[Congkasae.com/Wisata] Rencana pemerintah menutup Balai Taman Nasional Komodo dari akses wisatawan demi pelestarian konservasi varanus komodo dan habitatnya mulai direspons sejumlah pelaku wisata termasuk warga pulau Komodo.
Pasalnya wacana soal penutupan dimaksud dikhawatirkan berpotensi menimbulkan gejolak di tengah masyarakat khususnya mereka yang menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata.
Kepala desa Komodo Haji Aksan menyebut mayoritas warganya saat ini menggantungkan hidupnya dari sektor pariwisata lantaran profesi nelayan yang diwariskan nenek moyang mereka tak lagi memberi harapan yang menjanjikan masa depan yang lebih baik.
"Hasil tangkapan semakin berkurang, makanya warga saya beralih ke pariwisata ada yang jadi pemandu wisata, ada yang menjual souvenir,"kata Aksan Kamis (18/7/2024).
Aksan mengaku kondisi perekonomian warganya sempat merosot drastis ketika badai pandemi Covid 19 menerpa Indonesia yang berimbas pada penutupan Taman Nasional Komodo beberapa tahun silam.
Kala itu, sambung Aksan, mayoritas warganya turun melaut untuk menopang kebutuhan ekonomi keluarga kendati demikan hasil tangkapan tak sebanding dengan pekerjaan menjadi pemandu wisata.
"Bahkan istri anak turun melaut, pulang melaut hanya bawa pulang badan karena hasil laut sudah pada kosong, jadi warga Komodo sekarang untuk mendapat kebutuhannya sehari-sehari tergantung di wisata,"papar kepala desa Komodo.
Sebelumnya pemerintah melalui kepala Balai Taman Nasional Komodo Hendrikus Rani berucap jika pemerintah akan mulai menutup akses masuk ke kawasan Taman Nasional Komodo pada tahun 2025 mendatang demi kelestarian varanus komodo akibat akses wisatawan selama ini.
"Kami akan menutup kawasan TNK secara reguler yang bertujuan mengurangi tekanan dalam kawasan, mengurangi dampak negatif dari aktivitas wisata terhadap kawasan konservasi serta menghidupkan destinasi wisata di luar kawasan TNK" kata Kepala BTNK Hendrikus Rani, di Labuan Bajo Rabu (17/7/2024).
Meski demikian Hendrikus mengatakan rencana dan skema penutupan dimaksud masih dikaji secara ilmiah dengan melibatkan pihak terkait terutama soal dampak kunjungan wisman apabilah benaran ditutup.
"Saat ini masih dalam diskusi informal, dalam konsep jika ditutup sehari maka diharapkan wisatawan melakukan aktivitas wisata di luar kawasan dan meningkatkan lama tinggal wisatawan di Labuan Bajo," katanya.
Rencana penutupan yang diumumkan Hendrikus Rani itu sontak menuai reaksi dari sejumlah kalangan termasuk pelaku pariwisata di Labuan Bajo.
Ketua Asosiasi pelaku wisata (Asita) Manggarai Barat Evodius Gonsomer mempertanyakan ikhwal alasan dibalik rencana penutupan dimaksud.
Evodius mengatakan jika alasan demi pemulihan dan rehabilitasi, pada bagian mana yang dilakukan rehabilitasi dan pemulihan dimaksud.
"Itu kan harus jelas, sehingga masyarakat, kami pelaku wisata bisa memaklumi dan itu dilakukan dengan benar,"ujar Evo.
Ia mengatakan pemerintah harus detail menjelaskan alasan dibalik rencana penutupan itu selain itu Evo mengklaim varanus komodo tak terganggu oleh aktivitas wisata selama ini lantaran para wisatawan tak mengunjungi habitat asli komodo di Loh Liang.
Akan tetapi, sambung Evo, jika pemulihan dan rehabilitasi untuk terumbu karang di dalam kawasan Taman Nasional Komodo, maka diperluhkan waktu yang relatif lama untuk memulihkan kerusakan terumbu karang di kawasan tersebut.
Ia meminta pemerintah harus mempertimbangkan hal tersebut secara matang sehingga tak mengorbankan pihak-pihak tertentu.
Menanggapi hal tersebut Kementrian Pariwisata melalui Plt Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Frans Teguh mengatakan jika penutupan sementara di dalam suatu kawasan Taman Nasional itu menjadi hal yang lazim dilakukan.
Ia mengatakan suatu kawasan konservasi seperti Taman Nasional Komodo harus tetap menjaga dan merawat sumber daya alam untuk mendukung kelestarian dan keseimbangan ekosistem varanus komodo yang tetap terjaga.
"Penutupan sementara kawasan TNK sebagai bagian dari teknik manajemen pengunjung. Pengaturan agenda atau jadwal itinerary juga dapat dialihkan ke destinasi lain, sambil menunggu jadwal pembukaan," jelas Frans di Labuan Bajo.
Frans mengatakan rencana penutupan yang diumumkan pihak BTN Komodo itu bersifat sementara dan tak bersifat permanen.
"Bisa satu hari seminggu atau satu hari dua minggu (penutupannya),"ujar Frans.
Ia mengatakan dalam hal ini para pelaku wisata harus mampu menjelaskan ikhwal penutupan tersebut kepada para wisatawan sehingga tak bersifat mendadak.
Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan (Kadisparbud) Kabupaten Manggarai Barat Stefan Jemsisori mengaku setuju dengan rencana penutupan dimaksud.
"Pada prinsipnya kami mendukung, karena ini bicara soal konservasi. Kita mau TN Komodo ini umur panjang atau tidak. Kalau mau kita harus jaga, jangan ikut maunya wisatawan. TN Komodo butuh waktu dan ruang untuk recovery," ujarnya Rabu (17/7).
Kadisparbud Manggarai Barat ini melihat penutupan BTN Komodo ini akan memberi celah bagi spot wisata lain di daratan Flores.
Hal tersebut menurut Stefan, terjadi lantaran selama ini Taman Nasional Komodo menjadi satu-satunya destinasi kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Ia melihat penutupan Kawasan Taman Nasional Komodo akan membuka peluang kunjungan wisata ke obyek wisata lain di pulau Flores.
"Buat kami pemerintah daerah di satu sisi kami sedikit ada untung dari kebijakan ini membatasi sementara jumlah kunjungan wisatawan, supaya wisatawan juga terbagi ke luar kawasan, ini tentu positif buat pemerintah daerah," katanya.