![]() |
Ilustrasi nabi Musa |
Meskipun Allah mengasihi Musa namun Allah tetap menghukum Musa atas kesalahan yang dibuat Musa di hadapan bangsa Israel, pada Akhirnya Musa tak diperbolehkan masuk ke tanah terjanji
Kedekatan Tuhan dengan Musa yang memimpin eksodus besar-besaran bagi bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir tercatat dalam kitab suci perjanjian lama termasuk kitab taurat bangsa Yahudi.
Dalam kitab keluaran dikisahkan bagaimana Musa selamat dari pembunuhan genosida yang dilakukan Firaun raja Mesir sejak ia lahir.
Ketika Firaun bersih keras melakukan upaya genosida terhadap anak laki-laki yang baru lahir di kalangan umat Israel, namun Allah meloloskan Musa dari upaya genosida itu dengan menyelamatkan bayi malang yang dihanyutkan sang ibunda di sungai Nil lantaran takut dibunuh oleh Firaun.
Kemurahan Tuhan turun dalam diri salah satu putri Firaun yang memilih menyelamatkan bayi malang yang dilahirkan dari sepasang orang tua bangsa Israel itu dan memberinya nama Musa.
Setelah sempat diasuh oleh ibu kandungnya sendiri, Musa kecil pun kembali ke pangkuan putri Firaun lantaran diangkat menjadi anak angkat salah satu putri Firaun.
Sampai suatu waktu Musa yang tengah bertugas mengawasi proyek yang dikerjakan bangsa israel dalam perbudakan di tanah Mesir melihat kesewang-wenangan para mandor terhadap rakyat israel.
Ia kemudian membunuh mandor itu dan membuang jasadnya, namun tindak kriminal yang dilakukan Musa itu sampai juga ke telinga raja Firaun dan mengejarnya.
Musa pun melarikan diri ke tanah Midian, di sana ia bertemu dengan putri imam Midian penggembala ternak yang bernama Rehuel.
Rehuel memberikan putrinya Rehuelah Zipora untuk dinikahi Musa setelah Musa menolong putrinya dalam perseteruan antara sesama penggembala ternak yang merebut air minum di bibir sebuah sumur.
Singkat cerita Musa pun dikaruniai seorang anak yang diberinya nama Gersom, hingga pada suatu ketika Musa yang sedang menggembalakan ternak dekat gunung Horeb bertemu dengan Allah.
Di dekat gunung itu Allah memperlihatkan kebesarannya dalam wujud nyala api di atas semak belukar tanpa membakar semak belukar itu.
Ketika hendak mendekati semak belukar itu Allah memanggil nama Musa dan memintanya untuk menanggalkan alas kakinya.
Di sana Musa yang dibesarkan dalam lingkungan kerajaan Mesir dan tak pernah diberi tahu tentang Allah yang disemba oleh bangsa Israel memperkenalkan dirinya kepada Musa.
Usai memperkenalkan dirinya kepada Musa, Allah menugasinya untuk memimpin bangsa Israel keluar dari tanah Mesir.
Tentu saja Musa sangat terkejut dengan tugas baru dari Allah Israel itu lantaran Musa merupakan buronan kasus pembunuhan di tanah Mesir.
Akan tetapi Allah meyakinkan Musa dengan menunjukkan mujizatNYA kepada Musa dengan cara mengubah tongkat yang dipegang Musa menjadi seekor ular.
Tentu saja musa tak yakin, dan meminta Allah untuk tidak menugasinya kembali ke tanah Mesir, lantaran masih takut dengan status hukumnya di sana.
Akan tetapi Allah Israel itu kembali memerintahkan Musa untuk memasukan tangannya kedalam jubah, dan mengeluarkannya yang seketika lengannya berubah menjadi dikerumuni penyakit kusta.
Lalu Allah menyuruh Musa memasukan tangannya kembali ke dalam jubah dan mengeluarkannya untuk kali kedua dan tangan Musa kembali normal.
