![]() |
Ilustrasi Loke Nggerang di mbaru niang Todo |
Loke Nggerang merupakan putri Ndoso yang cantik jelita, ia dibunuh dan dikuliti lantaran menolak pinangan putra kerajaan Todo, kulitnya dijadikan bahan untuk membuat gendang bagi kerajaan Todo.
[Congkasae.com/Nunduk] Kisah legenda Loke Nggerang di Manggarai menjadi topik bahasan populer terutama di kalangan orang Manggarai masa kini, kisahnya melegenda lantaran menggambarkan konsistensi akan pilihan hati nurani perempuan Manggarai meski mengorbankan nyawanya sendiri.
Konon nenek moyang Orang Manggarai berasal dari Minangkabau, mereka merupakan tiga bersaudara yang meninggalkan Minangkabau dan berlayar ke arah timur.
Setelah melewati pelayaran cukup lama tibalah mereka di suatu tempat yang dinamakan Warloka, mereka menetap di Warloka dalam kurun waktu yang cukup lama.
Sampai pada suatu waktu wabah penyakit merebak di wilayah Warloka itu dan ketiga bersaudara dari Minangkabau itu memutuskan untuk mencari wilayah hunian baru yang lebih aman demi menyelamatkan diri dari penyakit.
Maka berembuklah mereka di Warloka hasilnya Sang kakak sulung menetap di wilayah matahari terbenam yang maka ia berangkat ke arah barat Warloka dan menetap di wilayah Bima NTB.
Sementara anak kedua menetap di sekitar Warloka sementara yang bungsu harus menetap di wilayah matahari terbit.
Maka berjalanlah si bungsu ke arah timur dan menetap di wilayah timur yang saat ini di daerah kabupaten Ngada.
Sementara anak kedua tetap di Manggarai saat ini, sebelum berpisah ketiga bersaudara ini berembuk untuk mengadakan pesta tahun baru bersama yang sekarang disebut penti.
Dalam perundingan ketiganya disepakati bahwa saudara mereka yang nomor dua harus memukul gendang yang menandai undangan bagi dua saudara lainnya untuk datang mengadakan acara penti di Manggarai.
Setelah sekian lama mereka berpisah namun gendang yang dijanjikan untuk ditabuh tak kunjung didengar.
Sampai pada suatu waktu sebuah musibah menimpa mereka, kabar tentang musibah itu menyebar luas hingga pada akhirnya sang sulung di Bima mendatangi seorang dukun.
Sang dukun memberitahu bahwa sebab musebab dari musibah yang dialami sang kakak sulung itu akibat kelalaian mereka dalam mengadakan acara penti bersama.
Maka sang sulung memberitahu kepada adiknya di Manggarai tentang hal tersebut, adapun sang dukun memberitahu bahwa gendang yang harus ditabuh oleh adiknya di Manggarai itu haruslah terbuat dari kulit seorang gadis.
Maka sang adik yang kala itu sudah berpindah ke Todo sudah mendirikan rumah Lopo yang dalam bahasa Manggarai disebut Mbaru Niang bergegas ke Ndoso bersamaan dengan putranya.
Setibanya mereka di Ndoso mereka memperhatikan seluruh gadis di Ndoso tapi mata putra Todo itu tertuju pada seorang gadis yang cantik jelita namanya Ena.
Adapun Ena merupakan hasil pernikahan antara ibunya Endang dengan makluk halus alias kakar tana atau darat.
Maka jatuh cintalah putra kerajaan Todo pada Ena dan bermaksud hendak mempersunting Ena menjadi istrinya.
Akan tetapi niat tersbut ditolak secara mentah oleh Ena tanpa adanya alasan pasti, mendengar penolakan Ena itu maralah putra raja Todo.
Putra raja Todo akhirnya menyusun siasat untuk menculik Ena sang gadis jelita yang berasal dari Ndoso, Manggarai Barat saat ini.
Putra kerajaan Todo mempelajari kebiasaan Ena dalam kesehariannya dan didapat bahwa Ena kerap mandi di sebuah mata air pada sore hari sekitar pukul 3 sore.
Adapun lokasi mata air itu terletak di lereng perbukitan di wilayah Ndoso, maka pasukan kerajaan todo bersembunyi di sekitar lokasi pemandian Ena sejak pagi hari dan bermaksud hendak menangkap dan menculik Ena.
Tepat pada sore harinya tibalah seorang gadis jelita yang datang untuk mandi di mata air itu, dan seketika pasukan kerajaan Todo menyergap Ena sang gadis itu.
Namun sang gadis tetap pada pendiriannya yakni menolak pinangan putra kerajaan Todo yang hendak menjadikannya istri.
Akibat penolakannya Ena dibunuh oleh pasukan kerajaan Todo dan mereka menguliti gadis itu jasadnya dikuburkan di sekitar mata air itu di kawasan Ndoso.
Sementara kulitnya dibawah ke Todo untuk dijadikan gendang, setibanya pasukan kerajaan Todo di kampung Ndoso, mereka memberitahukan sang Ibu bahwa Ena putrinya telah dibunuh lantaran menolak pinangan putra kerajaan Todo.
Maka menangislah Endang atas kematian putrinya itu, akan tetapi pasukan kerajaan Todo mengancam akan membunuh Endang apabilah masih tetap mempersoalkan kematian putrinya itu.
Pasukan kerajaan Todo memberitahu Enang bahwa kulit dari Ena putrinya akan dibawa ke Todo untuk dibuatkan gendang.
Dalam tangisan kesedihan, Endang meminta pasukan kerajaan Todo apabilah gendangnya selesai dibuat sang ibunda diperbolehkan untuk menabuh gendang itu walau hanya sekali saja.
Setibanya mereka di kerajaan Todo, pasukan kerajaan membuat sebuah gendang dari kulit Ena gadis jelita dari Ndoso.
Ketika ditabuh gendang itu mengeluarkan bunyi "Loke Nggerang, Loke Nggerang".
Maka diundanglah Endang sang ibunda untuk menabuh gendang itu, ketika ditabuh oleh sang ibunda gendang itu mengeluarkan bunyi.
![]() |
Gendang Loke Nggerang di Todo |
"Welid Waning Laing Loked Molas Loe, Tutung Mbut Loke Nggerang, Tutung Mbut Loke Nggerang".
Semua orang yang mendengarkan bunyi gendang itu menjadi takjub dan terheran-heran, ketika gendang itu ditabuh bunyinya terdengar hingga ke Bima NTB dan Ngada.
Maka bergegaslah dua saudara lain dari keturunan Minangkabau itu menuju Manggarai untuk mengadakan upacara penti di Manggarai.
Hingga kini gendang tersebut masih tersimpan di mbaru niang Todo sementara tubuh dari Loke Nggerang itu sendiri dikuburkan di Ndoso dan masih ada hingga saat ini.
Penulis: Antonius Rahu
Sumber: Kemendikbud.go.id
BACA JUGA
Legenda Terbentuknya Danau Rana Mese di Manggarai Timur
Sejarah Ranaka Dulunya Jadi Tempat Pemandian Bidadari
Sejarah Perjuangan Motang Rua Melawan Penjajahan Belanda di Manggarai
Sejarah Terbentuknya Gunung Anak Ranaka, Dari Loka Leke Ndereng Hingga Hujan Abu Vulkanik