Seorang ibu rumah tangga asal dusun Nonggu II mencuci dan menimba air minum dari sisah air buangan dari petak sawah dengan kondisi air yang tidak higenis |
[Congkasae.com/Kereba] Sedikitnya enam orang warga desa Rana Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara Kabupaten Manggarai Timur dipanggil penyidik polsek Wae Lengga Senin 28 Oktober 2024 buntut perusakan bak air minum milik warga dusun Nonggu II.
Perusakan bak air minum itu sendiri dilakukan oleh para pemilik sawah Wae Tuna dan Wae Redung yang selama ini menggunakan sumber mata air Wae Tuna untuk mengairi lahan persawahan mereka.
Para pemilik sawah merasa kesal lantaran warga Dusun Nonggu II melakukan sabotase mata air Wae Tuna dengan membangun bak penampung di lokasi mata air Wae Tuna tanpa adanya konfirmasi kepada para pemilik lahan sawah yang bergantung pada sumber mata air itu.
Petrus Jondo Salah seorang pengguna mata air Wae Tuna mengatakan areal persawahannya tak bisa digarap lantaran kekurangan debit air pasca pemasangan pipa air minum milik warga dusun Nonggu.
"Kami ada 34 pemilik sawah Wae Tuna dan Wae Redung merasa dirugikan atas tindakan warga Nonggu II karena melakukan sabotase mata air yang menjadi sumber air sawah kami selama ini,"kata Petrus Jondo kepada Media ini Minggu (27/10/2024).
Ia mengatakan warga dusun Nonggu II desa Rana Mbata melakukan sabotase mata air Wae Tuna tanpa adanya persetujuan dari pemilik sawah.
"Kami kaget setelah diberitahu oleh orang lain bahwa mereka (warga Dusun Nonggu II) memasang pipa air di mata air Wae Tuna yang menjadi mata air utama untuk areal persawahan kami selama ini,"tambah Petrus.
Atas dasar itu para pemilik sawah yang terdampak memutuskan untuk membongkar bak air di lokasi mata air Wae Tuna pada Kamis 24 Oktober 2024 yang sebelumnya dibangun oleh warga Nonggu II pada bulan Agustus 2024.
Para pemilik sawah ketika menghancurkan bak air minum milik warga dusun Nonggu II Kamis 24 Oktober 2024. |
"Karena kami punya sawah gagal panen akibat kurangnya debit air setelah warga Nonggu ini memasang pipa air di lokasi mata air,"ujar Petrus.
Yohanes Kantur seorang warga Dusun Nonggu II mengatakan proyek pengadaan air minum di dusunnya merupakan proyek swadaya yang dilakukan oleh 14 Kepala Keluarga di dusun Nonggu II lantaran krisis air minum bersih.
"Bertahun-tahun kami menempuh perjalanan jauh hampir 700 meter ke Wae Tuna untuk menimba air, makanya kami inisiasi untuk mengambil air di mata air Wae Tuna untuk kepentingan air minum karena air minum ini kan hajat hidup orang banyak dan kebutuhan utama masyarakat,"kata Yohanes.
Kendati demikian Ia membenarkan jika pembangunan jaringan pipa air minum ke kampungnya itu tak melibatkan persetujuan para pemilik sawah yang menggunakan mata air yang sama.
Ia beralasan lokasi mata air Wae Tuna di area hutan desa yang tak memerlukan persetujuan siapapun karena milik bersama.
"Apalagi air minum ini kan hajat hidup orang banyak,"tambah Yohanes.
Yohanes mengakui pihaknya mengeluarkan dana hampir sepuluh juta rupiah untuk pengadaan pipa dari mata air hingga ke kampung Nonggu.
Belasan orang Warga dusun Nonggu II seusai memberikan keterangan kepada wartawan |
"Airnya kami timba di depan rumah hampir dua bulan sejak pemasangan instalasi pipa,"ujar Yohanes.
Meski demikian mimpi indah menimba air di depan rumah itu pupus setelah pihak pemilik sawah membongkar bak di mata air minum yang dipasang warga Nonggu.
Pembongkaran sendiri dilakukan secara bersama-sama oleh 34 orang pemilik areal persawahan yang terdampak.
Salah seorang pemilik sawah di Wae Redung mengatakan sawahnya mengering setelah adanya pemasangan pipa air minum warga Nonggu di mata air Wae Tuna.
"Saya tahun ini tidak bisa memanen karena tanaman padi saya layu lantaran tak ada air,"ujar sumber ini.
Ia mengatakan tahun-tahun sebelumnya tak ada kasus gagal panen seperti tahun ini meskipun kemarau berkepanjangan.
"Tapi kami masih bisa mengetam meskipun harus menggunakan mekanisme pengairan secara bergilir,"tambahnya.
