Oto Kol Paradiso |
[Congkasae.com/Sipi Sopok] Oto kol merupakan sebutan untuk truk yang dimodifikasi dengan bak kayu kendaraan ini dulunya menjadi moda transportasi ulung di Manggarai.
Sebutan oto Kol sendiri berasal dari jenis kendaraan Colt Diesel yang diproduksi merek terkenal sebut saja Mitshubishi dengan kendaraan Colt diesel fenomenalnya.
Jika di perusahaannya kendaraan asal Jepang ini diproduksi untuk mengangkut material dan barang-barang lainnya, namun sampai di Manggarai kendaraan ini dimodifikasi dengan bak kayu yang dilengkapi atap yang menyerupai bus, di bagian belakangnya biasa bergelantungan jeriken solar.
Di Manggarai tugas utama kendaraan ini sangat multi fungsi mulai dari mengangkut barang, hewan ternak hingga mengangkut orang.
Manggarai dan Oto Kol
Konon di Manggarai peran oto kol ini sangat besar terutama menjadi moda transportasi yang handal di masa kejayaannya.
Piter adalah salah seorang supir oto kol di era 1980 an yang memiliki trek khusus Wukir-Ruteng, kepada congkasae.com ia membagikan kisahnya bagaimana mengendarai oto kol di era 1980an itu.
"Saya dulu menjadi supir oto Paradiso dari Wukir ke Ruteng, di era itu kami menempuh perjalanan sampai 12 jam dari Wukir ke Ruteng,"kata Piter mengisahkan pengalaman masa lalunya.
Ia mengisahkan Manggarai kala itu masih menggunakan oto kol sebagai moda transportasi utama penghubung antar wilayah.
"Kami jalan dari Wukir perbatasan Manggarai dan Ngada itu pukul 03:00 subuh, perjalanannya melewati Mamba, Mbata, Paan Leleng, terus ke Kisol, Borong, baru sampe Ruteng itu bisa pukul 17:00 sore,"tambahnya.
Menurut Piter, kondisi jalan kala itu masih sangat bagus, belum seburuk saat ini, jika berangkat dari Wukir pukul 03:00 subuh Piter dan para penumpangnya akan makan siang di Borong.
"Jadi sampe Borong baru kami makan siang, sebelum ke Ruteng keesokan harinya juga begitu kami keluar dari terminal Carep lama, itu jam 8 atau 9 begitu, lalu menuju Borong kami istrahat makan siang, lalu ke Kisol, menuju Paan Leleng dan kembali ke Wukir,"katanya.
Dengan perjalanan jauh dan menghabiskan waktu satu hari, Piter dan para sopir sezamannya mengaku diberi upah yang lumayan besar kala itu.
Ia mengatakan tarif dari Wukir ke Ruteng saat itu hanya 5000 rupiah per orang, jika dibandingkan nilai mata uang saat ini uang itu setara dengan 75 hingga 100 ribu rupiah.
"Jadi dengan 5000 itu kami bawah penumpang taputar betul dari Wukir ke Borong terus ke Ruteng,"tambahnya.
Supir Oto Kol Profesi Terkenal di Masanya
Piter mangakui di masa-masa itu menjalankan profesi sebagai supir dan kondektur alias konjak merupakan profesi yang banyak diidam-idamkan kaum hawa.
Ia mengalami bagaimana menjadi supir di masa kejayaan oto kol dengan bermodalkan dua speaker dengan tape cassete yang mengisih perjalanan mereka setiap hari.
"Apalagi kalau supirnya masih mudah, belum berkeluarga wah dikejar-kejar perempuan itu,"kata pria yang sudah memiliki 3 orang cucu itu sembari tertawa.
Ia bahkan mengaku mendapatkan pendamping hidupnya dari perjalanan profesinya sebagai supir oto kol,"kalau dibilang cinta bersemi di oto kol ya itu terjadi pada kami,"tambahnya.
Menurutnya high session nya terjadi pada bulan Juli hingga Oktober ketika para penumpang yang sebagian besar pelajar dan mahasiswa yang pulang berlibur ke kampung halamannya.