Setelah itu, Musa memutuskan kembali ke tanah Mesir dengan misi utama yakni membebaskan bangsa Israel keluar dari perbudakan raja Firaun di Mesir.
Setibanya di Mesir, Musa bertemu dengan Harun kakak kandungnya untuk mengumpulkan para tua-tua bangsa Israel dan memberitahu mereka tentang misi utamanya yang diterima dari Allah Israel.
Singkat cerita Musa berhasil menyakinkan bangsa Israel untuk mau melakukan eksodus kembali ke tanah kanaan sebuah tanah terjanji yang digambarkan Allah penuh dengan madu dan susu.
Para tua-tua bangsa Israel yang tengah ditindas oleh Firaun dalam status perbudakan selama 400 tahun setelah kematian Yusuf mau mengikuti perintah Allah melalui nabi utusanya yakni Musa.
Kendati demikian proses eksodus bangsa Israel untuk keluar dari tanah Mesir itu tidaklah berjalan mulus.
Hal itu terjadi lantaran Firaun berkeras hati tak mau menuruti permintaan Musa yang meminta agar bangsa Israel itu keluar ke padang gurun selama tiga hari lamanya untuk berdoa dan mempersembahkan kurban bakaran kepada Allah yang disemba bangsa Israel.
Maka Allah menurunkan tulah berupa 9 jenis kutukan atas bangsa Mesir mulai dari tulah pertama dimana air berubah menjadi darah hingga tulah kesembilan dimana kemalangan menimpa seluruh tanah Mesir lantaran anak sulung dari orang mesir termasuk ternak mereka mati mendadak dalam satu malam termasuk putra sulung Firaun.
Dalam kutukan kesembilan itu, Allah memerintah bangsa Israel untuk memotong seekor domba jantan tak bercela yang dimakan pada satu malam dengan roti tak beragi dan sayuran pahit.
Selama makan domba itu, umat Israel diperintahkan untuk memegang tongkat dan pinggang terikat, darah dari domba jantan itupun diolesi di tiang pintu masuk rumah umat Israel.
Momen ini bertepatan dengan peristiwa kematian Yesus Kristus yang hari ini diperingati dalam hari raya Paskah oleh seluruh umat Kristiani di seluruh dunia.
Allah pun memerintahkan bangsa Israel untuk meninggalkan tanah Mesir dan berjalan menyebrangi gurun pasir menuju ke laut merah.
Setibanya mereka di laut Merah, Firaun yang sadar setelah ditinggal pergi para budaknya bangsa Israel menyuruh para prajuritnya untuk mengejar Musa dan bangsa Israel.
Pengejaran pun dimulai, dimana bangsa Israel yang terdesak lantaran bingung bagaimana menyebrangi laut Merah mulai menggerutu kepada Musa.
Namun Allah Israel melakukan mujizatNYA dengan membelah laut Merah dan menyuruh bangsa Israel menyebrangi laut itu.
Bangsa Israel pun berhasil menyebrangi laut Merah namun prajurit Firaun yang melakukan pengejaran terhadap mereka mati tenggelam di dalam lau Merah.
Di sini Israel memuji-muji kebesaran Allah dengan menyanyikan sebuah madah pujian bagi Allah.
Kendati demikian di Meriba bangsa Israel kembali bersungut-sungut kepada Musa lantaran mereka kehausan di padang gurun Zin.
Peristiwa di mata air Meriba, Kadesh dicatat dalam Bilangan 20. Menjelang akhir dari empat puluh tahun pengembaraan mereka, orang Israel tiba di padang gurun Zin.
Tidak ada air, dan masyarakat berbalik melawan Musa dan Harun. Musa dan Harun pergi ke kemah pertemuan dan bersujud di hadapan Allah.
Allah memberi tahu Musa dan Harun untuk mengumpulkan bangsa Israel dan berbicara kepada batu karang. Air akan keluar.
