- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Ikut Aniaya Herry Kabut, Oknum Wartawan TJ Bakal Dipolisikan Floresa

    Tim Redaksi | Editor: Antonius Rahu
    09 Oktober, 2024, 10:18 WIB Last Updated 2024-10-09T04:28:01Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1
    Floresa Tempuh Jalur Hukum kepada TJ, Oknum Wartawan yang Ikut Aniaya Herry Kabut
    Aksi protes warga yang kontra dengan wacana pengembangan PLTP Ulumbu di Poco Leok

    [Congkasae.com/Kereba] Tim hukum Floresa disebut-sebut akan menempuh mekanisme hukum kepada TJ, oknum wartawan salah satu media online di Manggarai yang diduga ikut melancarkan tindakan penganiayaan terhadap jurnalis dan pemimpin redakis Floresa Herry Kabut ketika meliput aksi protes warga Poco Leok pada 2 Oktober silam.


    Kuasa Hukum Floresa Yulianus Ario Jempau mengatakan pihaknya tidak hanya akan menempuh jalur hukum terhadap aparat keamanan yang menganiaya Herry, tetapi juga terhadap oknum wartawan tersebut. 


    "Identitasnya, sebagaimana disampaikan dalam kronologi yang ditulis Herry, adalah berinisial TJ," kata kuasa hukum Floresa, Yulianus Ario Jempau dalam keterangan resminya, Selasa (8/10/2024) malam.


    Ario Jempau menegaskan oknum wartawan berinisial TJ itu tak hanya melanggar undang-undang tindak pidana akan tetapi juga melanggar Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers lantaran menghalang-halangi kerja jurnalis.


    Floresa mengecam keras tindakan yang dilakukan TJ terhadap Herry Kabut, TJ dinilai telah melakukan penghinaan terhadap profesi jurnalis.


    "Kami meyakini bahwa langkah hukum terhadapnya penting dalam konteks menjaga kehormatan profesi jurnalis agar bebas dari segala bentuk praktik kekerasan, apalagi yang dilakukan terhadap sesama jurnalis," tutup Ario.


    Dalam keterangan resminya yang dipublikasikan media Floresa Edisi 3 Oktober, Herry Kabut mengaku mendapatkan tindakan penganiayaan dari sejumlah aparat kepolisian termasuk dari seorang wartawan berinisial TJ.


    Ia mendapatkan tindakan represif dari aparat kepolisian setelah dirinya tak dapat menunjukan kartu identitas profesi wartawannya kepada polisi.



    Ia sempat berusaha menerangkan status kewartawanannya termasuk surat tugasnya kepada polisi kendati demikian hal tersebut tak ditanggapi aparat.


    Ia baru dibebaskan aparat sekitar pukul 18:00 Wita setelah bersedia membuat klarifikasi yang menerangkan duduk persoalan bahwa ia diamankan lantaran tak dapat menunjukan kartu Pers kepada Polisi yang bertugas di lapangan.


    Ketika hendak kembali ke Ruteng usai dibebaskan polisi, Herry Kabut melihat oknum TJ itu ikut menumpang kendaraan aparat dan rombongan PLN.


    "Dengan aksinya ini, kami pun bertanya-tanya, apakah benar TJ ini seorang jurnalis atau bukan. Menurut kami, sudah seharusnya jurnalis bekerja secara profesional untuk kepentingan publik, bukan berlaku seperti preman yang malah menganiaya sesama jurnalis,"bunyi keterangan resmi menejemen Floresa dalam rilis resmi media itu.


    Polisi Bantah Telah Bertindak Represif pada Herry Kabut
    Kapolres Manggarai AKBP Edwin Saleh ketika memberikan keterangan pers di ruang kerjanya soal dugaan kekerasan pada jurnalis Floresa Sabtu


    Polisi Bantah Telah Bertindak Represif pada Herry Kabut

    Kendati demikian kapolres Manggarai membantah adanya tindakan represif terhadap jurnalis Floresa pada giat pengamanan di Poco Leok 2 Oktober lalu.


    "Bahasa yang beredar penyiksaan salah satu Pemred (pemimpin redaksi) dari media Floresa, kami tidak mengatakan yang bersangkutan seorang awak media walaupun faktanya dia seorang awak media, kenapa kami tidak mengatakan atau menggiring yang bersangkutan ini selaku jurnalis karena di saat kita minta pembuktian kalau dia merupakan seorang jurnalis, dia harus menunjukkan kartu identitas jurnalis," kata Kapolres Manggarai AKBP Edwin Saleh dalam konferensi Pers di Ruteng Sabtu kemarin.


