[Congkasae.com/Lejong] Kalau saya bilang kopi mana yang paling terkenal? pastinya semua akan sepakat mengatakan kopi Colol, mengapa demikian? Tentu karena kopi ini sudah menyabet beberapa ajang perlombaan baik di dalam maupun di luar negeri.
Ya kopi Colol juga semakin menjadi populer manakala pemerintah setempat menaruh perhatian yang serius dalam menata maupun memasarkan produk komoditi dari Manggarai Timur itu.
Hal ini tentu saja menjadi angin segar bagi para petani kopi di wilayah itu, karena imbasnya akan berpengaruh pada pundi-pundi rupiah yang masuk ke kantong mereka.
Dalam artikel ini penulis akan banyak mengulas bagaimana kopi Colol bisa menjadi sohor seperti saat ini, dan bagaimana masalah yang terjadi di kalangan para petani kopi.
Lomba menanam kopi oleh Belanda
Kopi Colol, Foto Congkasae.com/Antonius Rahu |
Kopi Colol tentu saja bukan merupakan tanaman asli Manggarai, atau Flores pada umumnya, sama seperti cengkeh tanaman ini dibawa dari luar oleh para penjajah.
Ini merupakan dampak positif dari adanya penjajahan selain membangun jalan raya dan infrastruktur lain seperti jembatan.
Kopi Colol merupakan jejak penjajahan di tanah Manggarai yang masih tersimpan rapih hingga saat ini.
Konon kisah tanaman kopi yang dirawat secara turun temurun oleh masyarakat Manggarai Timur khususnya di Colol dan wilayah sekitar bermula dari perlombaan menanam kopi yang diselengagrakan oleh pemerintahan hindia Belanda.
Kala itu, masyarakat yang masih belum mengetahui harga jual dari tanaman ini tentu menanamnya lebih karena takut dijatuhi hukuman oleh tentara Belanda.
Atau takut diangkut ke daerah pembuangan sama seperti kisah orang Manggarai yang dibawa Belanda ke Batavia dan tidak pernah kembali hingga hari ini, jejak mereka jadi awal mula sampai adanya nama kampung Manggarai di Jakarta.
Nah orang Manggarai yang pada saat itu masih kental dengan pola pertanian nomaden (selalu berpindah-pindah) meski didukung oleh tanah yang subur dan iklim yang cocok rupanya dimanfaatkan oleh Belanda untuk menanam komoditas unggulan salah satunga kopi, cengkeh, vanili, dan masih banyak lagi.
Maka tentara Belanda yang datang kemudian menjadikan wilayah Manggarai menjadi penyokong bisnis rempa dari perusahan VOC di Batavia meski perusahan itu kemudian bangkrut oleh prilaku korup para pegawainya.
Lalu masyarakat diperintahkan untuk menanam kopi salah satunya di wilayah Colol, meski dibalut oleh perlombaan yang hadiahnya hanya berupa bendera.
Namun rupanya hal itu baru dirasakan petani beberapa generasi kemudian, termasuk kita yang hidup saat ini.
Terjebak Ijon
Kopi Colol, Foto/Congkasae.com Antonius Rahu |
Bicara soal kualitas kopi tentu saja tidak diragukan lagi kalau kopi Colol adalah yang terbaik untuk saat ini, sampai-sampai gubernur NTT Viktor Laiskodat memerintahkan semua hotel dan cafe di wilayah NTT untuk menggunakan kopi ini ketimbang impor dari luar daerah.
Namun dibalik kemasyurannya Kopi Colol ternyata masih menyisahkan kepedihan terutama di kalangan petani kopi beberapa waktu lalu.
Hal ini terjadi lantaran perilaku pasar yang tidak menguntungkan bagi para petani, terutama dari oknum yang bermain.
Di Manggarai praktek Ijon masih marak terjadi, oh iya praktek Ijon adalah sistem transaksi jual beli dimana para pembeli membayar lebih awal sebelum musim panen tiba dengan harga yang sangat murah.
Jika harga kopi saat musim panen di tangan petani 30.000 per kg, maka jika dihargai oleh para pelaku Ijon bisa 10.000-15.000 per kg.
Hal ini tentu saja merugikan para petani yang mengambil opsi Ijon karena harga yang diterima sangat murah.
Praktek Ijon ini sudah berlangsung sejak lama, terutama untuk beberapa komoditas unggulan seperti kopi, cengkeh, kakao, dan kemiri di Manggarai termasuk di kalangan petani Colol.
Desakan Kebutuhan
Pertanyaan yang mendasar adalah jika memang harga ijon sangat murah lalu mengapa masyarakat masih mau berijon?
Jawabannya ternyata karena satu hal yakni desakan kebutuhan hidup para petani yang kian besar terutama di bulan-bulan tertentu.
Umumnya para petani mengambil uang Ijon itu pada bulan Januari hingga Maret, sementara kopi baru akan memasuki masa panen pada akhir Maret hingga Mei.
Di bulan-bulan Januari hingga Maret ini yang sering dimanfaatkan para pelaku pasar untuk mengeluarkan Ijon dengan harga yang amat murah.
Dalam kasus seperti ini siapa yang salah? Pelaku atau petani? Tentu saja tidak ada yang salah, ada permintaan pasti ada penawaran teori ekonomi berlaku dalam hal ini.
Namun kita sangat mernyayangkan praktek ini karena ujung-ujungnya merugikan para petani itu sendiri, apalagi pemerintah daerah juga tidak bisa melakukan intervensi dalam hal ini melalui peraturan daerah atau apapun bentuknya.
Penulis: Tonny