- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Mbeko Toka Usang, Teknologi Modifikasi Cuaca Super Canggih dari Manggarai

    Penulis: Antonius Rahu | Editor:Tim Redaksi
    21 Maret, 2022, 14:09 WIB Last Updated 2023-04-18T08:54:02Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1

    ata mbeko di Manggarai
    Ilustrasi mbeko toka usang

     Mbeko toka usang adalah teknologi Modifikasi Cuaca dari Manggarai yang melibatkan tiga unsur penting di alam, yakni Air, Api dan angin, teknik modifikasi cuaca seperti ini sudah dipraktekkan di tengah masyarakat Manggarai sejak nenek moyang mereka mendiami pulau Flores bagian barat ribuan tahun silam.

    [Congkasae.com/Sosial Budaya] Gelaran Moto GP di Mandalika Lombok sukses digelar Minggu (20/3) meski ditengah cuaca yang tak menentu.


    Antusiasme warga Indonesia untuk menyaksikan langsung ajang balap motor kelas dunia itu rupanya sangat tinggi.


    Hal tersebut dibuktikan dengan lautan penonton yang menyaksikan secara langsung di sirkuit bahkan ada yang menyaksikan dari puncak bukit dekat sirkuit Mandalika.


    Selain manusia yang tumpah ruah gelaran moto GP Mandalika juga ramai diperbincangkan di jejaring sosial dari Facebook hingga twitter dan instagram.



    Di jejaring sosial pembicaraan terkait GP Mandalika sempat menjadi trending di twiter pada minggu malam. 


    Mayoritas warganet Indonesia menyoroti keanehan dan keunikan dari GP Mandalika yang digelar pada Minggu sore kemarin.


    Mayoritas warganet menyoroti aksi pawang hujan yang berjalan di tengah guyuran hujan di race utama Sirkuit Mandalika.


    Perempuan bernama Rara Istianti yang ditugaskan untuk menghalau hujan lebat di sekitar kawasan sirkuit Mandalika sukses memukau para penonton termasuk kru Moto GP.


    Bagaimana tidak, aksi Rara terbilang berhasil menghalau hujan lebat disertai gemuru kilat yang menyambar race utama sirkuit Mandalika.


    Komentator GP Mandalika sempat dikagetkan dengan kilat yang menyambar race utama yang berubah dalam bentuk bola api di atas aspal.


    Video yang merekam momen itu akhirnya diunggah akun resmi Moto GP di twitter yang disertai tulisan "Luckily the weather conditions cooled off and allowed us to race!" yang memiliki arti beruntung kondisi cuaca membaik dan kita diperbolehkan untuk melanjutkan race.

    Aksi Rara dalam menghalau hujan terbilang berhasil meski membutuhkan waktu hampir satu jam setelah ia melaksanakan ritual di atas race utama sirkuit Mandalika.


    Alhasil hujan lebatpun mulai berhenti dan kru Moto GP memutuskan segera memulai race utama GP Mandalika.


    Aksi si pawang hujan di sirkuit Mandalika itupun diakui tim Moto GP dengan mengunggah foto Rara yang tampak memegang tempat air yang disandingkan dengan pembalap Quartraro yang tampak memegang cup minuman yang sempat menirukan apa yang dilakukan Rara Istianti.


    Di akun twitter Moto GP menuliskan terima kasih sudah menghentikan hujan.

    Meski terbilang berhasil mengahalau hujan lebat, namun aksi Rara Istianti di GP Mandalika dicerca warganet Indonesia.

    Tak jarang warganet yang menganggap aksi pawang hujan di sirkuit Mandalika yang terbilang konyol dan memalukan.

    Pasalnya warganet beranggapan di era kemajuan dunia saat ini masih saja percaya dengan hal-hal yang dianggap gaib dan takyul seperti itu.

    Meski demikian tak jarang warganet juga memuji keberhasilan Rara dengan menyebut aksinya sebagai bagian dari kenaekaragaman budaya Nusantara.

    Bicara soal pawang hujan sebenarnya bukan hanya di Lombok, namun aksi ini hampir tersebar merata di seluruh pelosok Nusantara dari Sabang hingga Merauke.

    Di Manggarai sendiri tindakan menghalau hujan seperti itu dinamakan mbeko toka usang, orang yang memiliki ilmu itu disebut ata mbeko.

    Dahulu biasanya mbeko toka usang itu diperluhkan ketika hendak melakukan ritual adat besar-besaran yang melibatkan banyak orang.


    Selain itu mbeko toka usang itu sendiri dipakai manakala musim panen padi tiba, maklum pada bulan April hingga Mei di Manggarai intensitas hujan masih terbilang tinggi.


    Untuk menghentikan hujan biasanya orang Manggarai zaman itu menggunakan jasa ata mbeko (dukun) agar proses mengetam berjalan dengan lancar.


    Proses meminta para pawang hujan itu untuk menghalau hujan disebut "solo mbeko" solo memiliki makna meminta jasa orang-orang tertentu.


