu dinas Pariwisata, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian dan Ketahanan pangan dan Asisten 1 zaman Bupati Kristian Rotok. 


    Berdasarkan pengalaman itu maka ia memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai calon bupati pada periode pilkada tahun 2005 dan tahun 2015 meskipun mengalami kegagalan. 


    Namun tidak pernah merasa kecewa, putus asa, dan rasa dendam dengan siapapun.  Di tengah kondisi demikian, semangat untuk merebut kuasa di Mabar terus berkibar melalui kecerdasan intelektualnya, mendorong untuk menjadi pemimpin politik demi mewujudkan kesejahteran masyarakat Mabar. 


    Maria Geong juga bukan tokoh yang dianggap asing dalam kanca politik pilkada Mabar. Beliau dengan latar belakang akademisinya memiliki sejumlah prestasi akademik maupun dalam dunia birokrasi yang mumpuni. 


    Saat ini, beliau masih menjabat wakil Bupati Gusti Dula yang sebentar lagi akan demisioner. Kedua tokoh tersebut, secara realitas politik sudah teruji kemampuannya.


    Karena telah memiliki pengalaman mengikuti pilkada periode sebelumnya serta telah memiliki basis massa riil berdasarkan data penyebaran suara di masing-masing 10 kecamatan pilkada tahun 2015.


    Dengan pengalaman tersebut, Ferdi Pantas dan Maria Geong menjadi tokoh yang dominan memwarnai politik pilkada Mabar tahun 2020, sehingga akan berpengaruh  untuk mengubah peta kekuatan yang dapat menguntungkan kepentingan politik kedua kandidat. 


    Pengalaman itu juga akan menjadi studi perbandingan untuk menakar peluang kemenangan Ferdi Pantas maupun Maria Geong. 


    Hal ini terlihat,  kedua kandidat sama-sama memiliki peluang yang sama memenangkan pertarungan pilkada Mabar. 


    Namun ada perbedaan signifikan antara Ferdi Pantas dengan Maria Geong terutama dalam perspektif penempatan calon wakil bupati. 


    Pilkada tahun 2015 Ferdi Pantas berpasangan dengan Yohanes Hapan. Beliau merupakan kelahiran kecamatan Lembor. Namun pilkada tersebut justru kecamatan Lembor hanya memperoleh 2.794 suara dan Lembor Selatan hanya memperoleh 258 suara. 


    Hal ini menunjukan bahwa kehadiran Yohanes Hapan sebagai calon wakil bupati Ferdi Pantas tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap perolehan suara pada pilkada 2015, akhirnya membuat paket ini kalah  dalam pertarungan.  


    Pilkada tahun 2020, tentu formasi wakil bupati berubah. Ferdi Pantas berpasangan dengan Hj Andi Riski Nur Cahya merupakan perpaduan nasionalis dan religiusitas. 


    Perpaduan ini sebagai simbol nilai toleransi antara Katolik dengan Muslim di Mabar. Keputusan ini cukup realistis sebagai upaya untuk memperbaiki pengalaman buruk pada pilkada periode sebelumnya.


    Menempatkan Hj Andi Riski sebagai calon wakil bupati Ferdi Pantas bukan tanpa alasan. Pasalnya ada rentetan peristiwa politik sebelumnya terutama terkait dengan pilkada tahun 2005 dan tahun 2015 yang diwarnai kegagalan. 


    Kegagalan tersebut lebih didasari faktor penempatan calon wakil bupati yang selalu diangap tidak ideal. Sekarang dengan adanya Hj Andi Riski dari kelompok muslim mendampingi Ferdi Pantas sebagai calon bupati dan calon wakil bupati merupakan pasangan ideal  yang bisa diharapkan untuk mendongkrak perolehan suara signifikan dalam pilkada 2020. 


    Dengan harapan paslon Pantas-Riski  bisa memenangkan pertarungan pilkada di Mabar yang mengikutsertakan 4 paslon hal ini berpotensi besar akan terjadinya perpecahan prolehan suara para pemilih katalik.


    Maka otomatis kelompok Muslim jusru semakin solid, Hj Andi Riski merupakan pemain politik tunggal serta menduduki perolehan suara terbanyak pada pileg 2019 dan terlibat secara langsung mewakili suara kelompok Muslim di Manggarai Barat dalam pilkada tahun 2020. 


    Kehadiran Hj Andi Riski, memberi sinyal paslon Pantas-Riski menuju kemenangan politik dalam pilkada Mabar tahun 2020 sebab pilkada Mabar tidak terlepas dari politik identitas, yang sengaja ditarik-tarik ke dalam ranah politik praktis dalam rangka untuk memenangkan paket Pantas-Riski.