Akan tetapi tahun ini setengah dari lahan persawahannya sudah mengering dengan kondisi padi yang tak bisa diselamatkan akibat kekurangan debit air.
Terkait persoalan itu Petrus Jondo mengakui total areal persawahan warga yang terdampak akibat sabotase mata air Wae Tuna mencapai 20 hektar dengan jumlah Kepala Keluarga yang terdampak mencapai 34 Kepala Keluarga.
"Kami menggunakan mata air Wae Tuna itu sejak orang tua kami membuka lahan persawahan, jauh sebelum kampung Nonggu itu dijadikan perkampungan kami punya sawah sudah ada," papar Petrus Jondo.
Jaringan pipa air minum warga dusun Nonggu II usai perusakan bak air minum di lokasi mata air. |
Ia mengakui warga Nonggu memang beberapa kali melakukan pendekatan kepada para pemilik sawah untuk menggunakan mata air Wae Tuna sebagai sumber air minum warga Nonggu akan tetapi permintaan itu selalu ditolak para pemilik sawah.
"Total sudah 6 kepala desa yang terlibat mediasi antara kami pemilik sawah dengan warga Nonggu tapi kami selalu menolak alasannya dari dulu hingga sekarang masih sama yakni soal sumber makanan apabilah air itu diberikan maka kami punya sawah tak bisa dikerjakan karena tidak ada air,"ujarnya.
Di sisi lain seorang ibu rumah tangga di dusun Nonggu II mengakui harus berjalan sejauh 800 meter setiap hari hanya untuk menimba air minum.
Itupun air minum yang mereka timba merupakan air buangan dari petak sawah di Wae Tuna.
"Bertahun-tahun kami mengonsumsi air minum tak layak, karena air buangan dari petak sawah ini kita tahu pasti mengandung unsur kimia seperti pupuk, pestisida, herbisida dan itu kami jadikan air minum,"ujar ibu ini.
Ia merasa khawatir dengan kondisi air minum yang mereka konsumsi lantaran tak higenis.
Sementara itu seorang pelajar SDI Nonggu Merasa kecewa lantaran tindakan perusakan air minum yang sempat mereka gunakan selama dua bulan terakhir.
"Kami sangat senang karena sejak lama kami menderita kekurangan air tapi ternyata kami punya pipa air dicuri sekarang kami harus berjalan jauh lagi untuk menimba air,"katanya.
Terkait keluhan itu Petrus Jondo mengatakan sebenarnya warga Nonggu memiliki banyak pilihan untuk menimba air minum tanpa harus menimba di lokasi air buangan dari petak sawah Wae Tuna.
"Mereka bisa timba di kali dekat tikungan pertama dekat kampung Nonggu, itu jarak tempuhnya hanya 300 meter dari kampung jadi kondisi air juga sangat higenis karena sebelum bendungan sawah Wae Tuna,"terang Petrus.
Ia mengatakan air minum yang dapat ditimba menggunakan jeriken dengan jarak tempuh yang sangat dekat menjadi pertimbangan pertama tindakan perusakan bak air minum yang dibangun warga Nonggu.
"Pertimbangan utamanya adalah air untuk sawah itu tidak bisa ditimba pakai jeriken, apalagi ada puluhan KK yang terdampak,"ujarnya.
Petrus mengaku siap menempuh jalur hukum seperti yang dipilih warga Nonggu II yang melaporkan peristiwa perusakan jaringan pipa air milik mereka.
"Pemeriksaan Senin ini ada 6 orang yang dipanggil untuk memberikan klarifikasi di kepolisian, tapi kami para pemilik sawah berangkat semua untuk memantau proses pemberian keterangan di kepolisian,"ujar Petrus Jondo.
Stefanus Tue salah seorang warga dusun Nonggu II mengatakan air minum merupakan hajat hidup orang banyak.
Karenanya ia berharap pemerintah harus hadir menyelesaikan kasus air minum di dusun Nonggu II karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Stefanus dan belasan warga dusun Nonggu II melayangkan laporan ke polsek Wae Lengga pada 25 Oktober kemarin setelah mengetahui adanya perusakan bak dan pipa air minum yang telah susah payah mereka bangun.
"Kami sengsara sekali selama bertahun-tahun selalu krisis air minum, jadi tolong pemerintah harus hadir memberi solusi,"pintanya.
Harapan akan adanya penyelesaian kasus yang adil juga diutarakan warga lain atas nama Adolfus Sarong.
Ia mengatakan kebutuhan air minum bagi warga Nonggu II sangat penting dan mendesak.
"Kami minta pemerintah adil menyelesaikan masalah ini, kami sangat sengsara, selama bertahun-tahun,"pintanya.