- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Setelah Menikah, Pria Manggarai Diwajibkan untuk Wale Sida dari Anak Rona

    Penulis: Antonius Rahu | Editor:Tim Redaksi
    26 Februari, 2022, 16:15 WIB Last Updated 2022-03-03T08:40:38Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1
    Molas Manggarai/Foto awan putih


    [Congkasae.com/Sosial Budaya] Budaya Sida merupakan salah satu bentuk pemberian sebagai kewajiban anak wina kepada anak rona dalam memenuhi tuntutan mas kawin yang belum dilunasi yang memiliki nilai atau besaran beragam bisa berupa uang, dan hewan. 


    Bicara Belis dalam budaya Manggarai, Flores NTT sebenarnya tidak terlepas dari sida sebagai tali perekat yang mempersatukan dua klen atau Wa'u yang terdefenisikan dalam istilah anak wina dan anak rona.


    Dalam budaya Manggarai sendiri perempuan dianggap sebagai benih alias ni,i terutama dalam upaya mempertahankan wa,u yang terpatri dalam istilah atau go'et wing agu dading alias keturunan.


    Dalam artikel ini penulis tidak akan mengulas lagi perihal defenisi anak wina dan anak rona termasuk dari mana istilah woe nelu itu muncul kalian bisa membacanya dalam pranala berikut ini.

    Mengenal Anak Rona Sang Pengatur Kehidupan Orang Manggarai

    Kali ini kita akan bahas soal kewajiban kaum pria Manggarai yang telah menikah dalam melaksanakan kewajibannya yakni wale sida.


    Sida Alias Bantang

    budaya Manggarai selalu disampaikan dengan medium tuak, ayam dan babi


    Sida sebenarnya merupakan bagian dari mas kawin atau mahar sang isteri yang belum dilunasi kaum pria yang memang tidak pernah dilunasi hingga akhir hayat.


    Bagi orang Manggarai setelah pria dan wanita itu mengikrarkan janji suci pernikahan di hadapan pemuka agama maka masalah belis belum selesai.

     

    Pasalnya setelah rumah tangga kalian sudah berjalan kelak, kalian harus melakukan apa yang disebut wale sida dari anak rona.

     

    Ya,,,,sida merupakan suatu kewajiban yang harus terpenuhi karena sida merupakan bagian dari unsur perekat hubungan antara keluargamu sama keluarga isterimu.

     

    Sida itu dibawa ketika pihak anak rona (keluarga isterimu) mengadakan hajatan adat mulai dari kelas alias pesta kenduri hingga laki alias sauadara dari isterimu menikah.

     

    Kalian wajib ikut mengumpulkan uang termasuk hewan dalam rangka menyukseskan hajatan-hajatan dari anak rona itu.

     

    Untuk lebih detailnya semisal Nabor memiliki isteri sebut saja Gina, mereka menikah di tahun 2022.

     

    Gina memiliki saudara kandung namanya Frans, yang belum menikah direncanakan akan menikah tahun depan.

     

    Nah ketika Frans menikah di tahun depan yang pasti keluarga dari isterinya Frans akan menagih mahar atau belis kepada Frans.

     

    Untuk memenuhi permintaan mahar isterinya Frans maka semua keluarga dari Frans akan mengadakan apa yang disebut kumpul kope yakni upaya untuk mengumpulkan dana.

     

    Nah semua saudari perempuannya Frans di tahun itu dikenai sida alias bantang katakanlah sebesar 2,5 juta ditambah kambing satu ekor, besaran sida cukup fariatif.

     

    Uang sida itu harus dikumpulkan pada hari dan tanggal yang sudah ditentukan, biasanya sebelum hari H yang ditentukan pihak keluarga dari isteri Frans.

     

    Hari pengumpulan uang dan hewan sida itu disebut nempung alias nepun bagi orang manus Manggarai Timur.

     

    Dalam hal ini Gina dan Nabor diwajibkan untuk ikut ambil bagian secara penuh dalam menyukseskan proses laki atau pernikahan dari Frans.

     

    Dalam hal ini Nabor dikatakan telah menjalankan tradisi yakni Wale Sida untuk tahun ini.

     

    Sida merupakan sebuah warisan tradisi yang memiliki arti kolektif dan bersifat harus diikuti oleh anak wina.

     

    Selain laki alias menikah sang anak wina juga dikenai sida manakala ada hajatan di keluarga anak rona misalnya berupa kelas atau pesta kenduri.

     

    Misalnya setelah menikah anak pertama dari Frans saudara Gina itu ternyata lahir sebelum waktunya akibatnya nyawa bayi itu tidak tertolong.

     

    Maka ketika acara kelas dari sang bayi itu, Gina dan Nabor akan dikenai sida serupa dengan besaran yang cukup fariatif tergantung kemapuan dari Nabor dan isterinya.

     

    Akibat Jika Tidak Wale Sida

    Molas Manggarai/Foto Congkasae.com


     Pertanyaanya jika tidak mengikuti apa yang dikehendaki oleh anak rona apa sih akibatnya bagi anak wina? 


    Pertanyaan tersebut merupakan salah satu bentuk keingin tahuan bagi orang-orang yang ingin memahami budaya Manggarai khususnya budaya sida.


    Sejumlah sanksi sebenarnya sudah disiapkan apabilah ada anak wina yang membandel terhadap sida dari anak rona.