    Selain itu, dapat bermanfaat untuk menjaga keberlangsungan kehidupan nilai toleransi antara warga  katolik dan warga Muslim di Kabupaten Manggarai Barat.


    Maria Geong merupakan calon Bupati kelahiran Ranggu-Kecamatan Kuwus. Saat ini beliau masih menjabat sebagai wakil bupati Agustinus Ch Dula. 


    Dalam pilkada Mabar tahun 2020 Maria Geong berpasangan dengan Silvester Syukur. Konon merupakan kelahiran daerah pemilihan (Dapil) 2. 


    Kelebihan Maria Geong merupakan calon petahana, memenangkan pilkada tahun 2015 dan penyebaran perolehan suara pada umumnya merata di 10 kecamatan. 


    Secara teori politik, petahana selalu terbuka lebar memenangkan pertarungan pilkada karena menguasai struktur sosial mulai dari tokoh masyarakat, PERS, LSM, kaum intelektual, tokoh agama, ASN maupun kelompok sosial lainya merupakan sebagai kekuatan politik bagi petahana. 


    Pertanyaan, apakah Maria Geong selama ini telah membangun komunikasi dengan sejumlah elemen itu secara maksimal? 


    Terkesan Maria Geong gagal melakukan hal itu bahkan selalu tampil elitis dan selalu menjaga jarak dengan masyarakat sehingga muncul anti pati dari masyarakat Mabar. 


    Kelemahan lain, Maria Geong tidak cerdas dalam menempatkan posisi calon wakil bupati karena memilih  figur sama-sama kelahiran dapil 2. 


    Keputusan ini tidak memberi pengaruh besar terhadap teori ekspansi dukungan politik, sebab posisi Silvester Syukur sebagai calon wakil bupati tidak dianggap sebagai representasi politik dapil 2 dan dapil 3. 


    Apalagi tidak ada tokoh yang lebih menonjol di gerbong paket Misi khusus dari wilayah Kempo dan wilayah Lembor. 


    Dengan tidak majunya Agustinus Ch Dula maka secara otomatis formasi politik akan berubah yang cenderung tidak mempengaruhi perolehan suara signifikan paslon Misi dalam pilkada Mabar.


    Edi-Weng dan Andri-Gapul merupakan wajah baru dalam kanca politik pilkada Mabar karena belum mempunyai pengalaman mengikuti pilkada.


    Sehingga cukup sulit bagi kita  dalam menggambarkan soal peluang kemenangan kedua paslon itu.  Apalagi tidak memiliki massa riil untuk bisa mengimbangi kekuatan lawan politik lain. 


    Andri Garu, bukan termasuk tokoh lokal, dia merupakan politisi senayan yang pernah menjadi anggota DPD mewakili dapil NTT namun tidak berarti Andri Garu menjadi tokoh yang dominan menguasai pasar politik pilkada Mabar. 


    Andri Garu Bukan DNA Manggarai Barat sehingga tidak ada rasa memiliki ikatan emosional terhadap dirinya. 


    Hal itu akan menjadi tantangan besar dalam menghadapi pilkada 2020. Bahkan bermuarah mengalami kemerosotan perolehan suara. 


    Demikian juga soal kepopuleran paslon Edi-Weng bukan karena berbasis rasionalitas politik tetapi lebih didasarkan pada kepopuleran figur.


    Edi yang pernah melakukan perbuatan tercela yaitu kasus perjudian yang terjadi pada tahun 2016, yang selama ini terus bergulir menjadi bahan perdebatan oleh berbagian kalangan masyarakat sehingga memungkinkan terjadi krisis kepercayaan publik terhadap paslon Edi-Weng. Bahkan akan kehilangan legitimasi politik.


    Pilkada kali ini sangat berbeda dengan pilkada sebelumnya karena tidak mengikutsertakan Partai Golkar. 


    Apakah ini menandakan bahwa saat ini partai Golkar sedang mengalami krisis kader sehingga tidak mampu memunculkan kedar sendiri untuk mencalonkan diri sebagai calon Bupati?


    Ataukah tindakan ini sebagai bentuk ketidaksukaan terhadap figur Mateus Hamsi yang selama ini selalu menjadi kandiat Bupati toh pada akhirnya selalu gagal dalam pertarungan?


     Atau lebih pada pertimbangan yang condong pragmatis dan transaksional?


