[Congkasae.com/Lejong] Menjadi petani mungkin dianggap sebagai profesi yang paling rendah dari deretan profesi impian anak muda zaman sekarang.
Pasalnya sektor pertanian dianggap sebagai salah satu sektor yang enggan dilirik kaum muda saat ini lantaran pekerjaan dan penghasilan yang kurang pasti.
Namun hal tersebut rupanya tidak berlaku bagi Petrin Jehadut.
Lulusan Sarjana Pertanian Universitas Mahasaraswati Denpasar Bali ini malah jatuh cinta dengan sektor pertanian.
Bermodalkan pengetahuan selama menempuh pendidikan tinggi di Bali, Petrin pulang kampung dan memulai impiannya menjadi petani dengan menanam sayuran organik di desa Rana Mbeling, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur.
"Awalnya saya lirik potensi pasar saya analisis berdasarkan permintaan lalu saya cari lahan,"kata Petrin Jehadut ketika ditemui media ini di Rana Mbeling Senin (12/9) petang.
Ia mengatakan setelah menganalisis kebutuhan dan tempat maka hal selanjutnya adalah mempersiapkan modal awal untuk biaya operasional.
"Setelah modal diperoleh maka saya mulai buka lahan baru mempersiapkan segala sesuatunya hingga proses penanaman,"kisah Petrin.
Sayuran organik milik Petrin Jehadut tanpa pupuk kimia dan pestisida |
Untuk tahap awal Petrin menanam 3 jenis sayuran yakni Pok Coy, Kol dan Picai.
Ia mengatakan penanaman jenis sayuran itu berdasarkan analisis permintaan pasar.
" Kita sediakan 600 pohon sayuran Picai, kol dan Pok Coy, yang saat ini sudah memasuki masa panen,"tambahnya.
Alumnus Universitas Mahasaraswati Denpasar itu mengatakan di masa panen ini pihaknya meraup keuntungan hingga 3 jutaan dalam sebulan.
Untuk pemasarannya ia menggunakan skema pesan antar khusus untuk wilayah Rana Mbeling, Mukun dan Mbata.
"Tiga wilayah itu kita siap antar sampai ke rumah dengan minimal order 3 pohon,"ujarnya.
Seiring berjalannya waktu sayuran milik Petrin mulai dikenal warga sekitar, hal tersebut dibuktikan dengan masuknya orderan dari wilayah desa sekitar seperti desa Mokel, hingga desa Golo Nderu.
"Kadang warga menelepon atau Whatsapp ke saya dari siang, sore saya antar,"katanya.
Kendati demikian, sayuran organik milik Petrin kalah saing dengan sayuran yang menggunakan pupuk kimia.
Hal tersebut dirasakan ketika sayurannya dipasarkan di pasar Mukun.
"Di pasar Mukun kita bersaing dengan sayuran dari Ruteng, yang menggunakan pupuk kimia, baik dari segi penampilan maupun ukuran memang mereka lebih unggul tapi dari sisi kesehatan kita lebih sehat karena kita tidak menggunakan pupuk kimia tapi seratus persen pupuk organik,"tambahnya.
Kebanyakan pembeli yang masuk ke pasar Mukun cendrung memilih sayuran yang didatangkan dari luar lantaran penampilan dan ukuran, namun Petrin memiliki cara edukasi yang lain bagi pelanggannya.
"Kebanyakan kita lebih memilih sayuran dengan daun tak berlubang, ukuran yang besar tapi mereka tidak pernah sadar bahwa sayuran dengan daun tak berlubang itu cukup berbahaya lantaran menggunakan pestisida dan pupuk kimia, nah sayuran yang disemprot dengan pestisida kimia zat kimianya tak langsung hilang tapi menempel ke daun sayuran jadi kalau dikonsumsi akan berbahaya bagi kesehatan," papar Petrin.
Sasyuran Organik milik Petrin lebih sehat |
Hal ini yang menurut Petrin butuh penjelasan lebih terperinci terutama terkait aspek kesehatan untuk jangka panjang.
Sementara sayuran organik yang disediakan Petrin tanpa pupuk kimia, ia menggunakan pupuk kompos untuk sayurannya sementara untuk pengendalian hama ulat ia memiliki resep tersendiri yakni menggunakan ubi hutan dicampur dengan daun bawang lalu dihancurkan dan disemprotkan ke tanaman sayur.
Hasilnya pun hampir sama dengan pestisida kimia yang dijual di toko pertanian.
Petrin menambahkan memang masih ada daun yang berlubang akibat dimakan ulat, karena efek larutan ubi hutan yang diracik Petrin tidak seratus persen sama dengan pestisida kimia yang dijual di toko pertanian, akan tetapi dari aspek kesehatan Ia memastikan sayuran organik lebih sehat ketimbang sayuran non organik.
"Saat ini kami masih punya stok sayuran Picai yang masih banyak dengan harga 10.000/pohon,"tambahnya.
Dari hasil awalnya Petrin meraup keuntungan yang cukup besar yakni 100.000/hari.
Petrin mengajak kaum muda yang baru lulus dari perguruan tinggi untuk melepas gengsi di tengah susahnya mencari pekerjaan saat ini.
"Jadi petani itu asik, tak ada yang mengatur kita, asalkan fokus saja maka hasil itu mengikuti proses,"ujarnya.
Penulis: Tony