Musa mengambil tongkat dan mengumpulkan orang-orang. Kemudian, dengan nada marah, Musa berkata kepada mereka, "Hai pemberontak-pemberontak, haruskah kami mengeluarkan air bagimu dari batu karang ini?"
Lalu Musa memukul batu karang itu dua kali dengan tongkatnya (Bilangan 20:10-11). Air keluar dari batu karang itu, seperti yang telah dijanjikan Allah.
Akan tetapi, Allah segera memberi tahu Musa dan Harun bahwa, karena mereka gagal untuk cukup percaya kepada-Nya untuk menghormati-Nya sebagai yang kudus, mereka tidak akan membawa bangsa Israel itu ke tanah terjanji (Bilangan 20:12).
Dari kesalahan kecil yang dilakukan Musa dan Harun itu kita belajar bahwa Allah yang murah hati dan panjang sabar itu juga pencemburu juga menghukum Musa atas pelanggaran-pelanggarannya sendiri.
Musa pada akhirnya tak diperbolehkan masuk ke tanah terjanji dan hanya diperbolehkan melihat tanah terjanji yang digambarkan penuh dengan madu dan susu itu dari kejauhan.
Hukuman itu mungkin tampak berat bagi kita, tetapi, ketika kita mencermati tindakan Musa, kita melihat beberapa kesalahan.
Yang paling jelas, Musa tidak menaati perintah langsung dari Allah. Allah telah memerintahkan Musa untuk berbicara kepada batu karang itu.
Sebaliknya, Musa memukul batu karang itu dengan tongkatnya. Sebelumnya, ketika Allah mengeluarkan air dari batu karang, Ia memerintahkan Musa untuk memukulnya dengan tongkat (Keluaran 17).
Akan tetapi, perintah Allah berbeda di sini. Allah ingin Musa percaya kepada-Nya, terutama setelah mereka telah menjalin hubungan yang begitu dekat selama bertahun-tahun.
Musa tidak perlu menggunakan kekerasan; ia hanya perlu menaati Tuhan dan tahu bahwa Tuhan akan menepati janji-Nya.
Hukuman Musa atas ketidaktaatan, kesombongan, dan salah tafsir atas pengorbanan Kristus sangat berat; ia dilarang memasuki Tanah Perjanjian (Bilangan 20:12).
Namun kita tidak melihat Musa mengeluh tentang hukumannya. Sebaliknya, ia terus dengan setia memimpin umat dan menghormati Tuhan.
Dalam kekudusan-Nya, Tuhan juga berbelas kasih. Ia mengundang Musa ke Gunung Nebo di mana Ia menunjukkan kepada nabi-Nya yang terkasih Tanah Perjanjian sebelum kematiannya.
Ulangan 34:4-5 mencatat, “Lalu Tuhan berfirman kepadanya, 'Inilah negeri yang telah Aku janjikan dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub ketika Aku berfirman, “Aku akan memberikannya kepada keturunanmu.” Aku telah memperlihatkannya dengan matamu sendiri, tetapi engkau tidak akan menyeberang ke sana.' Dan Musa, hamba Tuhan itu, mati di sana di Moab, seperti yang telah difirmankan Tuhan .”
Kegagalan Musa di batu karang tidak meniadakan atau memutuskan hubungannya dengan Tuhan. Tuhan terus menggunakan nabi itu dan terus mengasihinya dengan kelembutan.
Meski sudah berjuang secara mati-matian untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di tanah Mesir namun pada akhirnya Musa tetap dihukum Allah atas pelanggarannya di Meriba yang dipicu oleh ucapan bangsa Israel atas Musa.
Setelah kematiannya, jasad Musa dikuburkan di tanah sebuah lembah Moab, tak ada satupun orang yang mengetahui lokasi makamnya hingga hari ini (Ulangan 36:6).
Setelah kematian Musa, bangsa Israel itu dipimpin oleh salah seorang yang mendampingi Musa dalam pengambilan dua loh batu dari puncak gunung Sinai, namanya adalah Yosua.