![]() |
Ritus Teing hang selalu diawali dengan ker manuk |
Ritus Teing Hang merupakan upacara pemberian makan bagi para leluhur orang Manggarai sembari meminta petunjuk dan permohonan agar mereka melindungi kita, adapun makanan yang dipersembahkan dalam ritus itu hanya sedikit saja, lantas apa maknanya?
[Congkasae.com/Sosial Budaya] Memberi makan para leluhur bagi orang Manggarai merupakan satu ritus yang wajib dilakukan dalam setahun. Biasanya pada perayaan penti atau menjelang perayaan besar dalam keluarga selalu diadakan acara teing hang untuk para leluhur.
Dalam ritus teing hang itu intinya orang Manggarai memberi persembahan berupa makanan bagi para leluhur yang telah berpulang termasuk untuk roh-roh yang tidak kelihatan.
Sembari meminta pertolongan kepada para leluhur itu agar kita yang masih hidup di dunia ini diberikan kemudahan termasuk kesehatan dan perlindungan.
Dalam acara ker (keng) atau tudak manuk, orang Manggarai berkomunikasi dengan roh para leluhur segala bentuk permintaan dan ucapan terima kasih dilantunkan dalam untaian ker yang dibalut dengan sebotol tuak (sopi) dan seekor ayam.
Usai dilakukan ker juru bicara biasanya selalu meminta agar ayam yang dipakai dalam ritus tersebut nantinya menunjukkan pertanda baik (dia urat, seput riti bombot pesung).
Hal ini penting dilakukan lantaran menandakan terima atau tidaknya upacara teing hang yang dilakukan pada saat itu.
Di wilayah Manus Manggarai Timur, usai ritual ker itu dilanjutkan dengan pemotongan ayam yang digunakan dalam ritual tersebut.
Selanjutnya ayam itu dibakar dibersihkan dan diambil bagian usus dan empedunya untuk diperlihatkan oleh juru bicara (tongka).
Apabila empedunya membesar (bembot pesung) maka ritual tersebut diterima oleh para leluhur, akan tetapi apabila empedunya mengecil maka diyakini ada keganjalan dalam acara itu atau perjalanan hidup keluarga itu ke depannya.
Setelahnya upacara akan dilanjutkan dengan memberi makan para leluhur, ritual dilanjutkan dengan membakar sedikit hati ayam dan sedikit daging untuk dipersembahkan kepada leluhur.
![]() |
Toto Urat dalam ritus teing hang orang Manggarai |
Setelahnya dilakukan persembahan kepada para leluhur dengan cara mengambil sedikit nasi dan hati ayam yang dibakar lalu diletakan di atas piring lengkap dengan gelas air minum lalu makanan itu diletakkan di tiang utama rumah (siri bongkok).
Sementara sedikit darah dan lemak ayam (rak) yang dicampurkan dengan sedikit beras disiram di depan pintu rumah.
Hal itu dilakukan untuk memberi persembahan kepada roh (ata pale sina) yang turut hadir dalam acara itu.
Pertanyaannya mengapa hanya sedikit makanan yang dipersembahkan kepada para leluhur termasuk roh ata pale sina itu?
Untuk menjawab persoalan itu maka kita perlu kembali pada mitologi kuno orang Manggarai zaman dulu.
Menurut Mitologi itu pada mulanya Tuhan (Jari Agu Dedek) menciptakan manusia bukan hanya seorang diri.
Akan tetapi dua orang bersaudara kakak beradik, Tuhan juga menciptakan segala makhluk di darat, laut dan udara bagi keduanya.
Akan tetapi Jari Agu Dedek menugasi dua bersaudara ini agar selalu melakukan ritual-ritual persembahan kepada Jari Agu Dedek termasuk menaati beberapa larangan dalam bentuk adat istiadat bagi keduanya semasa hidupnya.
Akan tetapi dalam perjalanan hanya sang adiklah yang menaati perintah dari Jari Agu Dedek itu, sementara sang kakak selalu membangkang dan tidak menaatinya.
