- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Beternak Babi Jadi Sektor yang Menjanjikan di NTT, Namun Dianggap Sepeleh

    Penulis: Antonius Rahu | Editor:Tim Redaksi
    08 April, 2025, 12:02 WIB Last Updated 2025-04-08T05:02:26Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1

     
    Ternak Babi Jadi Sektor yang Menjanjikan di NTT, Namun Dianggap Sepeleh

    Data yang dikeluarkan Balai Besar Pelatihan Peternakan di Kupang menyebut konsumsi daging babi di NTT mencapai 3,6kg per kapita per tahun, angka ini bahkan lebih tinggi dari tingkat konsumsi daging babi secara nasional yang hanya 1,5kg per kapita per tahun.


    [Congkasae.com/Kereba] Usaha peternakan babi merupakan salah satu sektor bisnis yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan di wilayah Flores, Nusa Tenggara Timur.


    Hal tersebut terjadi lantaran tingginya permintaan akan konsumsi daging babi di daerah ini, yang menjadikannya sebagai satu-satunya daging yang wajib ada dalam setiap hajatan yang digelar oleh masyarakat.


    Merujuk pada data yang dipublikasikan Balai Besar Pelatihan Peternakan di Kupang, tingkat konsumsi daging babi di provinsi Nusa Tenggara Timur tercatat paling tinggi dibandingkan tingkat konsumsi daging babi secara nasional.


    "Konsumsi daging babi di NTT tergolong tinggi, mencapai 3,6 kg per kapita per tahun, jauh melebihi konsumsi nasional sebesar 1,5 kg per kapita per tahun,"kata Manix Etwan Manafe dari Balai Besar Pelatihan Peternakan Kupang.


    Ia mengatakan tingginya angka konsumsi daging babi di NTT juga didukung oleh kondisi bentang alam yang cocok untuk ternak babi.


    Ia mencontohkan ketersediaan pakan lokal yang berlimpah menjadi salah satu faktor kunci dalam mempercepat proses pembesaran bibit babi.


    "NTT memiliki iklim tropis yang cocok untuk pertumbuhan babi, tersedia sumber pakan alami yang melimpah, seperti jagung, singkong, dan umbi-umbian,"tambah Manix.


    Kendati demikian apa yang diutarakan oleh Manix itu sangat jauh dari kondisi di lapangan.


    Pasalnya para peternak babi di provinsi NTT masih didominasi oleh peternak rumahan yang hanya melakukan kegiatan ternak dengan sistem konvensional.


    "Artinya itu tidak dilakukan secara profesional dalam skala besar seperti di Bali misalnya,"kata Antonius Rahu, salah seorang peternak babi di Manggarai Timur, Flores.

    Cetak baliho sambut baru di ruteng


    Ia menilai para peternak di provinsi NTT mayoritas tak dibekali dengan ilmu beternak yang mumpuni dari dinas terkait hal itu ditemuinya dalam beberapa kasus di sekitar wilayahnya.


    "Misalnya mayoritas peternak kita menganggap bahwa usaha ternak babi hanya merupakan usaha sampingan dalam bahasa Manggarai Timur "Rebo" padahal keuntungannya sangat menggiurkan,"tambahnya.


    Ia berujar akibat dari anggapan tersebut, ternak babi tak diurus ketika menghadapi masalah seperti kematian pada anak babi akibat diare, dan penyakit lainnya ternak babi tak terurus dengan baik yang berakibat pada kematian pada ternak babi.


    "Akibatnya babi mati, padahal sebetulnya bisa memanggil tenaga terampil khususnya lulusan sarjana peternakan untuk pertolongan pertama,"ujarnya.


    Ia mengatakan seharusnya edukasi dan pemahaman akan kesehatan hewan ternak disosialisasikan petugas dari dinas peternakan di seluruh kabupaten di NTT.


    Ia mengatakan kondisi ini diperparah dengan tak adanya asosiasi peternak babi di kabupaten yang memayungi para peternak ditambah wabah flu babi Afrika yang mengakibatkan kematian massal pada ternak babi sejak 2019 silam.


    "Akibatnya para peternak dibiarkan berusaha secara sendiri-sendiri ketika menghadapi masalah, ditambah wabah ASF populasi babi berkurang, imbasnya harga daging babi melonjak termasuk nilai jual taksasi pada ternak babi tak setara dengan kuantitas daging yang diproduksi,"terangnya.


    Hal itu juga dibenarkan petugas dari Balai Besar Pelatihan Peternakan di Kupang Manix Etwin Manafe yang menyebut sejumlah kendala pada sektor peternakan babi di provinsi NTT.


    Menurut Etwin meskipun memiliki potensi besar, bisnis peternakan babi di NTT juga menghadapi beberapa tantangan wabah penyakit hewan, seperti ASF, dapat berakibat fatal bagi peternak babi.


    "Fluktuasi harga dan ketersediaan pakan dapat memengaruhi keuntungan peternak, manajemen peternakan yang kurang optimal, masih banyak peternak babi di NTT yang menerapkan sistem pemeliharaan tradisional yang kurang efisien,"kata Manix.


    Ia menganjurkan para peternak di provinsi kepulauan itu agar menerapkan sistem peternakan yang lebih moderen dalam memenuhi permintaan pasar yang tinggi.


    Beberapa hal yang dianjurkan Manix misalnya menerapkan kandang babi moderen, dengan biosekuriti kandang yang ketat untuk mencegah masuknya wabah penyakit.


    "Selain itu diversifikasi pakan dengan memberikan pakan alternatif di sekitar kita untuk menekan biaya produksi terutama dari sektor pakan,"paparnya.


    Selain itu Manix menganjurkan para peternak babi di NTT untuk menerapkan sistem pemeliharaan babi dengan memanfaatkan teknologi moderen serta membangun jaringan yang lebih luas untuk meningkatkan sistem pemasaran.

    Komentar

    Tampilkan