"Kalau pas lagi libur itu kita kebanjiran penumpang bisa sampai di atas atap kendaraan,"tambahnya.
Ia mengatakan ketika musim liburan tiba itu biasanya para penumpang wanita diutamakan menempati bagian dalam kendaraan.
Sementara para penumpang laki-laki bisa bergelantungan di belakang atau di atas atap kendaraan.
Ia mengaku sulit melupakan pengalaman menjadi supir di era 1990an, dengan kendaraan yang ada saat ini, dirinya merasa sulit kembali lagi ke masa itu.
"Kalau kembali lagi ke masa itu rasanya senyam senyum sendiri,"katanya.
Dedak Kasar, Hal yang Selalu dibawa
Di awal 1980n ketika jalur Borong-Wukir baru dihotmiks perjalanan Paradiso yang dikemudikan oleh Piter hampir tak menemui kendala.
Hal tersebut terjadi karena jalur Kisol-Wukir yang berstatus jalan Provinsi itu memiliki spesifikasi jalan utama dengan kondisi ruas jalan yang cukup lebar namun arus lalu lintas yang lengang.
Namun kondisi tersebut berubah drastis ketika menginjak tahun 1995 ke atas, dimana kondisi aspal yang sudah mulai mengelupas di banyak titik.
Hal tersebut menyulitkan supir seperti Piter, meski tarif kendaraan juga mengalami kenaikan mengikuti nilai tukar mata uang, namun ongkos operasionalnya terbilang cukup mahal.
"Ketika injak tahun 1990an ke atas jalur Bea Laing-Mukun-Mbazang sudah mulai dihotmiks banyak supir yang memilih jalur itu, yang membelah pegunungan mandosawu,"kisah Piter.
Ia mengatakan memang rute perjalanan kala itu bisa dipangkas dengan hadirnya jalur Bea Laing-Mukun, namun kondisi sebagian jalan yang dibangin tahun 1980an itu sudah mulai rusak.
Jika dari Ruteng menuju Bea Laing dan ke Mukun kondisi hotmiks nya bagus, hal tersebut sangat berbeda dengan kondisi jalan dari Mukun menuju Mbazang yang rusak parah.
"Nah waktu itu kita siasati dengan dedak kasar, yang terikat di atas bagasi oto,"katanya.
Kalau keluar dari Ruteng pukul 8 pagi, maka oto Paradiso yang dikemudikan Piter akan makan siang di Paan Leleng, setelah mukun,"di situ ada pertigaan terus ada warung makan nah kita makan disitu,"tambahnya.
Piter mengatakan kondisi jalan yang mulai rusak parah itu disiasati dengan dedak padi yang diambil di lokasi penggilingan padi.
Jika oto kol yang dikemudikan Piter tidak bisa bergerak karena kondisi jalan yang licin maka sang kondektur alias konjak memiliki tugas berat yakni menyiram dedak padi yang berfungsi untuk memuluskan jalannya roda kendaraan.
"Zaman itu kendaraan yang beroperasi mulai berkurang karena kondisi jalan yang rusak, ongkos perawatan semakin mahal,"kisahnya.
Alhasil banyak pemilik usaha kendaraan oto kol yang mulai menghentikan operasional kendaraan mereka dari trayek Ruteng-Wukir.
Setelah sekian lama meninggalkan trayek Ruteng-Wukir, Supir Oto Paradiso itu hampir tak pernah menginjakkan kaki di Wukir.
Ia mengaku masih mengingat nama-nama orang terutama dari kaum pendidik atau matri yang berada di Wukir dan di kampung-kampung yang dilalui jalur Trans Flores.
Kendati demikian untuk kembali ke masa-masa kejayaan oto kol merupakan sebuah keniscayaan.
Hal tersebut disebabkan oleh kemajuan moda transportasi dewasa ini dengan kehadiran minibus seperti APV, Avanza, Xenia dan lainnya yang menguasai pangsa pasar transportasi di Manggarai.
"Dengan kondisi jalan yang bagus, maka oto kol mulai tersisihkan dari persaingan, yang dimenangkan oleh kendaraan-kendaraan minibus tadi,"tambahnya.
Penulis: Tony