[Congkasae.com/Kereba] Seorang sopir travel asal Orong, Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat dipukul oknum preman di terminal Mena lantaran tak menyetorkan upeti kepada mereka.
Insiden kekerasan tersebut menimpa Yulius Datu pada Senin 1 April kemarin kepada wartawan Yulius mengaku dipukul sejumlah oknum yang memalaknya di terminal Mena Ruteng.
Akibatnya Yulius mengalami sejumlah luka memar pada bagian wajah akibat dipukul oknum preman di terminal Mena.
Menurut pengakuan Yulius insiden itu bermula dari aksi pencegatan kendaraanya yang dilakukan sejumlah oknum di terminal Mena.
Para oknum tersebut meminta Yulius untuk menurunkan penumpangnya di terminal Mena,namun permintaan tersebut ditolak Yulius lantaran bukan dilakukan petugas dinas perhubungan namun warga biasa.
"Saya dicegat oleh sejumlah orang, saya tidak tahu aturan itu, minta untuk turunkan penumpang, kalau tidak menurunkan penumpang kasih uang ke mereka. Karena saya tidak turunkan penumpang mereka lalu pukul saya hingga mulut saya luka," terang Yulius Senin kemarin di Ruteng.
Menurut Yulius para penghadang kendaraannya itu bukan petugas dari dinas perhubungan namun warga biasa.
Hal tersebutlah yang menjadi dasar pertimbangan Yulius untuk tak meladeni permintaan sejumlah oknum tersebut.
"Kalau pemerintah yang cegat kita ikuti, tapi ini masyarakat biasa. Kami tidak tau aturanya seperti itu,( Suruh turunkan penumpang atau kasih uang)," kata Julius.
Akibat insiden tersebut sejumlah penumpang dalam travel tersebut sempat panik dan menangis, para penumpang yang terdiri dari mahasiswa yang baru pulang libur paskah itu mengaku kaget dengan aksi premanisme di terminal Mena.
Insiden pengeroyokan terhadap sopir travel itu menuai kritikan dari sejumlah kalangan termasuk praktisi hukum Edi Hardum.
"Tangkap dan segera tahan pelaku, Jangan sampai Manggarai dikuasai manusia-manusia brutal bagaikan hewan,"kata Edi Hardum.
Selain itu Edi mendesak para pemangku kepentingan untuk segera menertibkan praktik premanisme di beberapa terminal dalam kota Ruteng termasuk terminal Mena dan Carep.
Edi mengakui praktik premanisme di terminal tersebut sudah sejak lama dilakukan dimana para sopir angkutan dipalak dan dimintai upeti setiap kali mengantarkan penumpang ke Ruteng.
“Dinas Perhubungan Manggarai dan Polres Manggarai harus berfungsi. Tertibkan orang-orang yang bertindak preman dan preman,” ujarnya.
Pantauan media ini praktik pemerasan terhadap sejumlah sopir juga terjadi di terminal Carep, di terminal carep para sopir travel harus menyetorkan upeti kepada para preman yang mangkal di kawasan terminal.
"Rata-rata dimintai uang sepuluh ribu rupiah per orang, jadi jika kami muat 5 orang berarti harus kasih 50,000 ke mereka,"kata salah seorang sopir travel dari Manggarai Timur kepada media ini.
Ia mengatakan praktik pemerasan itu sudah berlangsung lama, dan seolah ada pembiaran yang dilakukan pemerintah.
Oknum pengemudi travel tersebut mengakui tak jarang tindakan pemerasan itu dilakukan secara terang-terangan di depan petugas dinas perhubungan kabupaten Manggarai yang berjaga di terminal Carep.
"Ada petugas dishub mereka mengetahui praktik pemerasan ini namun mereka hanya diam saja, kami tidak tahu apakah ada aturan penyetoran upeti kepada preman atau ada kong kali kong antara petugas dan preman,"tambahnya.
Media ini sudah berusaha menghubungi kepala dinas perhubungan kabupaten Manggarai namun belum berhasil ditemui.