    Nangki

    Akibat yang pertama adalah nangki, yakni sebuah kondisi dimana anak wina kerap memperoleh masalah yang tak ada sebab-musebab yang pasti yang diyakini akibat campur tangan para leluhur alias wura agu ceki.


    Nah nangki ini biasanya bersifat tidak kelihatan, karena berkaitan dengan wura agu ceki tadi, mungkin ketika bekerja (gori poong) hasil panen tidak sesuai dengan yang diharapkan.


    Kasus lain bisa jadi diyakini nangki berupa mendapatkan sakit yang tak pernah berkesudahan yang diyakini bersumber dari keengganan melakukan apa yang disebut wale sida tadi.


    Biasanya nangki semacam ini terjadi akibat tidak mengikuti sida acara kelas alias kenduri yang memiliki unsur kesakralan yang tinggi.


    Dalam hal ini wura gu ceki merasa marah akibat hal-hal yang sudah diwariskan secara turun temurun tidak dilakukan oleh anak wina.


    Dengan kata lain ada kesalahan pada diri sendiri (regit one weki) yang berupa tidak wale sida.


    Merasa Minder dan Malu

    Kalau yang ini kebanyakan dialami oleh anak wina sendiri jika tidak bisa melakukan wale sida itu maka akan timbul rasa minder dalam diri.


    Pasalnya Sida merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi anak wina dalam upaya merekatkan hubungan kedua keluarga besar.



    Jika sida anak rona tak dipenuhi oleh anak wina maka akan timbul rasa minder, mungkin pas berpapasan di jalan akan terasa berbeda.


    Kemudian ada keengganan yang timbul dari dalam diri untuk berpapasan dengan anak rona karena merasa malu tidak bisa wale sida atau wale bantang dari anak rona.


    Namun pada beberapa kasus hal ini bisa dimaklumi oleh anak rona, dengan mengatakan ai bom hoo kanang perlu, acara adat bukan hanya satu saja.


    Mungkin dalam sida berikutnya anak wina yang tidak hadir.


    Putus Hubungan Kekerabatan Alias Daat

    Jika anak wina masih membandel setelah beberapa kali disida namun tak pernah diladeni maka sanksi yang pasti diambil adalah putusnya hubungan kekerabatan antar kedua keluarga besar.


    Kasus ini biasanya terjadi apabilah si Gina dan Nober dalam pemisalan di atas tidak mau wale sida pas Frans menikah atau laki nara.


    Jika saudari perempuan (weta) tidak wale sida ketika saudara laki-lakinya (nara) menikah, maka sanksi yang sudah pasti diambil adalah putus hubungan kekerabatan antara keduanya.


    Untuk kasus seperti ini biasanya butuh waktu yang amat lama untuk memulihkan hubungan keduanya.


    Maka dari itu tak jarang orang Manggarai terutama yang hidup di kampung yang tidak baku baik meski hidup dalam satu kampung.


    Anak Rona Tetap Disanjung


    Jika hubungan kekerabatan antara anak wina dan anak rona yang sudah runyam seperti itu terus dibiarkan maka akan ada waktu dimana anak wina sangat memerlukan anak rona.


    Terutama ketika sang anak wina akan mengadakan hajatan atau acara adat tertentu sama seperti yang dilakukan anak rona.


    Dalam kasus Gina dan Nober yang tidak mau wale sida yang disampaikan anak rona mereka Frans maka ketika Gina meninggal, atau anak dari Gina dan Nober menikah maka kehadiran anak rona Frans merupakan hal mutlak yang tak bisa diganti oleh siapapun.


    Karena tampa kehadiran anak rona maka acara atau hajatan adat tersebut tidak akan bisa dilaksanakan disitulah posisi tawar anak rona dijunjung tinggi.


    Apalagi budaya Manggarai menganut asas budaya tertutup, maksudnya seperti ini hubungan kekerabatan anak wina dan anak rona itu ada dalam diri setiap pribadi orang Manggarai.


    Mungkin dalam kasus Gina tadi Frans harus dihormati oleh Gina dan Nober karena status anak rona, akan tetapi pada bagian lain, Frans juga memiliki anak ronanya sendiri yakni keluarga dari isteri Frans yang juga harus dijunjung tinggi.


    Jika diibaratkan denga  sebuah perumpamaan, budaya sida dalam adat Manggarai seperti sebuah karet gelang yang tidak memiliki ujung dan pangkalnya.


    Hubungan antar anak wina dan anak rona merupakan hubungan yang tak akan pernah berakhir sepanjang hayat masih dikandung badan.


    Besaran sida lazimnya tidaklah sebesar nilai belis atau paca atau mahar yang harus dibayar oleh anak wina.


    Biasanya besaran sida untuk saat ini masih dalam kisaran 250.000 hingga 5 jutaan, tergantung dari jenis acara adatnya.



    Penulis: Antonius Rahu 

    Dia merupakan pemerhati budaya Manggarai tulisan-tulisan menarik lainnya bisa anda baca dalam pranala berikut ini


    Sistem Perkawinan Tungku dan Potret Kehidupan Orang Manggarai Masa Kini


    Mau Nikahi Molas Manggarai? Cinta Saja Tidak Cukup, Harus Piara Babi dan Ternak Ayam


    Jangan Takut Menikahi Molas Manggarai Belis Tak Mesti Dibayar Lunas

    Komentar

    Tampilkan

    ads