    Edwin mengingatkan para pelaku media untuk tunduk dan taat pada undang-undang dan peraturan soal pekerja media dalam menjalankan tugas di lapangan.


    Ia memastikan tak ada penyekapan dan penganiayaan jurnalis dalam giat pengamanan di Poco Leok pada 2 Oktober lalu.


    Menurut Edwin polisi di lapangan hanya mengamankan yang bersangkutan agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.


    "Makanya kita amankan supaya tidak jadi korban maupun pelaku tindak pidana dan itu adalah fakta di lapangan. Saya tegaskan jangan ada bahasa di tangkap karena yang kami lakukan adalah mengamankan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Secara SOP kami sudah laksanakan sebelum melakukan pengamanan terlebih dahulu dilakukan apel pengecekan dan APP yang dipimpin oleh Wakapolres Manggarai."terangnya.

    warga pocoleok yang diamankan aparat kepolisian
    Beberapa orang warga Poco Leok yang sempat diamankan aparat dalam aksi protes warga Poco Leok 2 Oktober lalu


    Dewan Pers Kategrokikan Pelanggaran Serius

    Sementara itu Dewan Pers mengkategorikan insiden kekerasan yang dialami jurnalis Floresa Herry Kabut pada 2 Oktober lalu sebagai bentuk pelanggaran serius.


    Koordinator tim satgas anti kekerasan Dewan Pers Erick Tanjung mengatakan apa yang dialami oleh pemimpin redaksi Floresa itu sebagai bentuk pelanggaran pidana lantaran Herry telah menunjukan surat tugas dengan demikian ia dilindungi oleh undang-undang pers.


    "Itu adalah pelanggaran pidana serius. Jadi aparat yang melakukan kekerasan, ada tiga poin pelanggaran. Pertama kekerasan fisik, kemudian perampasan alat kerja yaitu laptop dan ponselnya, kemudian penghapusan rekaman wawancara dan file," ucap Erick dalam konferensi pers di YouTube floresadotco, Senin (7/10/2024).


    Erick juga mendesak agar para pihak yang melakukan aksi tersebut segera diproses sehingga harus ada mekanisme pemeriksaan secara etik yang melibatkan propam.


    "Termasuk yang melakukan perintah, apakah ada perintah dari Kapolres Manggarai karena ini adalah pelanggaran serius," kata Erick.


    Erick mengaku akan segera menyurati kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo dalam waktu dekat perihal kasus ini.

    Apa yang Sebenarnya Terjadi di Poco Leok
    Kaum ibu yang lantang bersuara terkait penolakan proyek PLTP Ulumbu

    Apa yang Sebenarnya Terjadi di Poco Leok?

    Rencana perluasan eksplorasi panas bumi untuk kepentingan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu sejak lama menuai polemik di tengah masyarakat.


    Semenjak Perusahaan Listrik Negara PLN melakukan sosialisasi soal rencana pembangunan tempat pengeboran baru untuk wallpad D rencana tersebut menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat.


    Masyarakat yang menentang rencana tersebut lantaran dikhawatirkan merusak ruang lingkungan alam Poco Leok berulang kali melakukan aksi protes kepada pemerintah termasuk melakukan penghadangan terhadap rombongan bupati Hery Nabit pada akhir tahun lalu.


    Masyarakat yang menentang perluasan PLTP Ulumbu juga sempat menyurati salah satu penyokong utama proyek geotermal ulumbu yakni Bank Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW).


    Bank KfW pun merespons surat dari warga Poco Leok yang menentang pembangunan PLTP Ulumbu itu dengan mengutus tim independen ke Poco Leok untuk mendengarkan aspirasi warga yang pro maupun kontra dengan proyek tersebut.


    Sementara itu PLN menargetkan energi hijau terbarukan yang digunakan untuk menerangi pulau Flores salah satunya meningkatkan kapasitas listrik di pulau panas bumi Flores yang bersumber dari Panas Bumi Ulumbu.


    PLN Menargetkan jika proyek PLTP Ulumbu itu berhasil maka kapasitas produksi listrik yang dihasilkan menjadi 2 x 40 Mega Watt yang artinya sumber utama listrik untuk menerangi pulau Flores menjadi semakin bertambah.


    Laporan utama ini dikerjakan oleh pemimpin redaksi congkasae.com Antonius Rahu

    Komentar

    Tampilkan