    Biasanya solo mbeko itu disertai ayam dan tuak, jika sang pemilik ilmu pawang hujan menyetujui permintaan maka hari-hari yang dipesan untuk tidak turun hujan akan benaran tidak turun hujan.


    Teknik modifikasi cuaca seperti itu pada umumnya hanya menggunakan medium cerutu yang diisap dan ditiupkan ke arah sumber hujan jika terlihat.


    Hasilnya pun benaran terjadi, di hari tersebut tak ada hujan mungkin hanya mendung saja namun tak sampai turun hujan.


    Meski dikategorikan sebagai hal mistis alias gaib namun kepercayaan semacam itu masih dipraktikkan di masyarakat terutama di wilayah pedalaman Manggarai.


    Mbeko toka usang adalah teknik modifikasi cuaca zaman dulu tanpa melibatkan peralatan moderen seperti yang dimiliki saat ini.


    Dulu nenek moyang kita belum mengenal yang namanya teknologi laser, apalagi teknologi menabur garam di langit menggunakan pesawat terbang, namun mereka hanya menggunakan unsur air, api dan angin tapi berhasil memodifikasi cuaca.


    Lantas seperti apa fungsi dari ketiga elemen itu? berikut ulasannya


    Elemen Api

    Dalam proses modifikasi cuaca yang dilakukan penganut ilmu pawang hujan, konon api merupakan salah satu unsur penting dalam menghalau datangnya hujan.


    Api yang memiliki unsur panas sangat cocok untuk mengeringkan segala sesuatu yang kita miliki, filosofi ini juga dipakai dalam teknologi modifikasi cuaca yang dipraktikkan oleh sang pawang hujan.


    Api yang diyakini bisa mengeringkan hujan bisa dipakai dalam menghalau datangnya hujan. Konon dengan api maka butiran air hujan yang ada di atas awan bisa dikeringkan, sehingga hujan tidak terjadi.


    Biasanya api ini dipakai bersamaan dengan unsur lain seperti serabut kelapa atau tembakau yang sudah dimantra lalu dibakar dan di taruh di sebuah tempat yang tinggi.


    Tujuannya agar memberikan efek mengeringkan butiran hujan di dalam awan yang berujung pada tidak terjadinya hujan.


    Elemen Angin

    Nah elemen angin ini bisanya juga dipakai oleh sang pawang hujan, untuk menghalau datangnya hujan di wilayah yang dimintai untuk tidak terjadi hujan.


    Angin merupakan satu dari elemen penting dalam mendukung terjadinya hujan, masih ingat dengan "buru warat" pada saat "wulang cekeng" diperkirakan Januari akhir hingga Februari.


    Pada musim itu biasanya hujan lebat yang disertai angin kencang meluluhlantakan tanaman padi dan jagung milik petani di Manggarai.


    Buru Warat merupakan salah satu bukti tentang bagaimana elemen angin berperan penting dalam proses memperparah kerusakan tanaman petani.


    Namun penggunaan angin oleh para pawang hujan di Manggarai berbeda dengan kondisi buru warat, pasalnya angin dipakai sebagai elemen untuk memindahkan awan di tempat yang diminta untuk tidak turun hujan, ke tempat lain.


    Konsepnya ketika angin bertiup ke utara atau ke selatan maka awan-awan potensial yang membentuk butiran air hujan juga akan ikut terbawa angin.


    Alhasil langit di sekitar kawasan menjadi cerah, dan hujan tidak terjadi, biasanya elemen angin ini digunakan sang pawang berbarengan dengan tembakau dalam cerutu yang diisap dan ditiupkan sang pawang ke empat penjuru arah angin yakni timur, barat, utara dan selatan.


    Maka dalam sekejap, angin akan bertiup kencang di sekitar kawasan itu yang juga membawa gumpalan awan di langit, akibatnya langit menjadi cerah dan tidak turun hujan.


    Elemen Air

    Nah berbeda dengan dua elemen sebelumnya, elemen air digunakan sang pawang untuk mengembalikan kondisi alam ke keadaan semula.


    Biasanya elemen air dipergunakan sang pawang untuk memadamkan api dalam serabut kelapa atau api dalam cerutu.


    Jika api itu dipadamkan dengan air maka diyakini kondisi alam sekitar akan kembali seperti sedia kala yang berarti tugas utama sang pawang alias ata mbeko toka usang sudah berakhir.


    Dengan demikian hujan akan turun seperti sediakala di tempat itu,nahhh bagaimana ada pengalaman soal teknologi Modifikasi cuaca ala ata Mbeko? senang rasanya bisa berbagi.


    Penulis: Antonius Rahu

    Simak Juga Tulisan Dia tentang ragam Budaya Manggarai dalam Pranala berikut

    Setelah Menikah, Pria Manggarai Wajib Wale Sida

    Mengenal Anak Rona, Sang Pengatur Kehidupan Orang Manggarai

    Budaya Lami Wina di Manggarai, Ujian Berat Bagi Calon Anak Mantu

    Ketika Jodohpun Bergantung pada Pusu Teko

    Lopo Mekas, Panggilan Kesayangan Orang Manggarai Timur

    Komentar

    Tampilkan

    ads