    Sikap ketidaksukaan partai Golkar terhadap Mateus Hamsi terlihat ketika pada prediksi awal partai Golkar dan PKB mencalonkan Mataus Hamsi dan Tobias wanus sebagai bakal calon bupati dan wakil bupati dalam Pikada Mabar. 


    Tersanter isu bahwa partai Golkar telah dibayar melalui mahar politik oleh paket Mateus Hamsi dan Tobias Wanus. 


    Namun dalam perjalanan waktu menjelang pendaftaran di KPU tiba-tiba Partai Golkar jatuh ke tangan paket Edi-Weng, sedangkan PKB jatuh ke tangan paket Maria Geong. 


    Paket Endi-Weng mencaplok partai Golkar penuh dengan syarat politis tujuannya adalah ingin menghengkang Paket Mateus Hamsi dan Tobias Wanus dari perhelatan politik pilkada Mabar. 


    Dengan kondisi demikian justru memberi keuntungan bagi paket Misi sehingga memberi peluang untuk ikut dalam perhelatan politik dalam pilkada Mabar. 


    Sisi lain, dengan menyodorkan paket Misi untuk ikut dalam perhelatan politik pilkada Mabar secara tidak langsung ingin memporak-porandakan basis Paket Pantas-Rizki di dapil 2 karena menganggap sebagai lawan politik yang tangguh bagi paslon Edi-Weng.


    Di balik sekenario ini justru menimbulkan citra buruk Edi-Weng dimata masyarakat Manggarai Barat maupun kelompok Mateus Hamsi – Tobias Wanus. Bahkan  menimbulkan rasa dendam yang berkepanjangan. 


    Sebagai dampak dari perbuatan itu akhirnya Mateus Hamsi -Tobias Wanus kehilangan moment penting dan para pendukung menjadi frustasi politik karena orang yang mereka jagokan hengkang dari perhelatan politik. 


    Ketidakikutsertakan partai Golkar dalam pilkda Mabar merupakan keputusan yang tidak cerdas sebab akan menimbulkan rasa kekecewaan diantara sesama elit  maupun sesama pendukung partai Golkar yang akan berdampak pada degradasi perolehan suara pada pileg 2025. 


    Tindakan Golkar keluar dari percaturan politik pilkada Mabar menjadi kehilangan muka serta telah gagal mempertahankan derajat politik partai Golkar.


    Dengan hengkangnya partai Golkar dari percaturan politik dengan menerima segala konsekuensi justru dapat menguntungkan paket tertentu yaitu paket Pantas- Riski. 


    Hal ini menunjukan Mataus Hamsi dan Tobias Wanus secara resmi telah bergabung dengan paket Pantas-Riski dibuktikan dengan kontrak politik di atas meterai untuk ikut ambil bagian memenangkan paket pantas-Riski pada pilkada Mabar. 


    Mateus Hamsi merupakan politisi senior dan menjadi representasi politik wilayah Kempo. Demikian halnya Tobias Wanus yang merupakan politisi senior di Manggarai Barat dan menjadi representasi politik PKB di wilayah Lembor. 


    Secara politik, kehadiran kedua tokoh tersebut dapat menguntungkan kepentingan politik paket Pantas-Riski. Dengan harapan bisa mendongkrak perolehan suara wilayah Kempo dan wilayah Lembor sehingga bisa memenangkan pertarungan pilkada Mabar 2020.


    Kita berharap, pilkada Mabar tidak hanya sekedar memenuhi agenda politik  yang sifatnya rutinitas tetapi dapat melahirkan pemimpin yang memiliki nilai integritas, transparansi, kapasitas, kapabilitas dan memiliki kemampuan tata kelola pemerintahan daerah yang baik. 


    Mengingat secara geo politik, Manggarai Barat sangat berbeda dengan kabupaten lain sedaratan Flores karena memiliki posisi tawar yang tinggi dalam berbagai perspektif sosial. 


    Oleh karena itu seyogyanya Mabar memiliki pemimpin yang kuat sehingga tidak mudah didikte oleh pihak manapun termasuk pemerintah pusat. 


    Apa lagi oleh kelas kapitalis yang orientasinya hanya semata-mata meraup keuntungan bisnis tanpa memikirkan nasib masyarakat lokal.

     

    Alvitus Minggu, S.I.P, M.Si merupakan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Hubungan Internasional dan Ilmu Politik Unuversitas Kristen Indonesia (UKI) dan Universitas Bung Karno Jakarta.

     

    Redaksi tidak bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan dari tulisan ini, tanggung jawab sepenuhnya ada pada penulis.

     

    Komentar

    Tampilkan

    ads