Melihat hal itu, sang adik melaporkan ulah sang Kakak kepada Jari Agu Dedek yang telah menciptakan keduanya.
Setelah mendengar laporan dari sang adik, Jari Agu Dedek membuat keputusan yang sangat besar yang mempengaruhi keduanya secara turun temurun.
Jari Agu Dedek mengambil seuntai daun alang-alang untuk memisahkan keduanya, Jari Agu Dedek bernazar apabila sang kakak berjalan ke kiri dan sang adik berjalan ke kanan itu artinya keduanya akan bertemu akan tetapi keduanya tak dapat melihat satu sama lain lantaran terhalang oleh daun alang alang ini.
Selain itu semua harta kekayaan duniawi ikut dibagi-bagi kepada keduanya, sang kakak memilih seluruh tanaman dan hewan liar yang ada di hutan, sementara sang adik memilih tumbuh-tumbuhan yang kita konsumsi saat ini termasuk hewan peliharaan.
Jari Agu Dedek juga bernazar bahwa apabila keturunan sang adik bekerja dan mencari makan pada siang hari, maka keturunan sang kakak akan bekerja dan mencari makan pada malam hari.
Apa yang banyak bagi keturunan adik akan terlihat sedikit bagi keturunan kakak, keturunan kakak akan disebut ata pale sina (orang yang berada di seberang, roh halus) sementara keturunan adik disebut ata raja (manusia nyata).
Jika tumit dari keturunan adik berada di belakang maka tumit dari sang kakak akan berada di bagian depan telapak kaki.
Keturunan Kakak akan takut dengan api, sementara keturunan adik akan menggunakan api untuk memasak makanannya.
Setalah bernazar seperti itu Jari Agu Dedek menyuruh kedua bersaudara itu untuk memandang alang-alang yang sama lalu menutup mata.
Setelah beberapa saat keduanya disuruh untuk membuka mata dan keduanya tak dapat melihat dimana sang adik tidak dapat melihat sang kakak demikian pula sebaliknya.
Dari sanalah mengapa orang Manggarai memberikan suatu persembahan kepada para roh dalam jumlah yang sedikit.
Karena apa yang sedikit bagi kita manusia (ata raja) akan terlihat banyak di mata roh, sebaliknya apa yang terlihat sedikit di mata manusia akan terlihat banyak di mata roh.
Hal ini diwariskan secara turun temurun bagi orang Manggarai, hal ini juga terlihat dari prilaku para tua-tua adat yang sudah berumur di Manggarai.
Apabila hendak makan sesuatu yang lezat dan itu dibawah dari jauh misalnya roti atau daging sebelum dimakan selalu diambil sedikit dari makanan itu untuk dilemparkan ke pintu sembari mengatakan dalam hati ghoo demeu ata pale sinan ini untuk kalian yang berada di seberang.
Begitu pula dalam ritus teing hang orang Manggarai hanya mengambil sedikit hati dan sedikit nasi untuk dipersembahkan kepada para leluhur.
Selain itu sedikit lemak (rak) dan darah ayam menta yang dicampur dengan beberapa butir beras disiram di depan pintu rumah menandakan bahwa saudara kita ata pale sina yanga hidupnya di seberang tak membutuhkan api untuk memasak makanannya.
Dan sesuatu yang sedikit bagi kita manusia akan terlihat banyak di mata mereka.
Laporan ini dikerjakan oleh Antonius Rahu
Baca juga tulisan serupa dari Antonius Rahu dalam pranala berikut
Mendi, Kraeng dan Potret Perbudakan di Tanah Manggarai
Toto Urat dalam budaya Manggarai, Mengapa Harus Usus Ayam?
Sistem Perkawinan Lili Mempersunting Janda Demi Ekistensi Wa'u
Menakar Fungsi Naga Beo dalam Mitologi Orang Manggarai
Ritual Hang Woja Cara Bersyukur pada Alam dan Leluhur orang Manggarai Timur
Tradisi Irong Cara Orang Manggarai Timur Menghormati Orang Mati